ADS

Saturday, 9 January 2016

ATIKAH BINTI YAZID BIN MU’AWIYAH



ATIKAH BINTI YAZID BIN MU’AWIYAH


Ketika Khilafah Bani Umayyah diserahkan kepada Abdul Malik bin Marwan, suatu pertempuran baru terjadi antara dia dengan dua orang kakak beradik dari Az-Zubair, yaitu Abdullah dan Mus’ab. Abdul Malik bin Marwan membuat keputusan untuk menyapu bersih Mus’ab bin Az-Zubair terlebih dahulu, sebelum saudaranya Abdullah bin Az-Zubair. Dia telah mengutus bala tentaranya setiap tahunnya untuk memerangi Mus’ab, tetapi selalu tidak berhasil, akhirnya dia memutuskan untuk memimpin tentaranya sendiri untuk membersihkan Mus’ab hingga ke akarnya.
Orang-orang yang dekat dengan Khalifah Abdul Malik telah menasehatinya supaya dia tidak keluar memimpin sendiri tentaranya ke medan perang, tetapi Abdul Malik menolak nasihat itu. Dan diantara orang-orang yang menganjurkan agar tidak keluar ialah istrinya sendiri, yaitu Atikah binti Yazid bin Mu’awiyah, Atikah khawatir bila terjadi suatu bencana yang tidak terduga atas suaminya, dia mengusulkan untuk mencari penggantinya dalam memimpin tentara itu, tetapi usahanya sia-sia, karena suaminya tidak mau mendengar usulnya itu, dia berkata kepada istrinya: “Jika aku mengerahkan sekalian penduduk Syam ke medan perang dan Mus’ab mengetahui bahwa aku tiada bersama mereka, niscaya tentara itu akan binasa keseluruhannya”.
Ketika Atikah putus asa untuk menahan kepergian Abdul Malik dia lalu menangis, dan turut menangis pula semua orang yang ada di sekelilingnya, tetapi Abdul Malik tiada memperdulikannya, dan terus menuju tentaranya yang sedang menunggu, sambil berkata:
Ketika pertempuran akan meletup, dia tiada pula menggalakkannya,
Nah itu kuda! Diatasnya loket mutiara yang menghiaskannya
Dia telah menghalang, tapi halangannya itu tiada gunanya
Maka menangislah dia, lalu menangis pula karenanya semua
Pengiringnya.
Atikah terus menunggu berita di Damsyiq, dan dia seperti duduk di atas bara, sambil mengingat hari-hari yang manis bersama Abdul Malik, dia berdo’a kepada Allah, agar Dia memanjangkan baginya hari-hari itu dan tidak rnengejutkannya dengan suatu musibah atas orang yang dicintainya itu.
Tiada berapa bulan sesudah itu, datanglah berita tentang kemenangan yang dicapai oleh Abdul Malik serta tewasnya Mus’ab bin Az-Zubair. Ketika Atikah mengetahui, bahwa tentara Bani Umayyah sedang dalam perjalanan pulang ke tanah air, dia segera menyediakan untuk suaminya segala apa yang disukai dan dicintainya.
Atikah binti Yazid bin Mu’awiyah tergolong antara wanita Bani Umayyah yang tinggi kedudukan dan martabatnya, datuknya adalah Khalifah bani Umayyah yang pertama, yaitu Mu’awiyah bin Abu Shofyan, dan ayahnya ialah khalifah yang kedua, yaitu Yazid bin Mu’awiyah, sedang dia sendiri adalah istri Khalifah Bani Umayyah, yaitu Abdul Malik bin Marwan, dan dia juga ibu daripada Khalifah Bani Umayyah yang bernama Yazid bin Abdul Malik.
Disamping keturunan dan kedudukannya yang tinggi, dia juga seorang wanita yang cantik dan rupawan, banyak dari kaum lelaki bani Umayyah yang tertarik kepadanya. Abdul Malik bin Marwan sendiri sangat mencintainya sehingga dia memikat hatinya. Al hasil tiada seorang wanita yang mendapatkan tempat di hati Abdul Malik dan kerajaanya seperti Atikah binti Yazid.
Meskipun ada cinta yang begitu luar biasa antara keduanya, namun pada suatu hari, pernah terjadi peristiwa yang menggores hati, antara Abdul Malik dengan Atikah, sehingga hampir memporak-porandakan kehidupan Abdul Malik. Dia merasa kurang senang mengapa dengan tiba-tiba Atikah mengurung dirinya dari Abdul Malik, dia coba membujuk Atikah dengan berbagai cara, namun ia enggan menemui Abdul Malik.
Suatu ketika Abdul Malik membuat suatu rencana dengan seorang lelaki dan pengawalnya, namanya Umar bin Bilal, orang ini adalah orang kepercayaan keluarga Bani Umayyah sejak dari masa Muawwiyah. Orang ini kemudian pergi ke pintu bilik Atikah pura-pura menangis dan meminta Atikah menjadi orang perantara antara dirinya dengan Abdul Malik, katanya: “Kedua anak saya itu telah berkelahi, lalu yang satu membunuh saudaranya, maka Khalifah telah memutuskan untuk membunuh yang satu lagi, jadi aku kini tidak akan mempunyai anak lagi”.
Atikah bimbang suaminya akan bertindak seperti apa yang dikatakan orang itu kepadanya, karena itu dia lupa dengan mogoknya, serta melupakan kekurang senangannya terhadap Abdul Malik, maka dengan segera dia keluar, dan berlari ke tempat dimana Abdul Malik berada, seraya berkata kepadanya:
“Aku merayu kepadamu atas nama Allah, wahai Amirul Mukminin! Demi Allah kalaulah bukan karena si Umar, tentulah aku tidak akan menemuimu di sini, aku tidak datang kemari melainkan untuk memberitahumu, bahwa salah seorang dari anak si lelaki itu menganiaya yang lain, lalu membunuhnya. Dan aku dengar kau akan membunuh yang satu lagi, padahal dia itu sebagai penggantinya, dan ayahnya sendiri telah memaafkan, anda tentu mengetahui kedudukannya pada Amirul Mukminin Yazid, dan sekarang orang itu masih berlindung di pintu bilikku sedang berdiri saja”.
Abdul Malik terus membisu seribu bahasa, sedang Atikah masih membujuk dan merayu, sehingga dia hampir mencium kakinya, Abdul Malik pun mengampuninya. Pada hari itu jugalah Abdul Malik dan Atikah telah berdamai. Semua itu dilakukan oleh Abdul Malik dengan rasa kasih sayang atas Atikah.
Berkata Abdul Malik kepada Atikah, “Kedua orang anakmu itu sudah baligh, dan kau dapat berikan kepada mereka sedikit dari warisan ayahmu, niscaya mereka akan dipandang lebih baik dari saudara saudaranya yang lain”. Maka Atikah pun meminta suaminya mengumpulkan beberapa orang saksi, setelah semua saksi telah hadir, dia lalu mengistiharahkan, bahwa dia telah mensedekahkan semua harta kekayaanya kepada fakir miskin dan suku kaum Sufyan.
Atikah pernah berkata kepada Rauh bin Zanbak untuk membersihkan perbuatannya, “Apakah kau rnenyangka aku khawatir bahwa kedua anakku itu akan menjadi miskin, sedang mereka adalah anak-anak Amirul mukminin?”.
Ketika Abdul Malik mengetahui hal tersebut, dia lalu marah kepada Atikah karena telah berkata begitu, tetapi Rauh bin Zanbak segera menengahi dengan berkata: “Sabarlah, wahai Amirul Mukminin! Demi Allah, mungkin apa yang dilakukannya kepada kedua orang anaknya itu adalah lebih baik dari hartanya”.
Namanya dikenal, di bumi Atikah di luar pintu Al-Jabiyah di Damsyiq, dia mempunyai suatu istana di atas tanah itu, dimana di situlah Khalifah Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia. Dia juga pernah meriwayatkan hadist syarif, usianya lanjut, sehingga sempat menyaksikan pembunuhan atas anaknya, yaitu Al-Walid bin Yazid.

0 komentar:

Post a Comment