ADS

Saturday, 2 January 2016

ASIAH PERMAISURI FIR’AUN



ASIAH PERMAISURI FIR’AUN


Asiah binti Muzahim adalah seorang wanita yang baik hati, selalu berbelas kasih kepada orang yang susah. Dia juga berbudi pekerti tinggi, tidak sanggup menerima penganiayaan yang dilakukan di hadapan matanya.Tetapi, malangnya dia menjadi pasangan seorang manusia yang paling kejam dan buas sekali. Suaminya, orang yang paling jahat di atas muka bumi ini. Dia seorang yang tidak berbelas kasih kepada rakyat. Hatinya keras seperti batu, dan dia sering bertindak semena-mena, tanpa menghiraukan penderitaan dan penganiayaan yang menimpa orang lain.
ltulah dia Fir’aun yang hidup pada zaman nabi Allah Musa as, yang mengaku dirinya Tuhan dari segala alam semesta, Tuhan yang berkuasa yang tiada Tuhan selain dia. Konon, dia tidak pernah ditimpa sakit selama hidupnya, sampai sakit kepala pun, tidak pernah dirasakannya. Sebah itulah, dia merasakan dirinya tinggi dan besar, hingga dia menyuruh semua rakyatnya menyembah kepadanya.
Asiah dinikahi Fir’aun sejak masih kecil. Ada yang mengatakan waktu itu usianya 12 tahun. Asiah telah lama menjadi istri dari Fir’aun, namun masih belum dikaruniai seorang anak. Dari tahun ke tahun, Asiah mengharap agar cahaya mata yang ditunggu-tunggu itu akan sampai tapi tidak ada tanda-tandanya.
Dalam masa kebersamaannya, Asiah berusaha memperbaiki sikap suaminya yang keras, dan menariknya ke jalan kebenaran dan keadilan. Tetapi, usahanya tidak pernah berhasil. Fir’aun membuat keputusan menurut hawa nafsunya sendiri, tampa menaruh rasa belas kasih kepada siapapun. Apa yang dikehendakinya akan dilaksanakannya meskipun hal itu mengakibatkan kebinasaan dan kecelakaan bagi orang lain.
Hanya satu tabiat Fir’aun yang dikenang oleh Asiah, yaitu dia benar-benar mengasihi dan menyayangi Asiah dengan sepenuh hatinya. Dia bersedia berbuat apa saja yang dapat menyenangkan hatinya. Sampai-sampai ia telah membangun untuk istrinya sebuah istana yang besar, yang berisi berbagai keindahan yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Istana itu dibangun di tebing sungai Nil, yang airnya mengalir ke dalam saluran-saluran yang disediakan dalam istana tersebut.
Meskipun kehidupan Asiah dalam kemewahan dan kesenangan yang tidak dapat digambarkan, namun perasaannya selalu terganggu dan tidak tenteram dengan sikap suaminya yang selalu menganiaya dan membunuh rakyatnya terutama mereka  dari kaum Bani Israel. Kaum Bani Israel yang tinggal di negeri Mesir itu adalah golongan keturunan nabi Yusuf bin Ya’kub yang telah berpindah di negeri itu pada masa nabi Yusuf berkuasa di Mesir. Kemudian berkembanglah menjadi suatu bangsa yang besar. Kaum Bani Israel asalnya adalah kaum yang berkepercayaan kepada agama yang bertuhan Esa. Tapi lama-kelamaan hilanglah kepercayaan tersebut. Maka Allah akan memperbaiki ummat ini dengan mengutus seorang utusan yang menyeru kepada kebenaran dan membatalkan dakwaan Fir’aun yang mengaku dirinya Tuhan yang berkuasa atas makhluk.
Pada suatu malam Fir’aun bermimpi dengan suatu mimpi yang ajaib. Tukang tenun memberitahukannya bahwa akan lahir seorang anak laki-laki dari Bani Israel yang akan menghancurkan Fir’aun kelak suatu hari. Fir’aun terkejut mendengar berita itu. Pertama dia ragu akan kebenaran berita itu, dan kedua, apa yang menyebabkan anak dari bani Israel itu harus membunuhnya, dan bagaimana dia dapat memusnahkan kerajaannya padahal mereka merupakan hambanya yang sama sekali tiada berkuasa.
Fir’aun mernberitahukan ta’bir mimpi itu kepada istrinya dengan serius sekali, akan tetapi Asiah tidak menanggapi dengan serius pula. Fir’aunpun tersinggung. Lalu Asiah berkata,“Lalu apa yang harus aku lakukan, bukankah kau mengaku dirimu Tuhan? apakah ada Tuhan perlu minta pendapat orang lain?” jawab Asiah tenang. Fir’aun menahan marah. Kalaulah jawaban itu keluar dari mulut orang lain, tentu Fir’aun akan membunuhnya.
Lalu terjadilah apa yang terjadi. Fir’aun memerintahkan kepada seluruh ketua kabilah agar membunuh semua bayi laki-laki yang dilahirkan pada tahun itu. Dan ia membentuk barisan tentara khusus untuk mengintip rumah-rumah kaum Bani Israel serta mencari tahu wanita-wanita yang sedang mengandung, kemudian siapa saja yang membantu kelahiran bayi-bayi tersebut. Perintah yang kejam itu sungguh merisaukan semua hati wanita-wanita yang sedang mengandung. Apa yang mesti mereka lakukan, kalau kebetulan sekali bayi yang mereka lahirkan itu anak lelaki. Mereka tiada berdaya untuk menentang perintah seorang Fir’aun. Kalau mereka menentang, mungkin bukan bayi mereka saja yang akan dimusnahkan, namun diri mereka juga akan turut binasa.
Diantara wanita-wanita kaum bani Israel yang turut bersedih terhadap perintah ini ialah Yukabid, yang kini kandungannya sudah membesar. Tidak berapa lama lagi, ia akan melahirkan seorang anak. Siang dan malam dia terus memikirkan tentang anak yang ada di dalam perutnya. Hatinya teguh dan kuat, dia menyerahkan segala perkara ini kepada Tuhan, Dialah yang mentakdirkan sesuatu, dan Dialah nanti yang akan menyelamatkan anak itu dari kekejaman Fir’aun.
Meski demikian, fikirannya terus mengganggunya setiap kali dia memandang perutnya yang semakin membesar. Akhirnya, tibalah saat Yukabid untuk melahirkan. Dan ternyata yang selama ini ia takutkan terjadi, ia melahirkan bayi laki-laki yang mungil.
Ia dan keluarganya terkejut melihat kelahiran anak tersebut. Apa lagi yang mengurus kelahiran anak itu. Karena ia harus melaporkan kelahiran tersebut kepada orang kepercayaan Fir’aun. Akan tetapi, setiap kali dia memandang wajah Yukabid hatinya melunak, dan perasaan kasihan terus menyelubungi jiwanya. Akan tetapi, mata-mata Fir’aun yang berkeliaran mencari berita tentang kelahiran tidak pernah lalai. Mereka mengintip setiap rumah, dan apabila ada berita-berita penting segera melaporkan kepada orang kepercayaan Fir’aun.
Suatu hari pintu rumah Yukabid diketuk oleh pengawal Istana.Yukabid merasa cemas. Ia lalu membungkus anak itu dengan kain serta meletakkannya ke dalam peti. Dan ia tidak sempat berfikir tentang keselamatan tempat itu. Pengawal-pengawal itu  menggeledah rumah Yukabid untuk mencari bayi yang baru lahir. Tetapi mereka tidak menemukannya. Mereka kemudian keluar dan meninggalkan rumah itu dengan tangan hampa.
Anak itu tetap dipelihara secara rahasia untuk beberapa waktu. Yukabid senantiasa hidup dalam kebimbangan, dia takut tentara Fir’aun akan datang kembali.Menurut riwayat, Malaikat Jibril a.s datang kepada Yukabid membisikkan kepadanya supaya dia mencari sebuah tabut (peti) dan meletakkan anak itu didalamnya serta menghanyutkannya ke Sungai Nil agar selamat dari ancaman Fir’ aun.
Yukabid menyuruh Maryam membeli peti dari seorang tukang kayu kepercayaannya.Tukang kayupun berfikir panjang tentang alasan Maryam membeli sebuah peti tersebut, karena dia takut akan instruksi yang dikeluarkan oleh Fir’aun.
Sesudah tukang kayu menyerahkan peti yang dipesan oleh Maryam, tukang kayu segera pergi, dan melaporkan kejadian tersebut. Tetapi dengan tiba-tiba lidahnya kelu dan tidak dapat berkata sepatah pun. dan iapun disuruh pulang. Belum berapa jauh ia keluar, lidahnya sudah kembali normal. Kemudian dia berbalik untuk melapor kembali, ternyata lidahnya kelu seperti semula dan tidak dapat berbicara. Demikian seterusnya sampai tiga kali. Sekali lagi Allah menyelamatkannya.
Dengan perintah dari mimpinya, bayi itu pun dihanyutkan tampa ada yang tahu. Yukatib tetap masih bimbang. Lalu ia menyuruh Maryam untuk mengikuti peti itu secara diam-diam. peti tersebut terus melaju menuju kerajaan Fir’aun dan masuk dalam kawasan larangan. Maryam tidak bisa berbuat apa-apa, dan ia segera pulang dengan membawa kabar sedih, bahwa peti itu  masuk ke dalam daerah larangan, ke istana Raja Fir’aun.
Setelah Yukabit menerima kabar tersebut, ia terkejut dan menyerahkan sepenuh kepada Allah SWT.
Ketika  dayang-dayang istana sedang mandi ditepi sungai Nil,  tiba-tiba peti itu menuju kearah mereka dan mereka langsung mengabarkannya kepada Asiah. Asiah pun menyuruh para dayang untuk memgambil peti tersebut, setelah dibuka dalamnya ternyata seorang bayi yang sangat  tampan.ketika para pengawal mendengar kejadian tersebut, mereka mengkhabarkan  kepada Fir’aun. Fir’aun mengira bahwa bayi itu bayi Yahudi. Dan ia memerintahkan untuk membunuhnya. tetapi Asiah melarangnya,  dan memintanya untuk memeliharanya seperti anak mereka sendiri.
Ada sebuah kisah yang menjadikan Fir'aun menerima bayi itu dan diangkat menjadi anaknya. Ketika fir’aun memerintahkan supaya bayi didalam peti itu harus dibunuh, Tiba-tiba Asiah teringat akan penyakit anak Fir'aun dari istri yang lain. ia menderita penyakit kulit (sopak) yang tiada obat. Dia sudah mengerahkan para tabib untuk menyembuhkannya. Akan tetapi tidak ada yang berhasil. Ada seorang nujum yang mengatakan, bahwa yang dapat menyembuhkan penyakit anak itu, datangnya dari antara air dan pohon. Dia akan datang dari arah laut dan dia menyerupai manusia. Hendaklah diambil dari air liurnya, kemudian diolesi pada kulit yang sakit.
            Asiah memerintahkan kepada dayang-dayang supaya membawa anak perempuan Fir'aun itu kepadanya, kemudian ia mengambil sedikit demi sedikit air liur bayi itu (Musa) lalu diusapkan pada bagian-bagian yang sakit. Serta merta penyakit itupun hilang.
            Melihat itu semua Fir'aun tidak bergeming sedikitpun. Asiah tidak mau kalah. Ia memutar otak. Wahai suamiku, “Perintah pembunuhan bayi laki-laki dari kaum bani Israel sudah berjalan tiga bulan, akan tetapi gerak-gerik, besar badan bayi itu menunjukkan seakan-akan  berumur satu tahun, bukankah begitu?” Asiah mencoba meyakinkan Fir’aun. Walau demikian, Fir'aun tetap tidak ambil perduli. Dia tetap akan membunuhnya. Tapi selalu ditampik dengan halus oleh Asiah. Dengan keteguhan hati istri yang dicintainya itu, ia pun luluh. Asiah memberinya nama MUSA. Diambil dari kata: MU artinya air, SA artinya pohon.
            Cerita mimpi Fir'aun telah ditelan masa. Kekejaman yang dilakukannyapun sudah mulai dilupakan. Dan keadaan negeri telah kembali aman. Musa semakin hari semakin besar, ia sungguh menjadi penghibur hati asiah dengan  kepintaran dan kecerdasannya, Tak terkecuali Fir'aun pun terhibur dengan  keberadaannya.
            Ada suatu peristiwa, ketika Fir'aun sedang duduk dengan Asiah, dan Musa datang kepada mereka. Diambilnya Musa dan diletakan dipangukannya. Tiba-tiba Musa menampar wajahnya berkali-kali, dan menarik janggut Fir'aun sekeras-kerasnya. Fir'aun merasakan betul-betul sakit ketika itu. beruntung Asiah datang dan mengambil Musa dari pangkuannya. ketika Fir'aun menceritakan kejadiaan yang baru dialaminya, istrinya tidak percaya. Mana mungkin seorang anak kecil bisa mempunyai tenaga layaknya orang dewasa. Fir'aun betul-betul merasa, anak inilah nantinya yang akan meruntuhkan kekuasaannya. keinginannya untuk membunuh Musa kembali berkobar. dan sekali lagi, Musa diselamatkan oleh Asiah dari kemurkaan Fir'aun. Namun, kuasa Allah lebih berkuasa daripada sekalian orang-orang yang berkuasa.
            Pada mulanya Musa menyangka dirinya salah seorang dari keturunan Fir'aun.  Tetapi lama kelamaan ia tersadarkan, bahwa ia keturunan dari bani Israel. batinnya mulai  berontak terutama apabila ia melihat penganiayaan yang diderita kaumnya dan bangsanya sendiri dari cengkraman Fir'aun dan orang-orangnya. Sehingga terjadilah pembunuhan  yang dilakukan  Musa tanpa sengaja. Dan kisah ini termaktub dalam Al Qur’an.  Kemudian ia melarikan diri sampai ke Palestina dan pada akhirnya tiba di Madyan, disana ia bertempat tinggal untuk sementara waktu dibawah perlindungan Nabi Syu'aib.
            Selama lebih dari sepuluh tahun ia tinggal disana, dan iapun telah menikah dengan  Saffura, putri dari Nabi Syu'aib. Kemudian ia kembali ke Mesir untuk melihat kaum dan bangsanya.
            Dalam perjalanan ke Mesir, Nabi Musa mendapatkan wahyu dari Allah SWT dibukit Tursina. Allah memerintahkannya supaya pergi kepada Fir'aun dan menyerunya kepada agama Allah SWT. Dan ia dibantu saudaranya yang bernama Harun. Ketika Nabi Musa berhadapan dengan Fir'aun untuk menyampaikan pengutusan Allah SWT itu, Asiah senantiasa disamping Musa, membelanya dan mendorongnya dengan sepenuh hati. Asiah pun percaya dengan apa yang dibawa oleh Musa. Ia memang tidak percaya sama sekali tentang pengakuan suaminya sebagai Tuhan, bagaimana mungkin seorang manusia sebagai Tuhan sedangkan dia tidak mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Sifat manusia itu sifat yang akan berakhir pada  kematian, bagaimana mungkin seorang Tuhan akan binasa?
   Fir'aun sangat kecewa terhadap istrinya, karena ia membela terhadap seruan Musa. Asiah ditangkap dan dipenjara bersama orang-orang yang mempercayai Musa. Fir’aun sudah tidak perduli lagi. Asiah disiksa dengan tidak berperikemanusiaan. Dalam penyksaan itu ia menghembuskan nafasnya. Tampa pernah bibirnya lepas mengucapkan keagungan Allah Tuhan semesta Alam, Rabb yang Maha Adil dan Maha Berkuasa.  























0 komentar:

Post a Comment