UMMUL- MUKMININ
KHODIJAH BINTU KHUWAILID
أَتَى جِبْرِيْلُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ هَذِهِ خَدِيْجَة قَدْ اَتَتْكَ
مَعَهَا إِنَاءٌ فِيْهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ اَتَتْكَ
فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ وَمِنِّي وَبَشَرِهَا
بِبَيْتٍ فِي الجَنَّةِ مِنْ قَََصَبٍ لاَ صَخَبٍ فِيْهَا وَلاَ نَصَبٍ
“Jibril mendatangi
Nabi shollallahu Alaihi wa Sallam seraya berkata: “Wahai
Rasulullah, itu Khodijah datang kepadamu sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk-pauk, makanan dan minuman. Jika dia
telah menemuimu, maka sampaikanlah salam kepadanya dari Robb-nya dan juga
dariku, sampaikanlah kabar gembira kepadanya tentang sebuah rumah di surga,
yang terbuat dari bambu, yang didalamnya tidak ada suara gaduh dan keletihan”
“Wanita penghuni
surga yang paling utama ialah Khodijah bintu Khuwailid…”.
Wanita suci dan diberkahi
Khodijah
tumbuh dengan akhlak yang utama dan adab yang mulia. Dia memiliki kehormatan,
kemuliaan dan kesempurnaan yang terjaga, sehingga dia dikenal dengan julukan Ath-Thahirah
(yang suci), wanita yang suci, di tengah para wanita Makkah pada masanya.
Khodijah,
seorang berdarah biru yang suci. Tentu saja ini merupakan kemuliaan yang agung,
karena dia mendapatkan julukan yang harum dan penuh barokah ini. Saat itu
merupakan zaman yang dilumuri daki-daki Jahiliyah, sementara dia menghadirkan
nilai sebagai seorang wanita yang sebenarnya.
Khodijah,
wanita yang suci dilahirkan di Ummul-Qura’ pada tahun 68 sebelum Hijrah Nabawy,
yang kira-kira sama dengan lima
belas tahun sebelum Tahun Gajah (pada tahun 556 M).
Ibunya bernama
Fatimah bintu Za’idah bin Al-Asham Qursyiyah, dari Bani Amir bin Lu’ay. Adapun bapaknya
Khuwailid bin Asad bin Abdul-Uzza, termasuk pemuka Quraisy, yang meninggal saat
Perang Al-Fijar.
Sebelum
Khodijah menjadi Istri Rasulullah, khodijah adalah istri Abu Halah bin Zurarah
At-Tamimy, yang meninggal dunia dan membuatnya janda. Kemudian dia dinikahi
Atiq bin Abid Al-Mukhzumy, Kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW.
Setelah
Khodijah berhubungan dengan Rasulullah, maka bintangnya semakin cemerlang dan
keutamaannya semakin tampak menonjol, sehingga dia mengungguli semua wanita penduduk Makkah dan bahkan semua
wanita di bumi.
Rasulullah SAW
bersabda pada Anas bin Malik,
حسبك
من نساء العالمين مريم ابنه عمران وخديجة بنت خويلد وفاطمة بنت محمد وأسية امرأة
فرعون.
“Cukuplah bagimu dari para
wanita semesta alam ini, yaitu Maryam putri Imran, Khodijah bintu Khuwailid, Fatimah
bintu Muhammad dan Asiah Istri Fir’aun”. (At-Tirmidzy)
Khodijah juga
memiliki kedudukan yang tinggi, Khodijah wanita yang suci ini menjadi contoh
yang mengagumkan di antara wanita penduduk Makkah dalam hal kedudukan,
kemuliaan dan harta. Khodijah adalah wanita yang sangat kaya, dia memiliki
jaringan bisnis yang luas, memperkerjakan beberapa orang laki-laki untuk mengurus
hartanya dan memutar roda perniagaannya. Hal ini seimbang dengan upah yang tidak
sedikit, yang diserahkan kepada meraka. Ketika Khodijah mengetahui keberadaan
seorang pemuda yang dapat dipercaya dan menjaga amanah yaitu Muhammad bin
Abdullah, yang nasabnya ketemu pada Qushay bin Khilab. Sementara Khodijah
memiliki pandangan yang tajam dan jitu serta firasat yang selalu tepat. Sebelumnya
dia sudah tahu tentang Muhmmad dan dia juga aktif mendengar banyak cerita
tentang beliau dari orang yang datang dan pergi.
Wanita Suci dan Pilihan
Abu Ja’far
Ath-Thabary, Ibnu Katsir dan Ibnu Sayyidin-Nas menyebutkan dari ma’mar, dari Al-Imran
Ibnu Syihab Az-Zuhry, dia berkata, "Setelah Rasulullah SAW dewasa dan mencapai
usia matang, sementara beliau tidak memiliki harta yang banyak, maka Khodijah
bintu Khuwailid mengupah beliau untuk berdagang ke pasar Hubasyah (di bilangan
Tihamah)"
Khodijah wanita
yang suci yang dapat merasakan kejujuran Muhammad SAW, amanah dan keluhuran akhlak
beliau. Maka dangan senang hati dia memberi upah yang lebih kepada beliau.
Ketika mencapai umur 25 tahun, maka beliau pergi ke Syam bersama pembantunya
yang bernama Maisyarah untuk memperdagangkan harta khodijah, sehingga
menghasilkan keuntungan berlipat ganda dari harta Khodijah. Setelah beliau
merasa cukup maka beliau bersama kafilahnya kembali lagi ke Makkah untuk
menyerahkan hartanya kepada Khodijah.
Setiba di
Makkah, Maisyarah langsung bercerita tentang kemuliaan akhlak Muhammad SAW,
kebagusan dan kebesaran amanat beliau. Bahkan dia juga menceritakan
sinyal-sinyal nubuwah yang dapat ditangkap dan dapat disaksikan.
Wanita Suci dan pernikahan yang diberkahi
Para pemimpin dan pemuka Makkah ingin sekali
menikahi Khodijah, namun dia menolak keinginan mereka itu karena di dalam
hatinya dia menaruh hasrat tersendiri kepada muhammad SAW. Karena itu dia
mengungkapkan isi hatinya itu kepada sahabatnya, Nufaisah binti Munyah. Maka
Nufaisah menemui beliau dan menyinggung-nyinggung pernikahan dengan Khodijah.
“Wahai Muhammad, apa yang menghalangimu untuk
menikah?” tanya Nufaisah.
“Aku tidak punya apa-apa untuk menikah,” Jawab
beliau.
“Sekiranya engkau dianggap cukup dan engkau
ditanya untuk menikah dengan wanita yang cantik, banyak hartanya dan
terpandang, apakah engkau mau memenuhinya?” tanya Nufaisah.
“Siapa wanita itu?” tanya beliau.
“Khodijah,” jawab Nufaisah.
“Bagaimana mungkin hal itu dapat kulakukan?” tanya
beliau.
“Serahkan urusan padaku!” kata Nufaisah.
“Kalau begitu aku akan melakukannya,” jawab
beliau.
Nufaisah kembali kepada Khodijah dan menceritakan
keberhasilan misi yang diembannya. Dia menyampaikan kesediaan Muhammad SAW
untuk menikah dengannya. Maka Khodijah mengirim utusan untuk menemui pamannya,
Amr bin Asad, agar dia menikahkannya dengan beliau, dan sang paman menyatakan
kesediaannya. Beliau datang ke rumah Khodijah didiringi keluarga Abdul
Mutholib. Paman Khodijah, Amr bin Asad, seorang lelaki yang sudah tua menerima
lamaran itu, seraya berkata, “Dia adalah unta jantan yang tidak memiliki cacat”.
Jadilah Nabi Muhammad menikahi Khodijah dengan
maskawin dua puluh anak lembu. Pernikahan itu ditandai dengan menyembelih hewan
dan menjamu makan orang-orang. Saat menikah Khodijah berumur empat puluh tahun,
sebuah usia matang untuk seorang ibu. Sedangkan Muhammad SAW berumur dua puluh
lima tahun, usia sempurna untuk pemuda. Dalam pernikahan yang penuh barokah
ini, Khodijah tampil sebagai istri yang setia dengan cintanya, sekaligus
seorang ibu yang penuh kasih sayang dan berbakti.
Khodijah merupakan sosok yang paling baik dalam
hal keshalihan, kemurahan hati dan sikap mementingkan orang lain. Hal ini
terjadi ketika dia merasa bahwa suaminya menyukai Zaid bin Haritsah, Khodijah
yang kemudian hadiahkan kepada beliau, sehingga hal ini mengangkat kedudukannya
di mata beliau.
Allah telah menyempurnakan kebahagiaan kehidupan
suami istri ini dengan kelahiran beberapa anak. Dia melahirkan Al-Qosim, hingga
beliau dijuluki Abu-Qosim. Berikutnya dia melahirkan Zaenab, Ruqoyah dan Ummu Kaltsum.
Ini terjadi sebelum nubuwah. Setelah nubuwah dia melahirkan Abdullah, yang juga
dinamakan Ath-Thayyib dan Ath-Thahir. Antara dua anak ini hanya bertaut satu
tahun. Dia sendiri yang menyusui anak-anaknya dan juga mempersiapkan sebelum
kelahiran mereka.
Ibnu Abbas r.a menyebutkan anak-anak Rasulullah
SAW dari wanita suci yang subur, Khodijah, dengan berkata, “Khodijah melahirkan
bagi Rasulallah SAW dua anak laki-laki dan empat anak wanita, yaitu Al-Qasim dan
Abdullah, Fatimah, Ummu Kaltsum, Zaenab dan Ruqayyah. Adapun Ibrahim dilahirkan
dari Mariah Al-Qibthiyah r.a. Semua anak laki-laki beliau meninggal selagi mereka
masih kecil dan bayi. Adapun semua putri beliau mendapati Islam dan masuk Islam
serta Hijrah. Ruqayah dan Ummu Kulstum dinikahi Utsman Bin Affan r.a, Zaenab
menjadi Istri Abdul-Ash bin Ar-Robi’ bin Abdi Syams, Fatimah menjadi Istri Ali
Bin Abu Thalib.
Mereka meninggal selagi Rasulullah SAW masih hidup
kecuali Fatimah, yang meninggal enam bulan sepeninggal beliau.
Wanita Suci dan Fajar Menyingsing
Nabi Muhammad SAW terkenal di tengah
manusia karena perangai yang terhormat, bahkan mengungguli mereka semua,
sehingga beliau dijuluki Al-Amin karena itu beliau terhimpun berbagai keadaan
yang baik dan sifat-sifat yang diridhai. Khodijah menggambarkan perangai beliau
dengan kata-kata kepada beliau, “Sesungguhnya engkau suka menyambung hubungan
kerabat, membawa beban, memberi orang yang tidak punya, menjamu tamu dan
menolong orang yang melakukan kebaikan”.
Semua
penduduk Makkah sudah mengenal sifat-sifat Muhammad SAW. Mereka puas dengan
kuputusan beliau, ketika terjadi perselisihan di antara mereka. Tapi beliau
mehindari berbagai jenis kesesatan dan penyembahan yang mereka lakukan. Ketika
mendekati usia empat puluh tahun, beliau lebih suka menyepi dan menyendiri di
Gua Hira’. Beliau menghabiskan waktu untuk beribadah dan memikirkan alam
penciptaanya, bahkan beliau berada di sana
hingga beberapa malam.
Jika Khodijah
bangun pagi hari, maka dia mencari-cari suaminya, namun tidak mendapatkannya. Maka dia pun tahu bahwa suaminya sedang
menyendiri di gua Hira’. Namun begitu dia tidak menanyakannya sedikitpun. Hal
ini menunjukkan intelegensinya
yang tinggi, karena dia melihat keadaan diri beliau yang tidak dapat dilihat orang
lain.
Mimpi yang benar merupakan sinyal pertama yang
muncul dari cahaya nubuwah. Setiap mimpi beliau alami ialah seperti datangnya
bias fajar yang menyingsing. Khadijahlah yang berperan menenangkan ketakutan
beliau. Setiap kali beliau menemui sang istri yang suci, pintar dan tajam
pikirannya, sambil membawa bayang-bayang ketakutan, sambil bersabda kepadanya, “Ketika
aku sedang menyendiri, sering kudengar suara seruan. Demi Allah, aku khawatir
sekiranya hal ini benar-benar merupakan urusan yang serius”, maka sang
istri yang suci ini menenangkan beliau dengan berkata, “Aku berlindung kepada
Allah. Allah benar-benar tidak akan melakukan yang demikian itu terhadap
dirimu. Demi Allah, karena engkau adalah orang yang suka menyampaikan amanat,
menyambung hubungan kekerabatan dan jujur dalam perkataan”.
Apa yang diucapkan Khodijah ini semacam firasat
ilham, hingga menjadi sesuatu yang mendinginkan dan mendatangkan kesejahteraan
bagi Rasulullah SAW, meringankan pengaruh ketakutan yang datangnya tiba-tiba
pada diri beliau. Apa yang diucapkan Khodijah ini semacam bias cahaya yang
muncul dari pengetahuannya tentang akhlak beliau, pengalaman yang dia jalani
selama itu dan juga firasatnya dalam berbagai kondisi, yang dia tangkap dari
hasil pengamatannya terhadap keadaan Muhammad SAW di tengah masyarakat yag memiliki
sifat-sifat serba terpuji dan tutur kata yang indah.
Wanita Suci yang Berakal
Jibril turun sambil membawa firman Allah SWT,
إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبُّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الإِنْسَانَ
مِنْ عَلَقٍ. إِقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالقَلَمِ. عَلَّمَ
الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.
“Bacalah dengan
menyebut nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara
qalam.
Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq: 1-5)
Setelah turun wahyu ini, Khodijah memiliki peranan
yang penuh berbarakah. Aisyah meriwayatkan:
“Rasulullah SAW pulang sambil membawa surat Al-Alaq ini, sementara hati
beliau terguncang gemetaran Beliau menemui Khodijah bintu Khuwailid r.a, seraya
bersabda ketakutan, “Selimutilah aku, selimutilah aku!”
Khodijah pun menyelimuti beliau hingga ketakutan
beliau mereda. Lalu beliau bersabda kepada Khodijah, “Aku takut atas diriku”.
Khodijah berkata, “Sama sekali tidak. Demi Allah,
Allah tidak akan menelantarkan engkau, karena engkau suka menyambung hubungan
kekerabatan, membawa beban, memberi orang yang tidak punya, menjamu tamu dan
menolong orang yang melakukan kebaikan”.
Lalu Khodijah pergi bersama beliau menemui Waraqah
bin Naufal bin Asad bin Abdul-Uzza, anak paman Khodijah. Dia pemeluk agama
Nasrani semasa Jahiliyyah, menulis Al-Kitab dan Injil dalam bahasa Ibrani.
Usianya sudah lanjut dan dia dalam keadaan buta.
“Wahai anak paman, dengarkan apa yang hendak
disampaikan saudaramu ini”, kata Khodijah kepadanya.
“Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?”
tanya Waraqah kepada beliau.
Maka Rasulullah SAW memberitahukan mimpi yang
dilihatnya. Lalu Waraqah berkata, “Ini adalah An-Namus yang diturunkan Allah
kepada Musa. Sekiranya saja aku masih muda dan masih hidup ketika kaummu
mengusirmu”.
Beliau bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”.
“Benar. Tak seorangpun datang sambil membawa apa
yang engkau bawa itu melainkan dia dimusuhi. Jika aku masih mendapati harimu
itu, tentu aku akan menolongmu dengan suatu pertolongan yang sungguh-sungguh”,
kata Waraqah, dan tak seberapa lama setelah itu dia pun meninggal dunia.
Diriwayatkan bahwa Waraqah berkata kepada Khodijah
pada saat itu,
"Ketahuilah Khodijah jika benar yang engaku
katakan
Bahwa Muhammad itu adalah seorang rasul utusan
Jibril mendatanginya dan Mikail bersama dirinya
Dari Allah membawa roh yang melapangkan dada."
Wanita Suci dan Orang yang Pertama Kali
Membenarkan
Dalam barisan iman yang pertama dalam kancah Islam
yang terdepan, Khodijah tampil sebagai orang yang beruntung karena derajat yang
tinggi sebagai urutan orang yang pertama beriman, sehingga dia berhak
mendapatkan sebutan yang agung ini.
Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman
dan membenarkan Rasulullah SAW, orang yang pertama kali mendengar wahyu yang
diturunkan dari sisi Dzat Yang Bijaksana, yang disampaikan langsung oleh mulut
Rasulullah SAW yang mulia.
Keislamannya merupakan keislaman fitrah yang suci,
bersih dan jernih, yang dapat menangkap bias ilham hingga menjadi cahaya yang
sebenarnya. Allah telah menganugrahinya akal yang cerdas yang jarang ada tandingannya
dalam sejarah kaum wanita.
Khodijah adalah orang yang pertama membenarkan,
golongan orang yang beriman, yang sama sekali tidak dimiliki siapa pun selainnya.
Dia memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak dapat disamai oleh orang lain yang
datang kemudian. Bagaimana mungkin disamai orang lain sedangkan dia memiliki
kedudukan yang agung di sisi Rasulullah, dia beriman kepada beliau ketika semua
manusia kufur, dia membenarkan beliau ketika semua orang mendustakan, dia
serahkan harta dan dirinya kepada beliau dan Allah menganugrahkan anak-anak
darinya? Allah meridhoinya dan membuatnya ridho.
Wanita yang Suci dan Rumah yang Penuh Barakah
Dari rumah Khodijah, wanita yang suci inilah
memancar cahaya Islam. Dari tempat itulah beliau menyinari seluruh dunia. Maka
tidaklah heran jika rumah ini jelas jejaknya, bagus hartanya, dan penuh barakah
tempatnya. Diantara bukti yang mengisyaratkan barakahnya, seorang Khodijah dan
rumahnya, bahwa dia beserta putri-putrinya adalah orang-orang yang pertama kali
beriman kepada Rsululllah SAW. Bahkan orang-orang yang berada di bawah atap
rumahnya termasuk dalam barisan orang-orang yang pertama masuk Islam. Kita
semua tahu Ali bin abi Tholib dan Zaid bin Haristah termasuk orang-orang yang
lebih dahulu masuk Islam, yang keduanya dibawah asuhan beliau di rumah yang
suci.
Mereka itulah orang-orang yang lebih dahulu
beriman kepada Allah Ta’ala yang membenarkan risalah Nabi SAW. Hal ini
benar-benar merupakan bukti kejernihan fitrah mereka, berkat pengasuhan yang
mereka peroleh dari Rasulullah SAW dan Ummul-Mu’minin Khodijah r.a. Rumah Khodijah
memiliki peranan yang sangat besar sekali, kelebihan dan keberkahan. Al-Muhib
Athabary menyebutkan bahwa rumah Khodijah merupakan tempat yang paling baik di
Makkah setelah Masjidil Haram. Hal itu tidak mengherankan.
Wanita Suci Ahli Ibadah
Dikatakan dalam sebuah syair,
"Jika hidayah sudah merasuk ke dalam hati
Anggota badan pun melakukan ibadah tiada
henti"
Ummul-Mu’minin Khodijah biasa mendirikan shalat
bersama Rasulullah SAW, yaitu dua raka’at pada pagi dan dua raka’at pada malam
hari, tepatnya sebelum turun kewajiban shalat lima waktu pada malam Isra’.
Al-Imran Ibnu Ashaw menurunkan, aku diberitahu
sebagian ulama bahwa ketika shalat diwajibkan kepada Rasulullah SAW, Jibril
mendatangi beliau ketika beliau berada di dataran tinggi Makkah. Lalu Jibril
mengetuk tanah di lembah di belakang beliau, lalu memancarkan mata air yang
mengalir deras. Jibril wudhu’ dari air itu dan diikuti Rasulullah SAW. Kemudian
Jibril shalat dua rakaat dan empat sujud. Ketika beliau kembali ke rumah, Allah
memasukkan rasa senang di dalam hati sehingga beliau menjadi tenang, karena
beliau menerima sesuatu yang beliau sukai dari Allah. Setiba di rumah beliau
memegang tangan Khodijah, lalu mengusapkannya hingga kebagian mata. Beliau wudhu’
seperti wudhu’ yang dilakukan Jibril, kemudian shalat dengan dua ruku’ dan
empat sujud bersama Khodijah. Maka semenjak saat itu Rasulullah SAW selalu shalat
bersama Khodijah secara sembunyi-sembunyi.
Shalat dengan cara seperti itu merupakan sesuatu yang asing
pada saat itu di tengah masyarakat Makkah maupun yang lainnya, karena mereka
belum pernah mendapatkan hal seperti itu. Dalam penuturan Afif Al-Kindy,
saudara Al-Asy’ats bin Qais kepada ibu dan pamannya, ada isyarat yang menunjukkan
hal itu, dia berkata, “Abbas bin Abdul-Muthalib adalah temanku. Dia biasa pergi
ke Yaman untuk membeli minyak wangi lalu menjualnya lagi di Makkah pada musim haji.
Ketika aku dan Al-Abbas berada di Mina, dia didatangi seorang laki-laki yang
sudah dewasa, lalu wudhu’ dan mengguyurkan air wudhu’ hingga merata, lalu
berdiri untuk shalat. Tak lama kemudian keluar seorang wanita yang juga wudhu’ dan
shalat. Kemudian muncul seorang anak laki-laki pada masa puber, yang mengambil
wudhu’ dan berdiri di samping orang itu untuk shalat.
“Celaka engkau wahai Al-Abbas. Agama macam apa
ini?” tanyaku kepada Al-Abbas.
“Ini adalah agama Muhammad bin Abdullah, anak saudaraku,
yang menyatakan bahwa Allah mengutusnya sebagai rasul, dan ini adalah anak
saudaraku, Ali bin Abu Thalib yang mengikuti agamanya, dan wanita itu adalah
istrinya, Khodijah yang juga mengikuti agamanya”, jawab Al-Abbas.
Setelah Afif masuk islam dan ia mantap dengan keislamannya, dia berkata,
“Sekiranya saja aku menjadi orang keempat yang masuk Islam”.
Wanita Suci yang Sabar
Khodijah menjadi teladan yang mengagumkan dalam
kesabaran bagi kehidupan para wanita dan mendapatkan kesuksesan dalam
langkah-langkah awal selama menyertai perjalanan risalah nubuwah.
Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya,
membenarkan apa yang beliau sampaikan, sehingga dengan begitu Allah meringankan
beban dari Rasulullah SAW. Beliau tidak mendengar sesuatu yang tidak disukai,
berupa penolakan terhadap beliau atau kedustaan, lalu hal itu membuat beliau
bersedih, melainkan Allah memberikan jalan keluar lewat Khodijah. Jika kembali
kepadanya, maka dia meneguhkan hati dan meringankan beban beliau. Dia
membenarkan beliau dan menyuruh agar beliau mengabaikan urusan manusia.
Khodijah selalu membantu dan mendukung beliau
dalam menghadapi pelecehan yang melanda. Dia akan berbuat apa yang dapat
diperbuatnya untuk meringankan beban- beban Rasulullah SAW. Tapi kaum Quraisy bersikap keterlaluan dalam
mensikapi dakwah beliau. Akhirnya mereka memutuskan untuk menerapkan boikot secara total terhadap Bani Hasyim
selama tiga tahun. Khodijah juga termasuk dalam pemboikotan suku ini bersama
Rasulullah SAW.
Krisis semakin menjadi-jadi. Keadaan semakin
bertambah tegang dan panas. Bahkan yang terjadi hanyalah pelanggaran dan
kedzaliman perbudakan terhadap orang-orang yang lemah dan tak berdaya yang dilakukan
oleh para pemuka kaum Quraisy. Hati mereka telah diisi kerusakan dan
penyembahan berhala. Namun orang Muslim tetap sabar dengan kesabaran
orang-orang mulia. Kesabaran mereka tampak dalam keteguhan hati dan kelurusan
mereka.
Ibu kita Khodijah senantiasa berada di belakang
beliau, memberikan pembelaan terhadap beliau, bergabung dalam memikul
penderitaan karena sikap kaumnya dengan jiwa ridha dan sabar, hingga akhirnya
pemboikotan yang dzalim dan pahit ini.
Pada akhirnya pengepungan itupun berakhir.
Khodijah keluar dari pengepungan tersebut sebagai pihak pemenang karena
kesabarannya mengikuti jejak Rasulullah SAW, dalam kesetiaannya dan
kesabarannya.
“Pahala bagi mereka surga Khuldi karena
kasabaran
Yang demikian itu adalah sebaik-baik
balasan”
Selamat Tinggal Wanita Suci
Tak seberapa lama setelah keluar dari pemboikotan,
Khodijah memenuhi seruan Rabb-nya dengan mendapatkan kabar gembira bahwa dia
akan mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah, mendapatkan kenikmatan yang
kekal di sisi-Nya.
Khodijah meninggal dunia dalam usia enam puluh lima tahun,
tiga tahun sebelum hijrah di Makkah. Ketika kematian menghampirinya, Nabi SAW
mendekatinya dan bersabda, “Engkau
tidak menyukai apa yang kulihat pada dirimu, padahal Allah menjadikan kebaikan
pada apa yang tidak disukai ini”.
Ketika jasadnya dikuburkan, Rasulullah SAW masuk
ke dalam liang kuburnya, lalu beliau memasukkannya ke dalam liang kubur dengan
tangan mulia beliau sendiri.
Rasulullah SAW merasakan kehilangan atas kematian
Khodijah. Kematiannya meningggalkan pengaruh yang sangat mendalam dalam diri
beliau, karena Khodijah adalah seorang istri yang setia. Bersamanya beliau
mendapatkan ketenangan jiwa dan ketentraman hati, sebagaimana kematian paman
beliau sebelum itu. Sampai-sampai Nabi SAW menyebut tahun itu dengan nama Amul-Huzni
(tahun kesedihan), disamping adanya kesulitan beliau hadapai di jalan
dakwah.
Wanita Suci Ibu Keluarga
Kematian Khodijah r.a. meninggalkan kekosongan
yang besar dalam kehidupan Rasulullah SAW. Beliau merasakan tekanan perasaan
yag kuat dan kesedihan yang mendalam kerena kematianya. Pengaruhnya betul-betul
tampak pada diri beliau, sampai-sampai menimbulkan kehawatiran atas keadaan beliau.
Kematiannya itu membuat rumah beliau sepi dan kosong, tidak ada pendamping yang
senantiasa menyertai beliau.
Karena itulah Khaulah bintu Hakim berkata, “Wahai
Rasulullah, sepertinya aku melihat engkau telah dirundung kesedihan dan
kebutuhan karena kematian Khodijah”.
Beliau menjawab, “Benar begitu, karena memang dia
merupakan ibu keluarga dan nyonya rumah”.
Dikatakan dalam sebuah syair,
"Sekiranya wanita seperti orang yang
membuat kami kehilangan
Tentulah banyak yang mampu mengungguli
kaum laki-laki".
Pujian terhadap Wanita Suci
“Yang
sempurna dari kaum laki-laki banyak jumlahnya, namun tidak ada yang sempurna
dari kaum wanita kecuali tiga orang, yaitu Maryam bintu Imran, Asiah istri
Fir’aun dan Khodijah bintu Khuwailid. Adapun kelebihan Aisyah atas para wanita
seperti kelebihan Tsarid atas semua jenis makanan”.
Diantara titik
kesamaan yang lembut dan menyatukan tiga wanita ini dalam satu ungkapan karena
masing-masing diantara mereka mengasuh seorang nabi, mendampinginya dengan baik
dan beriman kepadanya. Asiah mengasuh Musa dan berlaku baik pada beliau, serta membenarkan
beliau diutus sebagai rasul. Sedangkan Maryam mengasuh Isa dan mendampingi
beliau, serta membenarkan ketika beliau diutus sebagai rasul. Sedangkan
Khodijah medampingi dan mencintai Nabi SAW, mendukung beliau dengan diri dan
hartanya, serta memperlakukan beliau dengan baik. Dia juga yang pertama kali
membenarkan beliau ketika turun wahyu kepada beliau.
Rasulullah SAW
bersabda, “Aku diberi anugerah untuk mencintainya”. Dan beliau juga
pernah memuji Khodijah dengan sabda, “Sebaik-baik wanita di langit dan di
bumi ialah Maryam putri Imran dan sebaik-baik wanita di langit dan di bumi
ialah Khodijah”. (Bukhary, Muslim dan Tirmidzy)
Diantara
kehormatan Khodijah dimata Rasulullah SAW adalah:
1.
Rasulullah SAW belum pernah menikah dengan wanita
manapun sebelum menikah dengan Khodijah.
2.
Semua Anak Rasulullah SAW berasal dari Khodijah kecuali
Ibrahim yang berasal dari Mariah.
3.
Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain kecuali
setelah Khodijah meninggal dunia.
Adapun bukti
yang mengagumkan tentang pemenuhan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap
Khodijah, ialah saat Perang Badar Kubra, ketika Abdul-Ash bin Ar-Rabi’,
keluarga besan Rasulullah SAW dan sekaligus suami Putri beliau, Zaenab, ditawan
pasukan Muslimin (kejadian setelah Khodijah meninggal dunia). Maka Zaenab
mengirim tebusan untuk membebaskan suaminya, Abbul-Ash. Tebusan itu berupa
kalung pemberian ibunya, Khodijah saat pernikahan Zaenab. Ketika Rasulullah SAW
melihat kalung itu maka hati beliau tersentak kaget dan merasa terenyuh. Beliau
langsung teringat sang istri yang setia, Khodijah.
“Jika
kalian setuju untuk membebaskan tawanan kepada Zaenab dan juga mengembalikan
kalungnya, maka lakukanlah,” sabda beliau kepada para sahabat.
Dan tak
seorangpun di antara para sahabat melainkan mereka berburu-buru memenuhi
permintaan Rasulullah SAW itu, yang dibangkitkan kenangan indah terhadap
Khodijah wanita suci. Demi Allah, ibu kita ini memang layak memperoleh hak di hati
setiap muslim dan muslimat.
Keistimewaan Wanita Suci
Khodijah
1.
Khodijah adalah makhluk Allah yang pertama kali masuk
Islam berdasarkan kesepakatan orang-orang muslim, tak seorangpun yang
mendahuluinya, baik laki-laki maupun perempuan.
2.
Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.
3.
Khodijah sebagai tempat mengadu Rasulullah ketika
menerima wahyu.
4.
Khodijah adalah orang yang pertama kali menikah dengan
Rasulullah SAW.
5. Orang yang pertama shalat bersama
Rasulullah SAW.
6. Wanita pertama yang memberikan anak kepada
Rasulullah SAW.
7. Istri Pertama yang diberi kabar gembira
sebagai penghuni surga.
8. Orang pertama yang diberi salam oleh
Rabb-nya.
9.
Wanita pertama yang membenarkan Rasulullah SAW.
10. Istri
Rasulullah SAW yang pertama kali meningggal dunia.
11. Kuburnya
adalah kuburan pertama yang dimasuki Rasulullah SAW ketika dia dikubur di
Makkah.
0 komentar:
Post a Comment