ADS

Thursday, 7 January 2016

UMMU RUMMAN BINTI AMIR



UMMU RUMMAN BINTI AMIR

Namanya tersebut di dalam kitab A1-Istiy’ab sebagai Ummu Rumman binti Amir bin Uwaimir bin Abdu Syams bin Attab bin Uzainah bin Subaik bin Dahman bin Al-Haris bin Al-Ghunim bin Malik bin Kinanah. lbnu Ishaq r.a menyebutkan bahwa namanya adalah Zainab, yang lain menyebutkan bahwa namanya Da’d. Tapi dia lebih dikenal dengan nama julukannya, Ummu Rumman.
Dia merupakan seorang shahabiyah mulia yang memperoleh kedudukan tinggi dalam jiwa Rasulullah SAW dan dia juga mempunyai tempat yang terhormat di antara para wanita muslimah yang menghiasi sejarah peradaban Islam, karena sepak terjangnya yang harum, aromanya menyebar sepanjang masa.
Selain daripada itu, Ummu Rumman juga seorang perawi hadits, dia telah memeluk Islam, memberikan bai’atnya kepada Rasulullah SAW dan ikut berhijrah pula. Bahkan tercatat dalam sejarah, sebagai wanita pertama yang turut berhijrah ke Madinah, dia juga dikenal sebagai sosok wanita mukminah yang banyak ibadahnya.




Ibu Orang-Orang yang Utama
Ummu Rumman mempunyai banyak keistimewaan-keistimewaan yang diberkahi sehingga membuatnya termasuk dalam jajaran para pemimpin wanita dunia. Bahkan meskipun dengan satu keistimewaan saja itu sudah mampu menempatkannya pada kedudukan yang tinggi diantara para wanita lainnya.
Menantunya adalah makhluk Allah yang paling utama yaitu nabi kita Muhammad SAW. Suaminya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Putrinya adalah istri makhluk yang paling mulia di dunia dan di akhirat, yaitu Ash-Shiddieqah bintu Ash-Siddieq,  yang membawa kesaksian suci dari sisi Allah, Ummul Mu’minin Aisyah, wanita yang paling mendalam ilmunya di tengah ummat ini.
Adapun anak laki-lakinya adalah penunggang kuda yang paling baik di sekolah Nubuwah dan salah seorang sahahat Nabi SAW yang ditetapkan kebahagiaan, Abdurrahman bin Abu Bakar yang juga salah seorang pemanah yang handal dan pemberani.
Di samping semua itu, dialah yang pertama kali membuka lembaran hidupnya di sisi Abu bakar untuk segera masuk Islam dan beriman kepada risalah Muhammad SAW.

Kehidupannya Semasa Jahiliyah
Di bilangan As-Sarat di Jazirah Arab, Ummu Rumman binti Amir tumbuh dewasa lalu menikah dengan seseorang yang bernama Abdullah bin Al-Harits bin As-Sabbarah Al-Uzdy. Dari suaminya ini dia mempunyai anak yang bernama At-Thufail bin Abdullah. Karena suaminya ingin menetap di Ummul Qurra’ Makkah, maka dia memboyong keluarganya pindah kesana. Sebagaimana kebiasaan bangsa Arab pada saat itu yang saling menjalin perjanjian persahabatan, maka dia melihat bahwa Abu Bakar sebagai sekutu yang paling baik. Karena itulah dia membuat perjanjian persahabatan dengannya. Maka kemudian dia menetap dengan keluarganya di Makkah hingga dia meninggal dunia disana. Setelah sepeninggal suaminya, Ummu Rumman dan anaknya tinggal sendirian di sana tanpa ada yang menanggung hidupnya. Tapi kesendirian Ummu Ruman tidak berlangsung lama, karena Abu Bakar langsung menikahi dan memuliakannya di sisinya bersama anaknya, Ath-Thufail. Maka jadilah Ummu Rumman hidup dibawah lindungan Abu Bakar, lalu dia melahirkan Abdurrahman dan Aisyah, yang kemudian menjadi istri Nabi SAW.
Dalam suatu kitab disebutkan bahwa semasa jahiliyah Abu Bakar telah menikah dengan Qutailah bintu Abdul Uzza AI-Quraisyiyah A1-Amiriyah dan mempunyai anak Abdullah dan Asma. Kemudian Abu Bakar menikahi Asma’ binti Umais setelah masuk Islam dan mempunyai anak bernama Muhammad. Kemudian dia menikah lagi dengan Hahibah binti Kharijah dan mempunyai seorang anak putri setelah dia meninggal, bernama ummu Kultsum. Ketika Abu Bakar meninggal, dia hanya meninggakan Habibah binti Khorijah.

Wanita yang Lebih Dahulu Masuk Islam
Ash-Shiddieqah bintu Ash-Shiddieq Aisyah r.a berkata “Aku tidak mengetahui kedua orang tuaku melainkan mereka memeluk satu agama”.
Jadi keislaman Shahabiyah Ummu Rumman termasuk lebih dahulu. Setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul, maka Abu Bakarlah yang pertama-tama beriman kepada beliau dan membenarkan da’wah beliau dari kaum Ielaki. Lalu dia pulang ke rumah menemui istrinya, Ummu Rumman dan memberitahukan tentang Islam. Maka seketika itu pula dia merasakan da’wah Islam merasuk ke dalam jiwanya yang suci. Dia beriman dan membenarkan da’wah Rasulullah SAW. Jadi dia termasuk jajaran wanita pertama yang beriman dan mendapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah SAW, lbnu Sa’ad menyebutkan hal ini dengan berkata: “Ummu Rumman masuk Islam di Makkah dalam ajaran yang pertama, ikut berbai’at dan hijrah”.
Ummu Rumman menerima ajaran-ajaran Islam sejak dini dan melihat keagungan Islam dari diri Rasulullah SAW. Sebab pada saat itu Rasulullah biasa mondar-mandir menemani rekan beliau Abu Bakar Ash-Shiddieq. Tentu saja Ummu Rumman merasa sangat gembira setiap kali menerima kunjungan yang penuh barakah ini. Dia suguhkan apapun yang dia mampu untuk disuguhkan dalam rangka memuliakan beliau. Allah menanamkan rasa cinta ke dalam hati shahabiyah yang suci ini, hati yang dipenuhi iman dan kepasrahan diri, sebagaimana Allah juga menganugerahinya semangat yang tinggi dan kesabaran yang menakjubkan dalam menghadapi segala kesulitan dan kesusahan.
Ummu Rumman sering tersiksa karena melihat keadaan orang-orang muslim yang mendapat siksaan dari orang-orang musyrik. Dia melihat sendiri bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan pelajaran tentang kesabaran kepada para sahabat. Dia juga menampilkan dirinya sebagai wanita ideal yang memenuhi hak bagi Islam dan orang-orang muslim. Dia merasa gembira terhadap suaminya yang suka menolong orang-orang yang lemah dan memerdekakan para budak muslim dengan hartanya sendiri. Tindakannya ini mendapat dukungan yang utuh dari istrinya, meskipun hanya sebatas perkataan yang baik.

Wanita Mukminah yang Bertakwa dan Ibu yang Ideal
Di samping keberadaannya sebagai wanita yang lebih dahulu masuk Islam dan sebagai ibu yang ideal serta penuh kasih sayang, dia juga senantiasa mendidik kedua anaknya, Abdurrabman dan Aisyah pada ketaqwaan, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia mengasuh anaknya dengan pengasuhan yang baik. Gambaran tentang kebersihan jiwanya dan kebaikan tindak-tanduknya tercermin dalam diri putrinya, Aisyah, yang di kemudian hari dia menjadi wanita yang sangat besar kedudukannya dalam Islam.
Nabi Muhammad SAW biasa mendatangi rumah Abu Bakar pada siang dan petang hari, lalu berpesan kepada Ummu Rumman untuk memperhatikan Aisyah, seraya bersabda, “Wahai Ummu Rumman, berbuat baiklah terhadap Aisyah dan jagalah dia bagiku”. Dengan pesan Rasulullah SAW ini, Aisyah mendapatkan tempat tersendiri di tengah keluarganya, sementara mereka tidak menyadari kecuali menurut apa yang telah ditetapkan Allah.

Ibu Mertua yang Mulia
Ummul Mu’minin Khadijah bintu Khuwailid r.a meninggal dunia, tiga tahun sebelum hijrah. Dua tahun kemudian barulah beliau menikahi Aisyah berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW mengabarkan hal ini kepada Aisyah, dengan bersabda, “Aku bermimpi bertemu denganmu selama tiga malam, aku didatangi malaikat yang bersama dirimu dalam sebuah sekedup yang terbuat dari sutera. Malaikat itu berkata, “ini adalah istrimu”. Ketika aku menyingkap kain dan sutera itu ternyata wanita itu adalah engkau. Kalau memang ini berasal dan sisi Allah, maka biarlah itu yang akan terjadi”. (Diriwayatkan Bukhori, Muslim dan Tirmidzi).
Suatu kali Khaulah binti Hakim menemui Rasulullah SAW dan menawarkan agar beliau bersedia menikahi Aisyah bintu Ash-Shiddieq atau Saudah bintu Zum’ah yang sudah masuk Islam. Beliau menyetujui tawaran itu. Di sinilah Ummu Rumman tampil sebagai wanita yang mengemban tugas mulia dan mendapatkan kedudukan yang agung, yaitu sebagai ibu mertua Rasulullah SAW. Dia memberitahukan kepada suaminya, Abu Bakar tentang keinginan Rasulullah itu, bahwa Allah akan rnenganugerahkan kebaikan dan barakah ke dalam nasabnya. Maka terjadilah ketetapan Allah, hingga Aisyah menjadi salah seorang Ummahatu-l-Mu’minin. Tentu saja Ummu Rumman merasa sangat bahagia dan gembira karena kemuliaan ini.

Ummu Rummah dan Peristiwa Hijrah
Abu Bakar Ash-Shiddieq pergi bersama Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah. Dia tinggalkan keluarganya di Makkah, dengan harapan lain kali mereka dapat menyusulnya ke sana. Ummu Rumman harus memikul beratnya hidup setelah kepergian suaminya ke Madinah, karena suaminya membawa semua harta yang dimilikinya. Tapi semua ini tidak membuatnya gundah. Dia justru berharap agar Rasulullah bisa selamat dari kejaran orang-orang musyrik dan penyiksaan mereka. Dia tetap sabar menghadapi rasa takut, hingga dia mendengar kabar bahwa Rasulullah sudah tiba di Madinah dalam keadaan selamat. Kemudian beliau mengirim utusan untuk menjemput keluarga beliau dan juga keluarga Abu Bakar yang masih berada di Makkah.
Rombongan orang-orang yang berhijrah ini harus menempuh perjalanan dan Makkah ke Madinah. Dalam perjalanan itulah tampak karamah yang agung pada diri Ummu Rumman r.a, ketika ada bahaya yang dapat mengancam keselamatan putrinya, Aisyah, namun dia diselamatkan pertolongan Ilahi. Pasalnya onta yang dinaiki Ummu Rumman dan putrinya Aisyah Iari lepas kendali. Maka seketika itu pula Ummu Rumman berteriak, “Selamatkan pengantin baru dan putriku”.
Ummul Mu’minin Aisyah menceritakan peristiwa itu, bahwa dia menuturkan saat onta yang dinaikinya lepas kendali dan melarikan diri. Tiba-tiba aku mendengar suara, “lepaskan tali kendalinya”, maka aku melepaskannya dan onta itupun berhenti dengan seizin Allah, hingga Allah menyelamatkan kami.”
Rombongan yang dipimpin oleh Ummu Rumman akhirnya tiba di Madinah, kemudian singgah di rumah yang disediakan oleh Abu Bakar. Setelah Allah memuliakan nabi-Nya dalam Perang Badar, maka barulah beliau melangsungkan pernikahannya dengan Aisyah pada bulan Syawwal tahun kedua setelah hijrah. Ummu Rumman mempersiapkan Aisyah agar siap berada di rumah Nubuwah, sehingga rumah Aisyah menjadi tempat turunnya wahyu yang di bawa Jibril.

Ummu Rumman Dan Ujian yang Besar
Ummu Rumman merasa sangat gembira karena dia melihat kebaikan perlakuan menantunya, Rasulullah SAW terhadap putrinya Aisyah. Kebahagiannya semakin melambung karena kecintaan beliau terhadap putrinya. Sehingga hal ini membuatnya semakin meningkatkan ketulusan dan ibadah kepada Allah, karena dia telah rnendekatkan dirinya dengan rumah Nabawi dan karena kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah SAW, karena beliau menghormati dan memuliakannya.
Tahun demi tahun terus berlalu, hingga akhirnya Ummu Rumman menghadapi ujian yang besar, yang bisa menodai kesucian hidupnya hanya selama beberapa waktu yang tidak seberapa lama. Ujian itu berupa awan yang bergulung gulung, yang mengakibatkan keletihan dan kepenatan. Dia merasakan betapa berat hari demi hari, detik demi detik yang harus dilewatinya. Pasalnya, putrinya Ash-shiddiqah mendapatkan tuduhan bohong. Hampir saja Ummu Rumman bergerak sendiri untuk mencari kebenaran isu yang sengaja disebarluaskan orang-orang munafik dan pendengki, di bawah komando Abdullah bin Ubay bin Salul, pernimpin orang-orang munafik. Bahkan sesaat setelah dia mendengar berita bohong yang dituduhkan terhadap putrinya itu, dia langsung jatuh pingsan, karena apa yang didengarnya itu terlalu berat untuk didengar. Tapi berkat pertolongan Allah, orang-orang yang jahat itu mendapatkan balasan yang setimpal, mereka dihinakan hingga kiamat tiba.
Ketika datang ujian yang besar inilah Ummu Rumman tampil memainkan peranannya sebagai ibu yang penuh kasih sayang, seorang ibu mertua yang beradab, yang mengetahui hak dan menyadari makna kewajiban, serta seorang istri yang menjadi bagian dari suaminya untuk sepanjang masa. Hampir saja timbul kekacauan karena berita bohong itu, sekiranya saja tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya, sehingga akhirnya kekacauaan itupun dapat disingkirkan.
Ummu Rumman r.a mampu bersikap secara bijak ketika menghadapi ujian yang bisa rnenghancurkan rumah tangga yang belum lama dibangun. Dia tidak memberitahukan secara persis tentang berita bohong itu kepada putrinya. Tapi kehendak Allah menetapkan bahwa Aisyah harus mendengarkannya sendiri.
Kita berikan kesempatan kepada yang bersangkutan dengan peristiwa ini, Ash-Shiddieqah Aisyah sendiri untuk menceritakan sendiri keadaan dirinya dan juga keadaan ibunya Ummu Rumman. Marilah kita ikuti peristiwa ini bersama Ummul Mukminin Aisyah yang menuturkan kepada kita, “Ketika kami dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Rasulullah SAW muncul dihadapan kami, beliau mengucapkan salam lalu duduk, dan beliau tidak pemah duduk didekatku selama menyebarnya desas-desus itu. Selama sebulan penuh tidak ada wahyu yang turun berkenaan dengan kasusku ini. Ketika duduk itulah Rasulullah mengucapkan syahadat, kemudian bersabda “Wahai Aisyah, sesungguhnya aku sudah mendengar keadaanmu yang begini dan begitu. Kalau memang engkau bebas dari kesalahan, tentu Allah akan membebaskan dirimu. Dan jika engkau melakukan dosa, maka mohonlah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosanya kemudian dia bertaubat kepada Allah, tentu Allah menerima taubatnya”.
Setelah Rasululiah menyelesaikan perkataannya, air mataku sudah habis sehingga aku tidak dapat lagi merasakan air mataku walau setetespun. Lalu aku berkata kepada bapakku, Berikan jawaban kepada Rasulullah atas nama diriku tentang apa yang disabdakannya.
Bapakku berkata, “tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah SAW”.
Kukatakan kepada ibuku, “Berikan jawaban kepada Rasulullah SAW atas nama diriku tentang apa yang disabdakannya.”
Ibuku berkata, “Aku tidak tahu tentang apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah SAW.”
Perhatikan baik-baik wahai pembaca yang budiman sikap yang tidak ingin menonjolkan kepentingan diri sendiri ini. Gambarkan bagaimana keadaan shahabiyah Ummu Rumman dihadapan Rasulullah pada saat-saat yang sensitif dan genting ini. Tapi keputusan Allah sudah ditetapkan dan sudah terukur.

Pembebasan yang Agung dan Kegembiraan yang Besar
Rasulullah SAW masih berada di dekat Aisyah, Setelah sabda beliau usai, suasana menjadi diam hingga beberapa saat. Pada saat itulah turun wahyu yang membawa kesaksian Rabbani bagi Ash-Shiddieqah Aisyah. Maka pada saat itu pula kegembiraan menyelimuti hati Ummu Rumman, ketika Rasulullah menyampaikan wahyu yang baru saja turun, “Wahai Aisyah, demi Allah Azza wa Jalla, Dia telah membebaskan dirimu.”
Semua orang merasa senang karena kesaksian Rabbani yang penuh barakah ini. Dalam suasana yang gembira dan rnenyenangkan pada saat itu, Ummu Rumman tidak melupakan dasar-dasar adab dihadapan Rasulullah SAW. Maka dia memerintahkan putrinva, Aisyah supaya bangkit dan menghampiri beliau, seraya berkata, “Hampirilah beliau!”
Namun Aisyah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghampirinya dan aku tidak akan memuji kecuali kepada Allah Azza Wa Jalla.”
Adapun ayat yang turun pada saat itu adalah:
إن اللذين جاءوا بالإفك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم .....
“Sesungguhnya orang-orang  yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian. Hingga sepuluh ayat berikutnya, An-Nur : 11-20.
Begitulah akhirnya Ummul-Mu’minin keluar dari ujian yang berat ini berkat kesaksian dari Rabbul AIamin, yang sekaligus menunjukkan kebersihan dan kebebasannya dan dosa.

Kehormatan Keluarga Bakriyah yang Suci
Kehidupan yang suci kembali menghiasi hati Ummu Rumman r.a., setelah diselimuti awan berita bohong. Allah telah memuliakan rumah dan keluarga Abu Bakar Ash-Shiddieq, menurunkan Al-Qur’an berkenaan dengan ibu kita, Aisyah, yang senantiasa dibaca hingga hari kebangkitan. Maka mulialah keluarga yang suci ini. Yang demikian itu merupakan balasan yang sepadan bagi orang yang masuk Islam sejak pertama, yang mengorbankan diri dan keluarganya dalam rangka mencari keridhaan Allah dan keridhaan Rasul-Nya. Abu Bakar selalu menjaga kesucian keluarganya lewat perkatannya yang masyhur, “Demi Allah, tidak ada isu yang dikatakan terhadap kami semasa Jahiliyah. Lalu bagaimana mungkin isu itu justru muncul setelah Allah memuliakan kami dengan Islam?”. Cukuplah kemuliaan dan kehormatan bagi Abu Bakar, karena Allah menjadikan dirinya termasuk Ulul-Fadhli.

Wanita yang Baik dan Taat Beragama
Kehidupan Ummu Rumman diwarnai dengan beberapa momen yang lembut dan sentuhan yang diberkahi hingga membuat dirinya termasuk wanita yang taat dan ahli ibadah, yang layak diteladani. Dia senantiasa berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya, disamping tidak keluar dan ketaatan kepada suami.
Ibadahnya juga menonjol, shalatnya benar dan lurus, berkat pengarahan suaminya, Abu Bakar Ash-Shiddieq. Dia meriwayatkan bagaimana Abu Bakar mengajarinya shalat secara benar, dia berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddieq pernah melihatku menyondongkan badan dalam shalat. Maka dia langsung menegurku dengan teguran yang amat keras, hampir-hampir membuatku membatalkan shalat”. Kemudian dia berkata, “Aku pernah mendengar rasulullah bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian berdiri dalam shalatnya, maka hendaklah dia menenangkan anggota-anggota tubuhnya dan janganlah condong seperti condongnya orang Yahudi, karena menenangkan anggota tubuh termasuk kesempurnaan shalat”.
Dalam masalah do’a dan istighfar, Ummu Rumman bersama suaminya menampilkan sosok yang ideal dan praktis. Ali bin Balban Al-Maqdisiy menyebutkan dalarn kitabnya yang berjudul, Tuhfatush-Shadiq fi fadha’il Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia berkata, "Abu Bakar dan Ummu Rumman datang kepada Rasulullah SAW”.
“Apa keperluan kalian berdua?" tanya beliau.
“Wahai Rasulullah, mohonlah ampunan bagi Aisyah, sedang kami menyaksikannya” kata keduanya.
Maka beliau berdo'a “Ya Allah, ampunilah bagi Aisyah binti Abu Bakar dengan ampunan secara dzahir dan batin, yang tidak disusuli dengan dosa.”
Ketika Rasulullah melihat kegembiraan terpancar pada diri mereka berdua karena do’a itu, beliau bersabda, “Do’a ini sengaja kuberikan bagi siapapun yang beriman dari ummatku semenjak aku diutus Allah sebagai rasul hingga hari ini”.
Rasulullah memuliakan Ummu Rumman dan menghormatinya karena dia senantiasa mencari keberuntungan berupa keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dia lebih banyak diamnya jika Rasulullah sedang berbicara dengan putrinya. Pengarang As-Siyrah Al-Halabiyah meriwayatkan bahwa Rasulullah biasa menyebut-nyebut Khadijah dan memuliakan rekan-rekannya sesama wanita. Suatu kali Aisyah berkata kepada beliau, “Sepertinya di dunia ini tidak ada lagi seorang wanita selain Khadijah”.
Perkataannya ini membuat Rasulullah marah. Tiba-tiba Ummu Rurnan berkata, "Apa yang sedang terjadi antara engkau dengan Aisyah? Dia masih muda dan engkau adalah orang yang paling berhak untuk memaafkannya.”
Rasulullah memegang dagu Aisyah seraya berkata, “Bukankah engkau yang mengatakan bahwa di muka bumi ini tidak ada lagi seorang wanita selain Khadilah? Demi Allah dia telah beriman kepadaku ketika kaummu kufur kepadaku dan dari dia pula aku dianugerahi anak, sementara kalian tidak dianugerahinya”.
Begitulah sikap diam Ummu Rumman dihadapan Rasulullah. Sementara beliau tidak mengatakan karena dorongan hawa nafsu, tapi itu merupakan wahyu yang diberikan kepada beliau.

Selamat Tinggal Wahai Ibu Ash-Shiddieqah
lbnu Sa’d rnenyebutkan di dalam kitab Ath-Thabaqaat tentang kematian shahabiyah yang mulia, Ummu Runiman seraya memujinya, dia berkata, “Ummu Rumman adalah seorang wanita shalihah, yang meninggal pada masa Rasulullah pada bulan Dzuihijjah tahun keenam setelah hijrah”.
Kematian Ummu Rumman meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa Rasulullah, begitu pula dalam jiwa putrinya dan sekaligus istri beliau, Aisyah. Tapi Allah memuliakannya dengan kemuliaan yang agung, menjadikannya termasuk orang-orang yang mendapat kebahagiaan, insya Allah. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan memohonkan ampunan baginya.
Diantara inti pengabaran Ummu Rumman, bahwa Rasulullah tidak pernah turun ke liang kubur seorangpun kecuali lima liang kubur, tiga wanita dan dua lelaki, yaitu liang kubur Khadijah Ummul Mukminin di Makkah, dan empat lainnya di Madinah, salah satu diantaranya adalah liang kubur Ummu Rumman r.a di Baqi’. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari Mu selagi Ummu Rumman bertemu dengan-Mu dan rasul-Mu”.
Hal terakhir dalam kehidupan Ummu Rumman adalah do’a Rasulullah. Sungguh itu merupakan penutupan yang paling baik dan do'a yang paling baik pula.

Kabar Gembira Masuk Surga
Firman Allah:
إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات وأخبتوا إلى ربهم أولئك أصحاب الجنة 
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya” ( Hud: 23)
Shahabiyah yang mulia, Ummu Rumman merupakan salah seorang wanita Islam yang meninggalkan jejak tersendiri yang harum dalam sejarah. Dia termasuk para wanita yang pentama-tama masuk Islam dan termasuk golongan wanita yang pertama-tama hijrah, termasuk wanita ahli ibadah dan teguh dalam ketaatan yang berkorban untuk kepentingan Islam.
Ummu Rumman mendapatkan kabar gembira yang besar akan masuk surga, seperti yang diriwayatkan Ibnu Sa’d dengan sanadnya, dari Al-Qasim bin Muhammad ia berkata, Ketika jasad Ummu Rumman dimasukkan kedalam kuburnya, maka Rasulullah bersabda, “Siapa yang suka melihat wanita dan golongan bidadari yang bermata jeli, hendaklah dia melihat Ummu Rumman.”
Tidak dapat diragukan bahwa hadits ini merupakan isyarat tentang kabar gembira baginya sebagai penghuni syurga, karena bidadari yang bermata jeli hanya ada di dalam syurga.

0 komentar:

Post a Comment