ADS

Friday, 8 January 2016

ATIKAH BINTI KHALID



ATIKAH BINTI KHALID



Atikah binti Khalid Al-Khuzaiyah terkenal dengan nama Ummi Ma’bad. Dia dicatat dalam sejarah Islam karena kefasihannya dan kebijakannya dalam menceritakan sifat Nabi SAW, sampai ada orang yang mengatakan bahwa tiada seorangpun yang bisa menceritakan baginda Nabi SAW dengan halus dan bagus, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi Ma’bad, ini menunjukkan suatu bukti tentang kepintaran dan kecerdasan akalnya, dan juga suatu dalil bahwa wanita Arab itu ada yang cerdik dan tinggi tingkat pemikiran dan sastranya.
Jika kita kembali kepada lembaran sejarah Makkah sebelum Hijrah, kita akan dapatkan kaum musyrikin, yang diwakili oleh Abu Jahal memilih dari tiap-tiap kabilah seorang pemuda, agar mereka menyerang Muhammad dan memukulnya dengan serentak agar darahnya mengalir di tangan seluruh kabilah yang mengambil bagian itu.
Sebab itu Nabi SAW memutuskan segera berhijrah, dan baginda pun keluar bersama Abu Bakar dan bersembunyi lebih dahulu di gua Hira’ di gunung Tsur. Mereka menetap di sana selama tiga hari sebelum mereka berangkat menuju ke Madinah. Mereka kemudian mengajak dua orang lain untuk menemani mereka pergi dari gua itu ke Madinah, yaitu Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqith. Sesudah itu, kaum Quraisy mengetahui tentang perjalanan mereka, lalu mereka mengejar tanpa bisa mengikuti lagi jejak perjalanan mereka.
Kafilah nabi SAW pun mengarungi padang pasir dan gunung-gunung menempuh ribut taufan pasir dan fatamorgana Sahara yang jauh. Mereka tidak membawa makanan yang cukup.
Pada suatu hari matahari sedang tegak di tengah-tengah langit di waktu tengah hari yang terik, sedang pasir sahara dan batu-batu kerikilnya hampir meletupkan percikan panas, tiba-tiba Rasulullah melihat sebuah kemah dari jauh, tegak di atas pasir di pinggir lalu lintas perjalanan kafilah. Dengan segera rombongan nabi SAW itu menuju ke arahnya untuk mencari sedikit makanan dan berteduh dari terik panas yang membakar itu. Takdir telah menentukan, bahwa kemah yang tercampak di tengah-tengah padang pasir itu adalah kemah Ummi Ma’bad. Sebenarnya Ummi Ma’bad telah memasangkan kemahnya di situ dan duduk bersama suaminya untuk menerima tamu dan mendapat sedikit jamuan dari mereka.
Ketika rombongan nabi SAW sampai di situ, Ummi Ma’bad sedang sendirian. Kebetulan sekali suaminya baru saja keluar untuk menggembala kambingnya di lembah-lembah yang berdekatan. Dia telah meninggalkan istrinya di kemah itu untuk menyambut tamu dari para kafilah yang lalu lalang di situ.
Rombongan nabi sampai di kemahnya, dan mereka benar-benar sedang lapar sekali. Mereka mau membeli dari Ummi Ma’bad daging dan korma, akan tetapi Ummi Ma’bad tidak punya apa-apa, Ummi Ma’bad sedang dalam kesulitan pada saat itu.
Rasulullah SAW melihat ada seekor kambing yang kurus di sisi kemah, baginda nabi SAW lalu bertanya pada Ummi Ma’bad, “Apakah kambing ini ada air susunya?”.
Ummi Ma’bad, “Dia terlalu kurus, dan lemah, bagaimana ada susunya?!?!”
Ummi Ma’bad menjawab, “Demi ayah dan ibuku, jika kau fikir dia ada susu, maka peraslah!”.
Bagindapun mendekati kambing itu, lalu mengusap-usap teteknya seraya berdo’a sesuatu, kemudian baginda membaca Bismillah, maka kambing itu memancurkan air susu. Baginda meminta mangkok dan memeras memenuhi mangkok itu, dan memberikannya kepada Ummi Ma’bad, kemudian kepada sahabat-sahabatnya. Setelah mereka semuanya kenyang, barulah baginda meminumnya pula, kemudian baginda memeras lagi semangkok, sehingga penuh dan memberikannya kepada Ummi Ma’bad sebagai bekalnya. Selepas itu, rombongan nabi SAW mengucapkan terima kasih, dan selamat tinggal, lalu berangkat menuju ke arah Yatsrib, yakni Madinah.
Tidak lama sesudah itu, suami Ummi Ma’bad kembali membawa kambing-kambingnya yang kurus-kurus, karena kekurangan makanan. Ketika dia masuk ke dalam kemahnya, dilihatnya semangkok susu, dia merasa heran sekali melihat susu itu. Dari mana Ummi Ma’bad mendapatkan susu ini?. Dia memeras susu kambing yang mana?, Setahunya, tiada seekor kambingpun yang dapat mengeluarkan susu. Semuanya kurang makan.
Ummi Ma’bad melihat wajah suaminya yang terheran-heran, dia ketawa. Lalu menceritakan rombongan Quraisy yang baru berlalu, dia juga merasa heran sekali, ada orang yang sangat diberkati tangannya, dialah yang memeras susu kambing itu, dan diberikannya kami semangkok, sesudah saya dan mereka sekalian minum susu kambing itu dengan puasnya.
Abu Ma’bad atau suaminya makin heran lagi, katanya: “coba kau terangkan lagi paras orang itu, wahai Ummi Ma’bad!?!”
Dia seorang yang bersih dan cerah, mukanya sangat bercahaya, kelakuannya sangat baik, rupanya sangat cantik, matanya hitam, bulu keningnva lebat, suaranya garau, tengkuknya panjang, janggutnya lebat, warna kulitnya merah, bercelak, betisnya panjang, jika dia berdiam diri dia tenang, jika dia bercakap dia kelihatan tinggi dan cemerlang, dia adalah seorang yang amat rupawan, cerah kelihatan dari jauh, dan manis bagus kelihatan dari dekat, pendeknya dia seorang yang sempurna, dia mempunyai teman-teman yang sangat sayang kepadanya, jika dia berkata semua mendengarnya, jika dia menyuruh mereka segera akan menuruti perintahnya”, Ummi Ma’bad mensifatkan nabi SAW.
Tatkala Abu Ma’bad mendengar sifat-sifat nabi SAW, dia lalu berkata:
“Demi Allah dia itu si orang Quraisy yang disebutkan cerita-ceritanya di Mekkah, memang aku bercita-cita untuk mengikutinya, dan jika aku ada peluang untuk menurutnya, aku akan lakukan”.
Setelah Ummi Ma’bad mendengar ucapan suaminya itu, diapun segera pergi ke dalam kemah, menyiapkan barang-barangnya. Tidak berapa lama sesudah itu, Ummi Ma’bad dan Abu Ma’bad pergi ke Madinah, mereka memeluk Islam disana, serta memberikan bai’atnya kepada nabi Muhammad SAW.
Ummi Ma’bad memasuki sejarah Islam dari sebab kefasihannya, dan sangat halus caranya berbicara tentang nabi SAW yang sampai sekarang masih dihafal orang.
Ada sebuah riwayat mengatakan, bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib karramullahu-wajhah pernah ditanya, “Mengapa tiada seorangpun yang dapat berbicara tentang nabi SAW, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi Ma’bad?”.
Jawab Ali, “Sebab kaum wanita senantiasa menceritakan seseorang dengan perasaannya, maka dia mendapati semua di dalam sifat-sifatnya”.

0 komentar:

Post a Comment