ADS

Monday, 4 January 2016

SITI HAFSAH BINTI UMAR



SITI HAFSAH BINTI UMAR


Siti Hafsah binti Umar adalah salah seorang dari istri-istri Nabi SAW yang hafal Mushaf Al-Qur’an. Dialah satu-satunya dari Ummul Mu’minin yang dipilih oleh Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan semua mushaf-mushaf Al-Qur’an dengan cepat, sebelum tulisan-tulisan Al-Qur’an yang bertebaran di tangan para sahabat hilang dan lenyap.
Sebenarnya ide mengumpulkan Al-Qur’an itu dari ayahnya sendiri, Sayyidina Umar bin Al-Khattab r.a. berkata kepada Khalifah Abu Bakar tentang pengumpulan Al-Qur’an. Umar memberikan alasan bahwa banyak dari para huffadz Al-Qur’an yang telah gugur dalam peperangan Riddah, dan beliau takut, jika Al-Qur’an tidak segera dikumpulkan, Al-Qur’an akan hilang dari muka bumi ini. Pada mulanya Khalifah Abu Bakar masih ragu-ragu untuk melaksanakan rencana itu, karena Rasulullah pada masa hidupnya tidak pernah menyuruh orang mengumpulkan Al-Qur’an. Tetapi lama-kelamaan dia mau menerima pendapat Umar setelah dia memikirkan lama.
Maka secara terus menerus Khalifah Abu Bakar menugaskan Siti Hafsah untuk melaksanakan tugas ini sampai selesai. Siti Hafsah melaksanakan tugasnya, mengumpulkan dan menyusun Al-Qur’an sesuai dengan ayat dan suratnya. Penyusunan dan pengumpulan Al-Qur’an dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dapat diselesaikan pada zaman pemerintahan Khalifah Usman bin Affan r.a.
Siti Hafsah binti Umar terkenal dengan wajahnya yang cantik, mempunyai pendidikan yang tinggi dan berasal dari keturunan pembesar Makkah. Dia adalah putri Sayyidina Umar bin Khattab r.a yang karena usahanyalah Allah telah memenangkan Islam. Ayahnya juga sebagai Khalifah kedua sesudah Khalifah Abu Bakar, dan di dalam pemerintahanya kerajaan Islam menjadi terkenal di seluruh dunia.
Siti Hafsah ketika memasuki rumah tangga Rasul SAW telah menyadari kedudukannya, meskipun dia tahu bahwa dia mempunyai kebebasan dan keberanian untuk menolak Nabi, tapi hal itu tidak dilakukan. Siti Aisyah sendiri menerimanya dengan tidak senang (dia berkata seperti petir menyambar manusia). Padahal baginda sangat mencintai Siti Aisyah. Dahulu baginda sangat mencintai almarhumah Siti Khadijah dan baginda tidak pernah menikah dengan siapapun selama 24 tahun. Dikala menjadi suami Aisyah, beliau menikahi wanita lain dengan maksud-maksud tertentu. Hal ini membawa sikap kurang senang Aisyah. Hal ini menjadikan Aisyah cemburu dan bersikap keras terhadap Siti Hafsah. Lama kelamaan kekerasan Siti Aisyah menurun dan dia mulai bersikap lembut terhadap Siti Hafsah, hal ini disebabkan karena Nabi SAW menikahi beberapa orang untuk dijadikan istrinya, akhirnya mereka berdua menjadi teman yang baik.
Persahabatan antara Siti Aisyah dengan Siti Hafsah juga disebabkan karena adanya  persahabatan kedua orang tuanya dan kedekatan kedua orang tuanya terhadap Nabi SAW. Persahabatan Siti Hafsah dan Siti Aisyah menjadikan terbongkarnya rahasia Rasulullah SAW dalam masalah mengharamkan dirinya atas Mariah Al-Qibtiyah, dan oleh karena itu turunlah surah At-Tahrim.  Siti Hafsah binti Umar r.a tidak menikah dengan Rasulullah sebagai seorang gadis remaja, sebagaimana berlaku pada Siti Aisyah. Begitu pula tidak ada cinta dan perasaan suka kepada Nabi SAW. Sebab Siti Hafsah telah menikah dahulu menikah dengan Khunais bin Huzafah bin Qois bin Adi As-Sahmi Al-Qurasyi. Suami Siti Hafsah yang terdahulu adalah seorang sahabat Nabi SAW dan pernah berhijrah dua kali. Hijrah yang pertama ke negri Habasyah bersama-sama kaum muslimin dan yang kedua ke Madinah.
Khunais juga telah menyaksikan perang Badar, dan telah bertempur di medan perang Uhud, di medan Uhudlah dia mendapat luka parah sehingga menyebabkan kematiannya. Istrinya yang ditinggalkan masih muda, usianya belum lebih dari 18 tahun, akan tetapi dia telah menjadi janda. Ayahnya Sayyidina Umar bin Al-Khattab r.a. merasa sangat berduka cita disebabkan Hafsah telah menjadi janda, padahal usianya masih muda sekali. Setiap kali Umar melihat Siti Hafsah, Umar merasa terpaku, perasaan sedih terlihat di wajahnya, karena memikirkan kesedihan putrinya yang berlarut-larut.
Setelah duduk dan merenung begitu lama, Sayyidina Umar memutuskan untuk mencarikan suami buat putrinya supaya dia mendapat teman hidup yang dapat menghiburnya dan dapat menghilangkan kesedihannya. Umar merenung dan memandang Hafsah dan memikirkan siapakah suami yang akan dijadikan sebagai pendampimg hidup putrinya. Tiba tiba terbesit di fikirannya bahwa yang pantas menjadi suami Hafsah adalah Abu Bakar r.a.
   Sayyidina Umar tidak ragu lagi memilih Abu Bakar sebagai suami putrinya. Karena Abu Bakar adalah seorang yang disayangi Rasul SAW. Dia adalah temannya yang sangat dihormatinya. Dia lemah lembut, perbuatanya mulia dan selalu berakhlak mulia, tabiatnya menarik hati dan pandai bermuamalah. Semua sifat-sifat Abu Bakar bisa menjadikan Hafsah gembira untuk menerimanya sebagai suami. Dengan hati yang jujur, Umar menuju kerumah Abu Bakar untuk mengatakan keinginanya mengenai Hafsah, dan mengatakan maksud kedatangannya dengan terang-terangan dan berharap temannya bersimpati dan mau menerima keinginan Umar bin Khattab. Akan tetapi alangkah kesalnya Umar ketika Abu Bakar hanya berdiam diri dan tidak berkata sepatah katapun. Umarpun kembali ke rumah dengan rasa malu dan marah, dia kurang senang terhadap sikap Abu Bakar karena Abu Bakar tidak menjawabnya.    
Kemudian timbul di fikirannya untuk menawarkan putrinya kepada Usman bin Affan. Dia mengira bahwa Usman tidak bakal menolak karena dia membutuhkan istri yang baru karena istrinya Siti Ruqaiyah binti Rasulullah telah meninggal dunia setelah dia kembali ke Habasyah, disebabkan penyakit demam panas. Malangnya setelah disampaikan hasrat hatinya, Usman juga bersikap tidak lebih dari Abu Bakar. Dia melakukan sama seperti apa yang dilakukan Abu Bakar. Dia berdiam diri, tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Kemudian Umar berfikir kenapa semua teman akrabnya menolak tawarannya untuk menikahi putrinya. Dia adalah putri dari seorang manusia yang dimuliakan Allah SWT. Dia adalah seorang wanita yang cantik mempesona, dia masih muda, mempunyai keturunan yang tinggi, dan seorang yang shalihah. Hati Umar risau mengenai kedua temannya, karena itulah dia menghadap Rasulullah dan mengadukan perbuatan temannya kepada Nabi SAW. Rasulullah SAW hanya tersenyum ketika mendengar pengaduan Umar itu. Mula-mula Umar tidak bisa menangkap arti senyuman Nabi, tapi lama-kelamaan dia bisa menangkap arti senyuman itu. kemudian dia diam dan Rasulullah berkata kepadanya, “Akan ada orang yang menikahi Hafsah seorang yang lebih mulia dari Usman, dan Usman akan menikahi orang yang lebih mulia dari Hafsah!”
Ucapan Rasul SAW menjadikan Umar terpaku ditempatnya. Dia tidak tahu apa yang akan dikatakannya lagi. Dia sangat bahagia, dia merasa dapat kemuliaan yang sangat besar yang tidak dia duga sama sekali. Ini merupakan kenyataan bahwa Rasulullah SAW akan menikahi putrinya. Umar kembali ke rumah dengan tergesa-gesa dan ingin cepat-cepat menyampaikan kabar bahagia kepada putri yang disayanginya. Dalam perjalanan pulangnya, dia menemui Abu Bakar, seolah-olah hatinya ingin berkata kepada Abu Bakar: “kau tolak anakku, kini dia telah dipinang oleh orang yang lebih mulia dari padamu! Mendengar berita itu, Abu Bakar tersenyum. Dia minta maaf kepada Umar karena dia tidak menghiraukan tawarannya untuk menikah dengan Hafsah. Dan dia berkata: “Maafkanlah aku, wahai Umar! Aku tidak menjawab tawaranmu itu! Sebab aku telah lebih dulu mendengar Rasulullah menyebut-nyebut nama Hafsah, dan aku tidak mau membocorkan rahasia Rasulullah”. Mendengar ini semua Umar semakin senang.  
Tidak lama setelah itu maka kota Madinah menyambut pernikahan Rasulullah SAW dengan Hafsah, dan diikuti pula perkawinan Sayyidina Usman bin Affan dengan Ummi Kaltsum binti Rasulullah SAW. Setelah Hafsah masuk kedalam rumah tangga Rasul SAW maka mulai terjadilah  peperangan yang dikenal dengan peperangan madu. Tidak lama sesudah itu Siti Hafsah telah berpihak pada Siti Aisyah r.a. Ummar bin Khattab, ayah Hafsah tidak senang mendengar kejadian itu. Maka dari itu ia sering mengingatkan putrinya untuk selalu menjaga dirinya, dan tidak terlibat dengan perkara-perkara yang dapat mengecewakan Rasul SAW. Suatu hari Umar menerima kabar dari istrinya bahwa Siti Hafsah r.a sering kali membantah Rasulullah saw dalam urusan rumah tangganya, sehingga menyebabkan Nabi SAW kurang senang, maka Umar datang menemui Siti Hafsah dan berkata: “Bukankah aku telah mengingatkan kamu tentang balasan Allah dan kemurkaan RasulNya, wahai anakku! Jangan sampai kau merasa cemburu tentang si fulanah yang disayangi Rasulullah SAW karena kecantikannya, dan kecintaan Nabi SAW yang lebih kepadanya (Siti Aisyah). Demi Allah, aku tahu  bahwa Rasulullah tidak suka tingkah lakumu itu. Kalau tidak karenaku, niscaya Rasulullah telah mentalakmu!” Sayyidina Umar memberi nasehat pada putrinya.
Perkara yang diberi tahu ayahnya itu, Siti Hafsah memang sudah mengetahuinya, hal ini menyebabkan Siti Hafsah terluka hatinya dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pada suatu hari, Mariah Qibtiyah, isteri Nabi SAW yang tinggal di rumah yang lain datang karena suatu keperluan, maka Rasulullah mengajak ke bilik Siti Hafsah, dan kebetulan Siti Hafsah tidak ada kamar. Ketika Mariah keluar dari kamar Siti Hafsah, Siti Hafsah melihatnya dan langsung menuju Rasulullah dengan marah Hafsah marah dan berkata keras kepada Nabi SAW: “Aku tahu siapa yang bersamamu tadi dalam kamarku. Demi Allah, dia telah menghinaku, dan engkau tidak melakukan hal itu kecuali karena kedudukanku yang tiada lagi berharga lagi dimatamu!” Kemudian Siti Hafsah menangis tersedu-sedu.
Rasulullah merasa pedih juga ketika mendengar kata-kata Siti Hafsah yang sangat berani, dan Rasul tahu bahwa dia merasa terluka dengan perbuatanya. Rasulullah tidak bermaksud merendahkan kedudukan putri Umar bin Khattab. Nabi tidak menikah dengannya melainkan karena hendak memuliakannya dan mengambil hatinya. Maka Rasulullah menghampiri Siti Hafsah seraya membujuknya, semoga hatinya akan lembut. Nabi kemudian membisikkan ketelinga Siti Hafsah suatu rahasia, bahwa Nabi SAW telah mengharamkan Mariah pada diri Nabi SAW dan tidak boleh membocorkan kepada istri-istri Nabi yang lain.
Siti Hafsah r.a. merasa sedikit tenang karena tindakan Nabi SAW itu. Akan tetapi kesombongannya, dan tabiat  wanitanya yang suka meninggi bila dipuji dan dibela, serta perasaan dendam yang ada dalam dirinya telah menyebabkan dia tidak dapat menyimpan rahasia itu, kemudian dia bocorkan rahasia itu pada Siti Aisyah dan mereka berdua pura-pura menyembunyikan rahasia itu, sehingga turunlah surat At-Tahrim yang mempunyai ma’na sebagai berikut:
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu, kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Ayat: 1)
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu, dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Ayat: 2)
“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: ”Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Ayat: 3)
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan): dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) JIbril dan orang-orang mu’min yang baik: dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula”. (Ayat: 4) 
“Jika Nabi menceraiakan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari pada kamu, yang patuh, yang beriman, yang ta’at, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”. (Ayat: 5)
Siti Hafsah r.a telah membocorkan rahasia Nabi SAW yang telah dikatakan padanya agar tidak diberitahukan kepada orang lain. Tetapi karena dia mengikuti perasaannya, dia memberitahukan rahasia itu kepada Siti Aisyah r.a. Orang bilang kalau rahasia itu telah berpindah kepada orang ketiga niscaya rahasia itu tidak dapat dipertahankan lagi. Karena itulah Nabi menceraikan Siti Hafsah dengan satu talak. Hal ini dilakukan agar tidak menyinggung perasaan Umar bin Khattab. Ketika berita itu terdengar oleh Umar dia sangat kecewa, lalu menaburkan tanah diatas kepalanya.
Menurut satu riwayat, bahwasanya Jibril a.s telah datang kepada Nabi SAW lalu mengatakan pada Nabi: “Rujuklah Siti Hafsah, karena dia selalu berpuasa dan selalu shalat malam dan dia akan menjadi istrimu di syurga. Sejak hari itu Siti Hafsah sadar akan kesalahannya. Dia bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat, serta menarik diri dari kumpulan istri-istri Nabi SAW ataupun dia menghindari hal-hal yang dapat membangkitkan kebencian Nabi SAW. Hal ini dilakukan sampai meninggalnya Nabi SAW.
Sesudah wafatnya Rasulullah SAW, Siti Hafsah r.a terus hidup dan menyaksikan berbagai kejayaan yang dicapai oleh umat Islam serta bagaimana cara penaklukannya, sehingga daerah Islam menjadi luas, khususnya pada zaman ayahnya menjadi khalifah dan khalifah sesudah itu. Suatu saat dia terkejut karena mendengar kabar ayahnya wafat dibunuh oleh Abu lu’luah Al-Majusi. Sejak kematian ayahnya dia menetap di Madinah, dia selalu duduk diatas tikar untuk  shalat dan beribadahs saja, sampai dia menemui ajalnya, Siti Hafsah meninggal dunia pada zaman pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

0 komentar:

Post a Comment