ASMA’ BINTI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
Seorang putri
sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddieq yang telah menyaksikan berbagai
peristiwa besar dalam Islam, adalah Asma’ binti Abu bakar Ash-Shiddieq. Asma
telah dilahirkan 27 tahun sebelum hijrah Dan wafat pada tahun 73 sesudah
hijrah. Yakni, dia telah hidup selama satu abad genap dari masa rezim jahiliyah
hingga ke zaman pemerintahan Bani Umayyah.
Berbagai
insiden dan peristiwa dalam Islam yang telah dialami dari sejak detik-detik
pertama sampai wafatnya Rasulullah SAW, zaman Khulafaur Rosyidin satu demi satu
dan kemudian dia telah merasakan juga berbagai perubahan ketika pemerintahan
khilafah berpindah kepada kekuasaan Bani Umayyah.
Asma binti Abu
Bakar terkenal di dalam sejarah Islam dari sejak tali pinggangnya ia belah
menjadi dua untuk Rasulullah SAW dan oleh karena itu dia terkenal dengan
sebutan “Dzatin Tithaqaini”, yakni yang memnpunyai dua belahan tali
pinggang.
Pada suatu
malam Nabi SAW datang ke rumah Abu Bakar untuk memberitahukan tentang keputusannya
untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), dan agar dia bersiap sedia. Abu Bakar
memberitahu bahwa beliau mempunyai pengikut-pengikut di luar kota Makkah. Dan bahwasanya jika Nabi keluar
dari Makkah, mereka bersedia untuk menerimanya, membantunya, dan menolongnya
untuk memerangi kaum Quraisy.
Setelah
mendengar rencana ini, kabilah-kabilah terbesar dari orang Quraisy berkumpul
untuk membincangkan masalah ini. Abu Jahal telah menganjurkan supaya setiap
kabilah dari mereka memilih seorang anak mudanya, kemudian anak muda ini
semuanya bersatu untuk menyerang Muhammad dan membunuhnya, dan darah Muhammad
akan ditanggung oleh semua kabilah-kabilah itu. Keluarga Muhammad dan
kabilahnya nantinya tidak akan mampu untuk menuntut balas kepada semua
kabilah-kabilah tadi. Jadi mereka terpaksa menerima diyatnya saja.
Bagaimana
halusnya rancangan manusia, akan tetapi Allah Maha Kuasa dan Berkehendak. Pada
malam pemuda-pemuda Quraisy itu berkumpul untuk membunuh nabi, mereka mengepung
rumah baginda, tetapi Allah mendatangkan angin dingin yang menyebabkan mereka
sekalian terlena dan tertidur. Nabi keluar dari rumah itu tanpa disadari oleh
seorangpun dari mereka.
Begitulah,
Rasulullah dan sahahat akrabnya, Abu Bakar keluar pada malam itu dari kota Makkah menuju ke
sebuah gua di gunung Tsur. Mereka masuk ke dalam gua itu untuk bersembunyi
selama beberapa hari. Pagi itu, kaum Quraisy mengetahui bahwa Muhammad telah
tertepas dari kepungan mereka. Maka kaum Quraisy telah membentuk pasukan untuk
mengejar baginda dan mencarinya di berbagai tempat. Mereka telah sampai di gua
Tsur, dan mereka hampir menyingkap tempat persembunyian Nabi tersebut, kalaulah
tidak karena Allah mentakdirkan laba-laba secara terus menerus datang dan
membuat sarangnya di pintu gua itu. Kemudian datang pula seekor burung merpati,
lalu bertelur dijaring laba-laba itu.
Kaum Musyrikin
mengamati jaring laba-laba itu, lalu mereka mengatakan dalam hati mereka,
andaikata ada yang masuk ke dalam gua ini, tentu saja jaring-jaring ini akan
terputus-putus, dan telur burung ini akan terjatuh. Tempat ini telah
ditinggalkan orang begitu lama, dan tak mungkin ada orang yang mau masuk ke
sini. Mereka lalu kembali ke tempat semula. Demikianlah Allah telah melindungi nabi-Nya
dari bahaya kaum Musyrikin.
Pada
petangnya, Asma’ binti Abu Bakar sendirian datang ke tempat persembunyian itu,
ia membawa makanan dan minuman untuk Nabi dan ayahnya. Dia keluar dari kota dengan hati-hati,
supaya tiada terlihat oleh orang, atau dibuntuti dari belakang.
Pada malam
ketiga, Asma’ datang lagi dengan membawa penunjuk jalan, yaitu Abdullah bin
Uraiqith Al-Bakri. Nabi SAW bersama sahabatnya pun keluar dari gua itu untuk
berangkat. Asma’ membawa bungkusan makanan, karena dia tidak dapat tali untuk
mengikainya pada unta, maka dia pun menbuka tali ikat pinggangnya lalu
dikoyakkannya menjadi dua, yang satu dijadikan ikat makanan kepada unta, dan
yang lain diikatkan pada pinggangnya. Dan sejak itulah ia telah terkenal dengan
panggilan “yang mempunyai dua tali ikat pinggang”.
Belum sempat
Asma kembali ke rumahnya dan mengetuk pintu rumahnya, tiba-tiba beberapa orang
dari kaum Quraisy diketuai oleh Abu Jahal sudah berada di belakangnya. Asma’
ditanya dengan berbagai persoalan tetapi dia tetap menjawab “tidak tahu” saja.
“Dimana
ayahmu?” tanya Abu Jahal.
“Aku tak tahu”
jawab Asma’ pendek saja.
Ketika Asma’
terus menjawab tidak tahu, Abu Jahal marah. Dia lalu menempeleng Asma’ dengan
tangannya yang kasar. Lantaran tempelengan itu terlalu kuat, hingga
anting-antingnya tercabut dari telinganya. Rasa sakit itu terus dirasakan oleh
Asma’ sampai beberapa hari, yang menyebahkan dia tidak melupakannya seumur hidupnya.
Asma’ telah
memeluk Islam bersama-sama orang yang pertama memeluk Islam. Dia orang yang ke
delapan belas diantara orang-orang yang pertama memeluk Islam.
Usia Asma’
delapan tahun lebih tua dari Siti Aisyah r.a. Asma’ telah menikah dengan
Az-Zubair bin Al-Awwam. Suaminya Az-Zubair telah terbunuh di dalam pertempuran
Jamal.
Asma’ binti
Abu Bakar adalah seorang wanita yang mempunyai kedudukan menonjol. Dia seorang
penyair dan sastrawan yang mempunyai bakat luar biasa dalam ilmu Balaghoh dan
Mantiq. Dia juga murah hati, mempunyai kemauan yang kuat, kemuliaan diri dan
keberanian yang nyata.
Ada sebuah riwayat yang
mengatakan, bahwa Abdullab bin Az-Zubair pernah menemui ibunya Asma’, dan
ketika itu dia telah berusia 100 tahun dan matanya buta. Berkata Abdullah:
“Wahai ibuku!
Banyak orang telah mengecewakan aku. Sampai anakku sendiri dan istriku telah
melupakan aku. Aku tidak punya pendukung, kecuali beberapa orang saja”,
Abdullah sangat sedih sekali.
“Engkau, wahai
anakku, tentulah lebih tahu tentang dirimu sendiri”, kata ibu Asma’ memberikan
nasehat kepada Abdullah. “Kalau engkau yakin bahwa engkau dalam kebenaran dan
kepada kebenaran engkau menyeru, maka teruskanlah. Sahabat-sahabatmu juga telah
terbunuh atas kebenaran ini. Jangan engkau jadikan batang-batang lehermu
dipermainkan oleh anak Bani Umayyah. Tetapi jika engkau hanya menginginkan
harta benda duniawi saja, maka engkaulah seburuk buruk hamba. Engkau telah menghancurkan
dirimu, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang terbunuh bersamamu. Dan
kiranya engkau dalam kebenaran, dan apabila sahabat-sahabatmu menghadapi
kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah pula? Demi Allah, sesungguhnya hal
ini bukanlah sikap orang yang merdeka, dan bukan pula sikap orang ahli agama.
Berapa lamakah engkau akan tinggal di dunia ini wahai anakku?. Maka kematian
lebih baik bagimu!”.
Abdullah bin
Az-Zubair merasa tenang setelah mendengar kata-kata ibunya itu. Dia lalu datang
kepada asma’ dan mencium kepalanya, sambil berkata:
“Demi Allah!,
inilah pendapatku. Akan tetapi aku ingin mengambil fikiran daripadamu, dan kini
engkau telah menambahkan aku keteguhan hati di atas keteguhan yang telah ada
padaku. Ingatlah wahai ibuku! Kiranya aku ini sudah mati dari hari ini, dan aku
harap engkau tidak terlalu sedih bila mendengar beritaku nanti, dan serahkanlah
perkara itu kepada Allah!”. Abdullah memberikan kata selamat tinggal kepada
ibunya.
“Benar katamu
wahai anakku!” kata ibu Asma lagi, seolah-olah dia memberi semangat kepada
anaknya supaya jangan mati pengecut. “Cukupkanlah keteguhan hatimu itu, dan
kemarilah, aku ingin mengucapkan selamat jalan kepadamu”.
Abdullah datang menghampirinya,
Ibu Asma’ lalu memeluknya dan menciumnya untuk yang terakhir kalinya. Abdullah
pun keluar ke medan
perang dan terus-menerus berjuang hingga terbunuh.
0 komentar:
Post a Comment