ATIKAH BINTI KHALID
Atikah binti
Khalid Al-Khuzaiyah terkenal dengan nama Ummi Ma’bad. Dia dicatat dalam sejarah
Islam karena kefasihannya dan kebijakannya dalam menceritakan sifat Nabi SAW,
sampai ada orang yang mengatakan bahwa tiada seorangpun yang bisa menceritakan
baginda Nabi SAW dengan halus dan bagus, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi
Ma’bad, ini menunjukkan suatu bukti tentang kepintaran dan kecerdasan akalnya,
dan juga suatu dalil bahwa wanita Arab itu ada yang cerdik dan tinggi tingkat
pemikiran dan sastranya.
Jika kita
kembali kepada lembaran sejarah Makkah sebelum Hijrah, kita akan dapatkan kaum
musyrikin, yang diwakili oleh Abu Jahal memilih dari tiap-tiap kabilah seorang
pemuda, agar mereka menyerang Muhammad dan memukulnya dengan serentak agar
darahnya mengalir di tangan seluruh kabilah yang mengambil bagian itu.
Sebab itu Nabi
SAW memutuskan segera berhijrah, dan baginda pun keluar bersama Abu Bakar dan
bersembunyi lebih dahulu di gua Hira’ di gunung Tsur. Mereka menetap di sana selama tiga hari
sebelum mereka berangkat menuju ke Madinah. Mereka kemudian mengajak dua orang
lain untuk menemani mereka pergi dari gua itu ke Madinah, yaitu Amir bin
Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqith. Sesudah itu, kaum Quraisy mengetahui
tentang perjalanan mereka, lalu mereka mengejar tanpa bisa mengikuti lagi jejak
perjalanan mereka.
Kafilah nabi
SAW pun mengarungi padang
pasir dan gunung-gunung menempuh ribut taufan pasir dan fatamorgana Sahara yang jauh. Mereka tidak membawa makanan yang
cukup.
Pada suatu hari
matahari sedang tegak di tengah-tengah langit di waktu tengah hari yang terik,
sedang pasir sahara dan batu-batu kerikilnya hampir meletupkan percikan panas,
tiba-tiba Rasulullah melihat sebuah kemah dari jauh, tegak di atas pasir di
pinggir lalu lintas perjalanan kafilah. Dengan segera rombongan nabi SAW itu
menuju ke arahnya untuk mencari sedikit makanan dan berteduh dari terik panas
yang membakar itu. Takdir telah menentukan, bahwa kemah yang tercampak di
tengah-tengah padang
pasir itu adalah kemah Ummi Ma’bad. Sebenarnya Ummi Ma’bad telah memasangkan
kemahnya di situ dan duduk bersama suaminya untuk menerima tamu dan mendapat
sedikit jamuan dari mereka.
Ketika
rombongan nabi SAW sampai di situ, Ummi Ma’bad sedang sendirian. Kebetulan
sekali suaminya baru saja keluar untuk menggembala kambingnya di lembah-lembah
yang berdekatan. Dia telah meninggalkan istrinya di kemah itu untuk menyambut
tamu dari para kafilah yang lalu lalang di situ.
Rombongan nabi
sampai di kemahnya, dan mereka benar-benar sedang lapar sekali. Mereka mau
membeli dari Ummi Ma’bad daging dan korma, akan tetapi Ummi Ma’bad tidak punya
apa-apa, Ummi Ma’bad sedang dalam kesulitan pada saat itu.
Rasulullah SAW
melihat ada seekor kambing yang kurus di sisi kemah, baginda nabi SAW lalu bertanya
pada Ummi Ma’bad, “Apakah kambing ini ada air susunya?”.
Ummi Ma’bad,
“Dia terlalu kurus, dan lemah, bagaimana ada susunya?!?!”
Ummi Ma’bad
menjawab, “Demi ayah dan ibuku, jika kau fikir dia ada susu, maka peraslah!”.
Bagindapun
mendekati kambing itu, lalu mengusap-usap teteknya seraya berdo’a sesuatu,
kemudian baginda membaca Bismillah, maka kambing itu memancurkan air susu.
Baginda meminta mangkok dan memeras memenuhi mangkok itu, dan memberikannya
kepada Ummi Ma’bad, kemudian kepada sahabat-sahabatnya. Setelah mereka semuanya
kenyang, barulah baginda meminumnya pula, kemudian baginda memeras lagi
semangkok, sehingga penuh dan memberikannya kepada Ummi Ma’bad sebagai
bekalnya. Selepas itu, rombongan nabi SAW mengucapkan terima kasih, dan selamat
tinggal, lalu berangkat menuju ke arah Yatsrib, yakni Madinah.
Tidak lama
sesudah itu, suami Ummi Ma’bad kembali membawa kambing-kambingnya yang
kurus-kurus, karena kekurangan makanan. Ketika dia masuk ke dalam kemahnya,
dilihatnya semangkok susu, dia merasa heran sekali melihat susu itu. Dari mana
Ummi Ma’bad mendapatkan susu ini?. Dia memeras susu kambing yang mana?,
Setahunya, tiada seekor kambingpun yang dapat mengeluarkan susu. Semuanya
kurang makan.
Ummi Ma’bad
melihat wajah suaminya yang terheran-heran, dia ketawa. Lalu menceritakan
rombongan Quraisy yang baru berlalu, dia juga merasa heran sekali, ada orang
yang sangat diberkati tangannya, dialah yang memeras susu kambing itu, dan
diberikannya kami semangkok, sesudah saya dan mereka sekalian minum susu kambing
itu dengan puasnya.
Abu Ma’bad
atau suaminya makin heran lagi, katanya: “coba kau terangkan lagi paras orang
itu, wahai Ummi Ma’bad!?!”
Dia seorang
yang bersih dan cerah, mukanya sangat bercahaya, kelakuannya sangat baik,
rupanya sangat cantik, matanya hitam, bulu keningnva lebat, suaranya garau,
tengkuknya panjang, janggutnya lebat, warna kulitnya merah, bercelak, betisnya
panjang, jika dia berdiam diri dia tenang, jika dia bercakap dia kelihatan
tinggi dan cemerlang, dia adalah seorang yang amat rupawan, cerah kelihatan
dari jauh, dan manis bagus kelihatan dari dekat, pendeknya dia seorang yang
sempurna, dia mempunyai teman-teman yang sangat sayang kepadanya, jika dia
berkata semua mendengarnya, jika dia menyuruh mereka segera akan menuruti
perintahnya”, Ummi Ma’bad mensifatkan nabi SAW.
Tatkala Abu
Ma’bad mendengar sifat-sifat nabi SAW, dia lalu berkata:
“Demi Allah
dia itu si orang Quraisy yang disebutkan cerita-ceritanya di Mekkah, memang aku
bercita-cita untuk mengikutinya, dan jika aku ada peluang untuk menurutnya, aku
akan lakukan”.
Setelah Ummi
Ma’bad mendengar ucapan suaminya itu, diapun segera pergi ke dalam kemah,
menyiapkan barang-barangnya. Tidak berapa lama sesudah itu, Ummi Ma’bad dan Abu
Ma’bad pergi ke Madinah, mereka memeluk Islam disana, serta memberikan
bai’atnya kepada nabi Muhammad SAW.
Ummi Ma’bad
memasuki sejarah Islam dari sebab kefasihannya, dan sangat halus caranya
berbicara tentang nabi SAW yang sampai sekarang masih dihafal orang.
Ada sebuah riwayat
mengatakan, bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib karramullahu-wajhah pernah
ditanya, “Mengapa tiada seorangpun yang dapat berbicara tentang nabi SAW,
sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi Ma’bad?”.
Jawab Ali, “Sebab kaum wanita senantiasa menceritakan
seseorang dengan perasaannya, maka dia mendapati semua di dalam
sifat-sifatnya”.
0 komentar:
Post a Comment