ADS

Wednesday, 6 January 2016

ASMA’ BINTI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ



ASMA’ BINTI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Seorang putri sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddieq yang telah menyaksikan berbagai peristiwa besar dalam Islam, adalah Asma’ binti Abu bakar Ash-Shiddieq. Asma telah dilahirkan 27 tahun sebelum hijrah Dan wafat pada tahun 73 sesudah hijrah. Yakni, dia telah hidup selama satu abad genap dari masa rezim jahiliyah hingga ke zaman pemerintahan Bani Umayyah.
Berbagai insiden dan peristiwa dalam Islam yang telah dialami dari sejak detik-detik pertama sampai wafatnya Rasulullah SAW, zaman Khulafaur Rosyidin satu demi satu dan kemudian dia telah merasakan juga berbagai perubahan ketika pemerintahan khilafah berpindah kepada kekuasaan Bani Umayyah.
Asma binti Abu Bakar terkenal di dalam sejarah Islam dari sejak tali pinggangnya ia belah menjadi dua untuk Rasulullah SAW dan oleh karena itu dia terkenal dengan sebutan “Dzatin Tithaqaini”, yakni yang memnpunyai dua belahan tali pinggang.
Pada suatu malam Nabi SAW datang ke rumah Abu Bakar untuk memberitahukan tentang keputusannya untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), dan agar dia bersiap sedia. Abu Bakar memberitahu bahwa beliau mempunyai pengikut-pengikut di luar kota Makkah. Dan bahwasanya jika Nabi keluar dari Makkah, mereka bersedia untuk menerimanya, membantunya, dan menolongnya untuk memerangi kaum Quraisy.
Setelah mendengar rencana ini, kabilah-kabilah terbesar dari orang Quraisy berkumpul untuk membincangkan masalah ini. Abu Jahal telah menganjurkan supaya setiap kabilah dari mereka memilih seorang anak mudanya, kemudian anak muda ini semuanya bersatu untuk menyerang Muhammad dan membunuhnya, dan darah Muhammad akan ditanggung oleh semua kabilah-kabilah itu. Keluarga Muhammad dan kabilahnya nantinya tidak akan mampu untuk menuntut balas kepada semua kabilah-kabilah tadi. Jadi mereka terpaksa menerima diyatnya saja.
Bagaimana halusnya rancangan manusia, akan tetapi Allah Maha Kuasa dan Berkehendak. Pada malam pemuda-pemuda Quraisy itu berkumpul untuk membunuh nabi, mereka mengepung rumah baginda, tetapi Allah mendatangkan angin dingin yang menyebabkan mereka sekalian terlena dan tertidur. Nabi keluar dari rumah itu tanpa disadari oleh seorangpun dari mereka.
Begitulah, Rasulullah dan sahahat akrabnya, Abu Bakar keluar pada malam itu dari kota Makkah menuju ke sebuah gua di gunung Tsur. Mereka masuk ke dalam gua itu untuk bersembunyi selama beberapa hari. Pagi itu, kaum Quraisy mengetahui bahwa Muhammad telah tertepas dari kepungan mereka. Maka kaum Quraisy telah membentuk pasukan untuk mengejar baginda dan mencarinya di berbagai tempat. Mereka telah sampai di gua Tsur, dan mereka hampir menyingkap tempat persembunyian Nabi tersebut, kalaulah tidak karena Allah mentakdirkan laba-laba secara terus menerus datang dan membuat sarangnya di pintu gua itu. Kemudian datang pula seekor burung merpati, lalu bertelur dijaring laba-laba itu.
Kaum Musyrikin mengamati jaring laba-laba itu, lalu mereka mengatakan dalam hati mereka, andaikata ada yang masuk ke dalam gua ini, tentu saja jaring-jaring ini akan terputus-putus, dan telur burung ini akan terjatuh. Tempat ini telah ditinggalkan orang begitu lama, dan tak mungkin ada orang yang mau masuk ke sini. Mereka lalu kembali ke tempat semula. Demikianlah Allah telah melindungi nabi-Nya dari bahaya kaum Musyrikin.
Pada petangnya, Asma’ binti Abu Bakar sendirian datang ke tempat persembunyian itu, ia membawa makanan dan minuman untuk Nabi dan ayahnya. Dia keluar dari kota dengan hati-hati, supaya tiada terlihat oleh orang, atau dibuntuti dari belakang.
Pada malam ketiga, Asma’ datang lagi dengan membawa penunjuk jalan, yaitu Abdullah bin Uraiqith Al-Bakri. Nabi SAW bersama sahabatnya pun keluar dari gua itu untuk berangkat. Asma’ membawa bungkusan makanan, karena dia tidak dapat tali untuk mengikainya pada unta, maka dia pun menbuka tali ikat pinggangnya lalu dikoyakkannya menjadi dua, yang satu dijadikan ikat makanan kepada unta, dan yang lain diikatkan pada pinggangnya. Dan sejak itulah ia telah terkenal dengan panggilan “yang mempunyai dua tali ikat pinggang”.
Belum sempat Asma kembali ke rumahnya dan mengetuk pintu rumahnya, tiba-tiba beberapa orang dari kaum Quraisy diketuai oleh Abu Jahal sudah berada di belakangnya. Asma’ ditanya dengan berbagai persoalan tetapi dia tetap menjawab “tidak tahu” saja.
“Dimana ayahmu?” tanya Abu Jahal.
“Aku tak tahu” jawab Asma’ pendek saja.
Ketika Asma’ terus menjawab tidak tahu, Abu Jahal marah. Dia lalu menempeleng Asma’ dengan tangannya yang kasar. Lantaran tempelengan itu terlalu kuat, hingga anting-antingnya tercabut dari telinganya. Rasa sakit itu terus dirasakan oleh Asma’ sampai beberapa hari, yang menyebahkan dia tidak melupakannya seumur hidupnya.
Asma’ telah memeluk Islam bersama-sama orang yang pertama memeluk Islam. Dia orang yang ke delapan belas diantara orang-orang yang pertama memeluk Islam.
Usia Asma’ delapan tahun lebih tua dari Siti Aisyah r.a. Asma’ telah menikah dengan Az-Zubair bin Al-Awwam. Suaminya Az-Zubair telah terbunuh di dalam pertempuran Jamal.
Asma’ binti Abu Bakar adalah seorang wanita yang mempunyai kedudukan menonjol. Dia seorang penyair dan sastrawan yang mempunyai bakat luar biasa dalam ilmu Balaghoh dan Mantiq. Dia juga murah hati, mempunyai kemauan yang kuat, kemuliaan diri dan keberanian yang nyata.
Ada sebuah riwayat yang mengatakan, bahwa Abdullab bin Az-Zubair pernah menemui ibunya Asma’, dan ketika itu dia telah berusia 100 tahun dan matanya buta. Berkata Abdullah:
“Wahai ibuku! Banyak orang telah mengecewakan aku. Sampai anakku sendiri dan istriku telah melupakan aku. Aku tidak punya pendukung, kecuali beberapa orang saja”, Abdullah sangat sedih sekali.
“Engkau, wahai anakku, tentulah lebih tahu tentang dirimu sendiri”, kata ibu Asma’ memberikan nasehat kepada Abdullah. “Kalau engkau yakin bahwa engkau dalam kebenaran dan kepada kebenaran engkau menyeru, maka teruskanlah. Sahabat-sahabatmu juga telah terbunuh atas kebenaran ini. Jangan engkau jadikan batang-batang lehermu dipermainkan oleh anak Bani Umayyah. Tetapi jika engkau hanya menginginkan harta benda duniawi saja, maka engkaulah seburuk buruk hamba. Engkau telah menghancurkan dirimu, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang terbunuh bersamamu. Dan kiranya engkau dalam kebenaran, dan apabila sahabat-sahabatmu menghadapi kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah pula? Demi Allah, sesungguhnya hal ini bukanlah sikap orang yang merdeka, dan bukan pula sikap orang ahli agama. Berapa lamakah engkau akan tinggal di dunia ini wahai anakku?. Maka kematian lebih baik bagimu!”.
Abdullah bin Az-Zubair merasa tenang setelah mendengar kata-kata ibunya itu. Dia lalu datang kepada asma’ dan mencium kepalanya, sambil berkata:
“Demi Allah!, inilah pendapatku. Akan tetapi aku ingin mengambil fikiran daripadamu, dan kini engkau telah menambahkan aku keteguhan hati di atas keteguhan yang telah ada padaku. Ingatlah wahai ibuku! Kiranya aku ini sudah mati dari hari ini, dan aku harap engkau tidak terlalu sedih bila mendengar beritaku nanti, dan serahkanlah perkara itu kepada Allah!”. Abdullah memberikan kata selamat tinggal kepada ibunya.
“Benar katamu wahai anakku!” kata ibu Asma lagi, seolah-olah dia memberi semangat kepada anaknya supaya jangan mati pengecut. “Cukupkanlah keteguhan hatimu itu, dan kemarilah, aku ingin mengucapkan selamat jalan kepadamu”.
Abdullah datang menghampirinya, Ibu Asma’ lalu memeluknya dan menciumnya untuk yang terakhir kalinya. Abdullah pun keluar ke medan perang dan terus-menerus berjuang hingga terbunuh.

0 komentar:

Post a Comment