ATIKAH BINTI YAZID BIN MU’AWIYAH
Ketika
Khilafah Bani Umayyah diserahkan kepada Abdul Malik bin Marwan, suatu
pertempuran baru terjadi antara dia dengan dua orang kakak beradik dari
Az-Zubair, yaitu Abdullah dan Mus’ab. Abdul Malik bin Marwan membuat keputusan
untuk menyapu bersih Mus’ab bin Az-Zubair terlebih dahulu, sebelum saudaranya
Abdullah bin Az-Zubair. Dia telah mengutus bala tentaranya setiap tahunnya
untuk memerangi Mus’ab, tetapi selalu tidak berhasil, akhirnya dia memutuskan
untuk memimpin tentaranya sendiri untuk membersihkan Mus’ab hingga ke akarnya.

Ketika Atikah
putus asa untuk menahan kepergian Abdul Malik dia lalu menangis, dan turut
menangis pula semua orang yang ada di sekelilingnya, tetapi Abdul Malik tiada
memperdulikannya, dan terus menuju tentaranya yang sedang menunggu, sambil berkata:
Ketika
pertempuran akan meletup, dia tiada pula menggalakkannya,
Nah itu
kuda! Diatasnya loket mutiara yang menghiaskannya
Dia telah
menghalang, tapi halangannya itu tiada gunanya
Maka
menangislah dia, lalu menangis pula karenanya semua
Pengiringnya.
Atikah terus
menunggu berita di Damsyiq, dan dia seperti duduk di atas bara, sambil
mengingat hari-hari yang manis bersama Abdul Malik, dia berdo’a kepada Allah,
agar Dia memanjangkan baginya hari-hari itu dan tidak rnengejutkannya dengan
suatu musibah atas orang yang dicintainya itu.
Tiada berapa
bulan sesudah itu, datanglah berita tentang kemenangan yang dicapai oleh Abdul
Malik serta tewasnya Mus’ab bin Az-Zubair. Ketika Atikah mengetahui, bahwa
tentara Bani Umayyah sedang dalam perjalanan pulang ke tanah air, dia segera
menyediakan untuk suaminya segala apa yang disukai dan dicintainya.
Atikah binti
Yazid bin Mu’awiyah tergolong antara wanita Bani Umayyah yang tinggi kedudukan
dan martabatnya, datuknya adalah Khalifah bani Umayyah yang pertama, yaitu Mu’awiyah
bin Abu Shofyan, dan ayahnya ialah khalifah yang kedua, yaitu Yazid bin
Mu’awiyah, sedang dia sendiri adalah istri Khalifah Bani Umayyah, yaitu Abdul
Malik bin Marwan, dan dia juga ibu daripada Khalifah Bani Umayyah yang bernama
Yazid bin Abdul Malik.
Disamping
keturunan dan kedudukannya yang tinggi, dia juga seorang wanita yang cantik dan
rupawan, banyak dari kaum lelaki bani Umayyah yang tertarik kepadanya. Abdul
Malik bin Marwan sendiri sangat mencintainya sehingga dia memikat hatinya. Al
hasil tiada seorang wanita yang mendapatkan tempat di hati Abdul Malik dan
kerajaanya seperti Atikah binti Yazid.
Meskipun ada
cinta yang begitu luar biasa antara keduanya, namun pada suatu hari, pernah
terjadi peristiwa yang menggores hati, antara Abdul Malik dengan Atikah,
sehingga hampir memporak-porandakan kehidupan Abdul Malik. Dia merasa kurang
senang mengapa dengan tiba-tiba Atikah mengurung dirinya dari Abdul Malik, dia
coba membujuk Atikah dengan berbagai cara, namun ia enggan menemui Abdul Malik.
Suatu ketika
Abdul Malik membuat suatu rencana dengan seorang lelaki dan pengawalnya,
namanya Umar bin Bilal, orang ini adalah orang kepercayaan keluarga Bani
Umayyah sejak dari masa Muawwiyah. Orang ini kemudian pergi ke pintu bilik
Atikah pura-pura menangis dan meminta Atikah menjadi orang perantara antara
dirinya dengan Abdul Malik, katanya: “Kedua anak saya itu telah berkelahi, lalu
yang satu membunuh saudaranya, maka Khalifah telah memutuskan untuk membunuh
yang satu lagi, jadi aku kini tidak akan mempunyai anak lagi”.
Atikah bimbang
suaminya akan bertindak seperti apa yang dikatakan orang itu kepadanya, karena
itu dia lupa dengan mogoknya, serta melupakan kekurang senangannya terhadap
Abdul Malik, maka dengan segera dia keluar, dan berlari ke tempat dimana Abdul
Malik berada, seraya berkata kepadanya:
“Aku merayu
kepadamu atas nama Allah, wahai Amirul Mukminin! Demi Allah kalaulah bukan
karena si Umar, tentulah aku tidak akan menemuimu di sini, aku tidak datang
kemari melainkan untuk memberitahumu, bahwa salah seorang dari anak si lelaki
itu menganiaya yang lain, lalu membunuhnya. Dan aku dengar kau akan membunuh
yang satu lagi, padahal dia itu sebagai penggantinya, dan ayahnya sendiri telah
memaafkan, anda tentu mengetahui kedudukannya pada Amirul Mukminin Yazid, dan
sekarang orang itu masih berlindung di pintu bilikku sedang berdiri saja”.
Abdul Malik
terus membisu seribu bahasa, sedang Atikah masih membujuk dan merayu, sehingga
dia hampir mencium kakinya, Abdul Malik pun mengampuninya. Pada hari itu
jugalah Abdul Malik dan Atikah telah berdamai. Semua itu dilakukan oleh Abdul
Malik dengan rasa kasih sayang atas Atikah.
Berkata Abdul
Malik kepada Atikah, “Kedua orang anakmu itu sudah baligh, dan kau dapat
berikan kepada mereka sedikit dari warisan ayahmu, niscaya mereka akan
dipandang lebih baik dari saudara saudaranya yang lain”. Maka Atikah pun
meminta suaminya mengumpulkan beberapa orang saksi, setelah semua saksi telah
hadir, dia lalu mengistiharahkan, bahwa dia telah mensedekahkan semua harta
kekayaanya kepada fakir miskin dan suku kaum Sufyan.
Atikah pernah
berkata kepada Rauh bin Zanbak untuk membersihkan perbuatannya, “Apakah kau
rnenyangka aku khawatir bahwa kedua anakku itu akan menjadi miskin, sedang mereka
adalah anak-anak Amirul mukminin?”.
Ketika Abdul
Malik mengetahui hal tersebut, dia lalu marah kepada Atikah karena telah berkata
begitu, tetapi Rauh bin Zanbak segera menengahi dengan berkata: “Sabarlah,
wahai Amirul Mukminin! Demi Allah, mungkin apa yang dilakukannya kepada kedua
orang anaknya itu adalah lebih baik dari hartanya”.
Namanya
dikenal, di bumi Atikah di luar pintu Al-Jabiyah di Damsyiq, dia mempunyai
suatu istana di atas tanah itu, dimana di situlah Khalifah Abdul Malik bin
Marwan meninggal dunia. Dia juga pernah meriwayatkan hadist syarif, usianya
lanjut, sehingga sempat menyaksikan pembunuhan atas anaknya, yaitu Al-Walid bin
Yazid.
0 komentar:
Post a Comment