ZAINAB BINTI KHUZAIMAH
(UMMUL MASAKIN)
Masuknya Siti
Hafsah, Ummul Mu’minin, putri Umar bin A1 Khattab r.a ke dalam rumah Rasulullah
SAW telah menimbulkan cemburu yang besar dari Siti Aisyah r.a atas dirinya. Dan
sekarang, biduk rumah tangga Rasulullah SAW pun berubah lagi, dengan masuknya
istri yang baru pula, namun atas pertimbangan para istri yang lainnya.
Istri yang
baru itu adalah Zainab Binti Khuzaimah Bin Al Haris Bin Abdullah bin Amru Bin
Abdu Manaf Bin Hilal bin Amir bin Sakshaah dan suku kaum Bani Hilal.
Zainab binti
Khuzaimah adalah seorang wanita yang menarik perawakannya, selalu berbelas
kasihan dan berhati lembut. Dia menjadi istri Rasulullah SAW tidak lama, hanya
kira-kira delapan bulan saja, sehingga dia menemui ajalnya dan meninggal dunia,
ketika itu umurnya hanya mencapai 30 tahun saja, dia dikebumikan di tanah
pekuburan Baqi’. Dia merupakan istri Nabi yang pertama, yang dikubur di Baqi’.
Dia juga merupakan istri Nabi yang kedua yang mati dalam masa hayatnya, sesudah
Siti Khodijah yang telah dikebumikan di Hajun, Makkah.
Barangkali,
oleh karena masa yang dilalui oleh Zainab Binti Khuzaimah di rumah Rasulullah
SAW terlalu singkat, maka kebanyakan dari ahli sejarah tidak begitu
memperhatikan tentang biografinya, akan tetapi dia terkenal dengan beberapa
sifat yang jarang sekali dibicarakan sampai sekarang, meskipun para ahli
sejarah berbeda pendapat tentang sifat-sifat itu, namun dia tetap terkenal
sebagai istri yang murah hati, baik budi, lagi mulia. Dia memiliki sifat belas
kasihan yang luar biasa terhadap kaum fakir dan miskin. Dia kerap memberi
mereka makan, memberi mereka sedekah, serta melindungi mereka dengan kelemah
lembutannya, kesayangannya, dan belas kasihannya, sehingga dia dikenal dengan
julukan “Ummul Masakin” yakni ibu orang-orang miskin.
Zainab binti
Khuzaimah menikah dengan Rasulullah SAW, setelah menjadi janda, suaminya adalah
seorang yang berbangsa Quraisy yang telah mati syahid. Para
ahli sejarah telah berbeda pendapat dalam menentukan siapa suaminya sebelum
menikah dengan Rasulullah SAW, sumber-sumbernya tidak sama, dan ada beberapa
orang yang disebutkan namanya yang pernah menjadi suami Zainab binti Al
Khuzaimah.
Sumber yang
pertama mengatakan, bahwa suaminya adalah At-Tufail bin Al-Haris bin Abdi
Mutholib, sesudah dia meninggal dunia, Zainab dinikahi oleh saudaranya pula,
yaitu Ubaidah bin Al-Haris yang telah mati syahid di pertempuran Badar,
kemudian barulah Nabi SAW, menikah dengan jandanya.
Ada riwayat lain yang
mengatakan, bahwa Zainab adalah istri Abdullah Bin Jahsy yang mati syahid di
pertempuran Uhud.
Riwayat lain
lagi mengatakan, bahwa mula-mula Zainab menikah dengan At-Taufail, lalu
diceraikan oleh At-Taufail, kemudian dinikahi pula oleh saudaranya Ubaidah yang
mati syahid di pertempuran Badar itu.
Demikian pula
para ahli sejarah telah berbeda pendapat dalam hal keturunan ibunya. Ada yang mengatakan,
bahwa ibunya adalah Hindun binti Auf Bin Al-haris bin Hamathah Al Himyariyah.
Ada juga yang menyatakan, bahwa tiada suatu suku Arab yang sangat mulia karena
iparnya daripada Hindun, sebab mereka telah beriparkan Nabi SAW juga Ja’far bin
Abu Thalib, Abu Bakar As Shidiq, Ali bin Abu Thalib.
Para ahli sejarah juga berselisih pendapat tentang lama
berumah tangganya dengan Rasulullah SAW, ada yang mengatakan hanya dua bulan
saja, ada yang mengatakan hingga delapan bulan, pendapat-pendapat itu yang satu
lemah, dan yang lain kuat.
Begitu pula,
mereka berselisih juga tentang bagaimana peminangannya kepada Nabi SAW, ada
yang mengatakan peminangan itu terjadi melalui pamannya yang bernama Qabishah
bin Amru Al-Hilali. Ada
yang mengatakan, bahwa Nabi SAW sendiri telah pergi meminangnya, ketika Zainab
datang menyerahkan perkara pernikahannya kepada Nabi SAW maka Nabi pun menikahi
dengannya.
Yang sudah
pasti, Zainab binti Khuzaimah adalah seorang wanita yang paling lembut pada
zaman jahiliyah dan zaman Islam.
Rasulullah SAW
telah menikahinya pada tahun ketiga Hijriyah, dan dia meninggal dunia pada
tahun yang sama, padahal dia masih muda, usianya tidak lebih dari 30 tahun
saja, masanya yang singkat dalam hidup Rasulullah SAW telah memberikan dia
suatu kedudukan yang tinggi, sebagai seorang istri yang mulia dan luas belas
kasihnya, menyeluruh kemurah hatiannya kepada orang orang miskin kaum muslimin
dan janda- janda mereka. Sifat yang serupa ini tidak mungkin akan terulang lagi
sesudahnya, yang memang sesuai sekali sebagai suatu lambang yang utama bagi
istri-istri Nabi SAW, yang mana Siti Aisyah dan Siti Khadijah tergolong di
antara wanita-wanita yang utama pula.
0 komentar:
Post a Comment