ASIAH PERMAISURI FIR’AUN
Asiah binti
Muzahim adalah seorang wanita yang baik hati, selalu berbelas kasih kepada
orang yang susah. Dia juga berbudi pekerti tinggi, tidak sanggup menerima
penganiayaan yang dilakukan di hadapan matanya.Tetapi, malangnya dia menjadi
pasangan seorang manusia yang paling kejam dan buas sekali. Suaminya, orang
yang paling jahat di atas muka bumi ini. Dia seorang yang tidak berbelas kasih
kepada rakyat. Hatinya keras seperti batu, dan dia sering bertindak
semena-mena, tanpa menghiraukan penderitaan dan penganiayaan yang menimpa orang
lain.
ltulah dia
Fir’aun yang hidup pada zaman nabi Allah Musa as, yang mengaku dirinya Tuhan
dari segala alam semesta, Tuhan yang berkuasa yang tiada Tuhan selain dia.
Konon, dia tidak pernah ditimpa sakit selama hidupnya, sampai sakit kepala pun,
tidak pernah dirasakannya. Sebah itulah, dia merasakan dirinya tinggi dan
besar, hingga dia menyuruh semua rakyatnya menyembah kepadanya.
Asiah dinikahi
Fir’aun sejak masih kecil. Ada
yang mengatakan waktu itu usianya 12 tahun. Asiah telah lama menjadi istri dari
Fir’aun, namun masih belum dikaruniai seorang anak. Dari tahun ke tahun, Asiah mengharap
agar cahaya mata yang ditunggu-tunggu itu akan sampai tapi tidak ada
tanda-tandanya.
Dalam masa kebersamaannya,
Asiah berusaha memperbaiki sikap suaminya yang keras, dan menariknya ke jalan
kebenaran dan keadilan. Tetapi, usahanya tidak pernah berhasil. Fir’aun membuat
keputusan menurut hawa nafsunya sendiri, tampa
menaruh rasa belas kasih kepada siapapun. Apa yang dikehendakinya akan
dilaksanakannya meskipun hal itu mengakibatkan kebinasaan dan kecelakaan bagi orang
lain.
Hanya satu
tabiat Fir’aun yang dikenang oleh Asiah, yaitu dia benar-benar mengasihi dan
menyayangi Asiah dengan sepenuh hatinya. Dia bersedia berbuat apa saja yang
dapat menyenangkan hatinya. Sampai-sampai ia telah membangun untuk istrinya sebuah
istana yang besar, yang berisi berbagai keindahan yang tidak dapat digambarkan
dengan kata-kata. Istana itu dibangun di tebing sungai Nil, yang airnya mengalir
ke dalam saluran-saluran yang disediakan dalam istana tersebut.
Meskipun
kehidupan Asiah dalam kemewahan dan kesenangan yang tidak dapat digambarkan,
namun perasaannya selalu terganggu dan tidak tenteram dengan sikap suaminya
yang selalu menganiaya dan membunuh rakyatnya terutama mereka dari kaum Bani Israel. Kaum Bani Israel yang
tinggal di negeri Mesir itu adalah golongan keturunan nabi Yusuf bin Ya’kub yang
telah berpindah di negeri itu pada masa nabi Yusuf berkuasa di Mesir. Kemudian
berkembanglah menjadi suatu bangsa yang besar. Kaum Bani Israel asalnya adalah
kaum yang berkepercayaan kepada agama yang bertuhan Esa. Tapi lama-kelamaan
hilanglah kepercayaan tersebut. Maka Allah akan memperbaiki ummat ini dengan
mengutus seorang utusan yang menyeru kepada kebenaran dan membatalkan dakwaan
Fir’aun yang mengaku dirinya Tuhan yang berkuasa atas makhluk.
Pada suatu
malam Fir’aun bermimpi dengan suatu mimpi yang ajaib. Tukang tenun memberitahukannya
bahwa akan lahir seorang anak laki-laki dari Bani Israel yang akan
menghancurkan Fir’aun kelak suatu hari. Fir’aun terkejut mendengar berita itu.
Pertama dia ragu akan kebenaran berita itu, dan kedua, apa yang menyebabkan
anak dari bani Israel
itu harus membunuhnya, dan bagaimana dia dapat memusnahkan kerajaannya padahal
mereka merupakan hambanya yang sama sekali tiada berkuasa.
Fir’aun
mernberitahukan ta’bir mimpi itu kepada istrinya dengan serius sekali, akan
tetapi Asiah tidak menanggapi dengan serius pula. Fir’aunpun tersinggung. Lalu
Asiah berkata,“Lalu apa yang harus aku lakukan, bukankah kau mengaku dirimu Tuhan?
apakah ada Tuhan perlu minta pendapat orang lain?” jawab Asiah tenang. Fir’aun
menahan marah. Kalaulah jawaban itu keluar dari mulut orang lain, tentu Fir’aun
akan membunuhnya.
Lalu terjadilah
apa yang terjadi. Fir’aun memerintahkan kepada seluruh ketua kabilah agar
membunuh semua bayi laki-laki yang dilahirkan pada tahun itu. Dan ia membentuk
barisan tentara khusus untuk mengintip rumah-rumah kaum Bani Israel serta
mencari tahu wanita-wanita yang sedang mengandung, kemudian siapa saja yang membantu
kelahiran bayi-bayi tersebut. Perintah yang kejam itu sungguh merisaukan semua
hati wanita-wanita yang sedang mengandung. Apa yang mesti mereka lakukan, kalau
kebetulan sekali bayi yang mereka lahirkan itu anak lelaki. Mereka tiada
berdaya untuk menentang perintah seorang Fir’aun. Kalau mereka menentang,
mungkin bukan bayi mereka saja yang akan dimusnahkan, namun diri mereka juga
akan turut binasa.
Diantara
wanita-wanita kaum bani Israel
yang turut bersedih terhadap perintah ini ialah Yukabid, yang kini kandungannya
sudah membesar. Tidak berapa lama lagi, ia akan melahirkan seorang anak. Siang
dan malam dia terus memikirkan tentang anak yang ada di dalam perutnya. Hatinya
teguh dan kuat, dia menyerahkan segala perkara ini kepada Tuhan, Dialah yang
mentakdirkan sesuatu, dan Dialah nanti yang akan menyelamatkan anak itu dari
kekejaman Fir’aun.
Meski demikian,
fikirannya terus mengganggunya setiap kali dia memandang perutnya yang semakin
membesar. Akhirnya, tibalah saat Yukabid untuk melahirkan. Dan ternyata yang
selama ini ia takutkan terjadi, ia melahirkan bayi laki-laki yang mungil.
Ia dan
keluarganya terkejut melihat kelahiran anak tersebut. Apa lagi yang mengurus
kelahiran anak itu. Karena ia harus melaporkan kelahiran tersebut kepada orang
kepercayaan Fir’aun. Akan tetapi, setiap kali dia memandang wajah Yukabid
hatinya melunak, dan perasaan kasihan terus menyelubungi jiwanya. Akan tetapi,
mata-mata Fir’aun yang berkeliaran mencari berita tentang kelahiran tidak
pernah lalai. Mereka mengintip setiap rumah, dan apabila ada berita-berita
penting segera melaporkan kepada orang kepercayaan Fir’aun.
Suatu hari
pintu rumah Yukabid diketuk oleh pengawal Istana.Yukabid merasa cemas. Ia lalu
membungkus anak itu dengan kain serta meletakkannya ke dalam peti. Dan ia tidak
sempat berfikir tentang keselamatan tempat itu. Pengawal-pengawal itu menggeledah rumah Yukabid untuk mencari bayi
yang baru lahir. Tetapi mereka tidak menemukannya. Mereka kemudian keluar dan
meninggalkan rumah itu dengan tangan hampa.
Anak itu tetap
dipelihara secara rahasia untuk beberapa waktu. Yukabid senantiasa hidup dalam
kebimbangan, dia takut tentara Fir’aun akan datang kembali.Menurut riwayat, Malaikat
Jibril a.s datang kepada Yukabid membisikkan kepadanya supaya dia mencari
sebuah tabut (peti) dan meletakkan anak itu didalamnya serta menghanyutkannya
ke Sungai Nil agar selamat dari ancaman Fir’ aun.
Yukabid menyuruh
Maryam membeli peti dari seorang tukang kayu kepercayaannya.Tukang kayupun berfikir
panjang tentang alasan Maryam membeli sebuah peti tersebut, karena dia takut
akan instruksi yang dikeluarkan oleh Fir’aun.
Sesudah tukang
kayu menyerahkan peti yang dipesan oleh Maryam, tukang kayu segera pergi, dan
melaporkan kejadian tersebut. Tetapi dengan tiba-tiba lidahnya kelu dan tidak
dapat berkata sepatah pun. dan iapun disuruh pulang. Belum berapa jauh ia keluar,
lidahnya sudah kembali normal. Kemudian dia berbalik untuk melapor kembali,
ternyata lidahnya kelu seperti semula dan tidak dapat berbicara. Demikian
seterusnya sampai tiga kali. Sekali lagi Allah menyelamatkannya.
Dengan
perintah dari mimpinya, bayi itu pun dihanyutkan tampa ada yang tahu. Yukatib tetap masih
bimbang. Lalu ia menyuruh Maryam untuk mengikuti peti itu secara diam-diam. peti
tersebut terus melaju menuju kerajaan Fir’aun dan masuk dalam kawasan larangan.
Maryam tidak bisa berbuat apa-apa, dan ia segera pulang dengan membawa kabar
sedih, bahwa peti itu masuk ke dalam
daerah larangan, ke istana Raja Fir’aun.
Setelah
Yukabit menerima kabar tersebut, ia terkejut dan menyerahkan sepenuh kepada
Allah SWT.
Ketika dayang-dayang istana sedang mandi ditepi
sungai Nil, tiba-tiba peti itu menuju
kearah mereka dan mereka langsung mengabarkannya kepada Asiah. Asiah pun menyuruh
para dayang untuk memgambil peti tersebut, setelah dibuka dalamnya ternyata
seorang bayi yang sangat tampan.ketika
para pengawal mendengar kejadian tersebut, mereka mengkhabarkan kepada Fir’aun. Fir’aun mengira bahwa bayi itu
bayi Yahudi. Dan ia memerintahkan untuk membunuhnya. tetapi Asiah melarangnya, dan memintanya untuk memeliharanya seperti
anak mereka sendiri.
Ada
sebuah kisah yang menjadikan Fir'aun menerima bayi itu dan diangkat menjadi
anaknya. Ketika fir’aun memerintahkan supaya bayi didalam peti itu harus
dibunuh, Tiba-tiba Asiah teringat akan penyakit anak Fir'aun dari istri yang
lain. ia menderita penyakit kulit (sopak) yang tiada obat. Dia sudah
mengerahkan para tabib untuk menyembuhkannya. Akan tetapi tidak ada yang
berhasil. Ada
seorang nujum yang mengatakan, bahwa yang dapat menyembuhkan penyakit anak itu,
datangnya dari antara air dan pohon. Dia akan datang dari arah
laut dan dia menyerupai manusia. Hendaklah diambil dari air liurnya, kemudian
diolesi pada kulit yang sakit.
Asiah memerintahkan kepada
dayang-dayang supaya membawa anak perempuan Fir'aun itu kepadanya, kemudian ia
mengambil sedikit demi sedikit air liur bayi itu (Musa) lalu diusapkan pada
bagian-bagian yang sakit. Serta merta penyakit itupun hilang.
Melihat itu semua Fir'aun
tidak bergeming sedikitpun. Asiah tidak mau kalah. Ia memutar otak. Wahai
suamiku, “Perintah pembunuhan bayi laki-laki dari kaum bani Israel sudah
berjalan tiga bulan, akan tetapi gerak-gerik, besar badan bayi itu menunjukkan
seakan-akan berumur satu tahun, bukankah
begitu?” Asiah mencoba meyakinkan Fir’aun. Walau demikian, Fir'aun tetap tidak
ambil perduli. Dia tetap akan membunuhnya. Tapi selalu ditampik dengan halus
oleh Asiah. Dengan keteguhan hati istri yang dicintainya itu, ia pun luluh. Asiah
memberinya nama MUSA. Diambil dari kata: MU artinya air, SA artinya pohon.
Cerita mimpi Fir'aun telah
ditelan masa. Kekejaman yang dilakukannyapun sudah mulai dilupakan. Dan keadaan
negeri telah kembali aman. Musa semakin hari semakin besar, ia sungguh menjadi
penghibur hati asiah dengan kepintaran
dan kecerdasannya, Tak terkecuali Fir'aun pun terhibur dengan keberadaannya.
Ada suatu peristiwa, ketika Fir'aun sedang
duduk dengan Asiah, dan Musa datang kepada mereka. Diambilnya Musa dan
diletakan dipangukannya. Tiba-tiba Musa menampar wajahnya berkali-kali, dan
menarik janggut Fir'aun sekeras-kerasnya. Fir'aun merasakan betul-betul sakit
ketika itu. beruntung Asiah datang dan mengambil Musa dari pangkuannya. ketika
Fir'aun menceritakan kejadiaan yang baru dialaminya, istrinya tidak percaya.
Mana mungkin seorang anak kecil bisa mempunyai tenaga layaknya orang dewasa.
Fir'aun betul-betul merasa, anak inilah nantinya yang akan meruntuhkan
kekuasaannya. keinginannya untuk membunuh Musa kembali berkobar. dan sekali lagi,
Musa diselamatkan oleh Asiah dari kemurkaan Fir'aun. Namun, kuasa Allah lebih
berkuasa daripada sekalian orang-orang yang berkuasa.
Pada mulanya Musa
menyangka dirinya salah seorang dari keturunan Fir'aun. Tetapi lama kelamaan ia tersadarkan, bahwa ia
keturunan dari bani Israel.
batinnya mulai berontak terutama apabila
ia melihat penganiayaan yang diderita kaumnya dan bangsanya sendiri dari
cengkraman Fir'aun dan orang-orangnya. Sehingga terjadilah pembunuhan yang dilakukan Musa tanpa sengaja. Dan kisah ini termaktub
dalam Al Qur’an. Kemudian ia melarikan
diri sampai ke Palestina dan pada akhirnya tiba di Madyan, disana ia bertempat
tinggal untuk sementara waktu dibawah perlindungan Nabi Syu'aib.
Selama lebih dari sepuluh
tahun ia tinggal disana, dan iapun telah menikah dengan Saffura, putri dari Nabi Syu'aib. Kemudian ia
kembali ke Mesir untuk melihat kaum dan bangsanya.
Dalam perjalanan ke Mesir,
Nabi Musa mendapatkan wahyu dari Allah SWT dibukit Tursina. Allah
memerintahkannya supaya pergi kepada Fir'aun dan menyerunya kepada agama Allah
SWT. Dan ia dibantu saudaranya yang bernama Harun. Ketika Nabi Musa berhadapan
dengan Fir'aun untuk menyampaikan pengutusan Allah SWT itu, Asiah senantiasa
disamping Musa, membelanya dan mendorongnya dengan sepenuh hati. Asiah pun
percaya dengan apa yang dibawa oleh Musa. Ia memang tidak percaya sama sekali
tentang pengakuan suaminya sebagai Tuhan, bagaimana mungkin seorang manusia
sebagai Tuhan sedangkan dia tidak mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Sifat
manusia itu sifat yang akan berakhir pada
kematian, bagaimana mungkin seorang Tuhan akan binasa?
Fir'aun sangat kecewa terhadap istrinya, karena
ia membela terhadap seruan Musa. Asiah ditangkap dan dipenjara bersama
orang-orang yang mempercayai Musa. Fir’aun sudah tidak perduli lagi. Asiah
disiksa dengan tidak berperikemanusiaan. Dalam penyksaan itu ia menghembuskan
nafasnya. Tampa
pernah bibirnya lepas mengucapkan keagungan Allah Tuhan semesta Alam, Rabb yang
Maha Adil dan Maha Berkuasa.
0 komentar:
Post a Comment