UMMU RUMMAN BINTI AMIR
Namanya
tersebut di dalam kitab A1-Istiy’ab sebagai Ummu Rumman binti Amir bin
Uwaimir bin Abdu Syams bin Attab bin Uzainah bin Subaik bin Dahman bin Al-Haris
bin Al-Ghunim bin Malik bin Kinanah. lbnu Ishaq r.a menyebutkan bahwa namanya
adalah Zainab, yang lain menyebutkan bahwa namanya Da’d. Tapi dia lebih dikenal
dengan nama julukannya, Ummu Rumman.
Dia merupakan
seorang shahabiyah mulia yang memperoleh kedudukan tinggi dalam jiwa Rasulullah
SAW dan dia juga mempunyai tempat yang terhormat di antara para wanita muslimah
yang menghiasi sejarah peradaban Islam, karena sepak terjangnya yang harum,
aromanya menyebar sepanjang masa.
Selain
daripada itu, Ummu Rumman juga seorang perawi hadits, dia telah memeluk Islam,
memberikan bai’atnya kepada Rasulullah SAW dan ikut berhijrah pula. Bahkan
tercatat dalam sejarah, sebagai wanita pertama yang turut berhijrah ke Madinah,
dia juga dikenal sebagai sosok wanita mukminah yang banyak ibadahnya.
Ibu Orang-Orang yang Utama
Ummu Rumman
mempunyai banyak keistimewaan-keistimewaan yang diberkahi sehingga membuatnya
termasuk dalam jajaran para pemimpin wanita dunia. Bahkan meskipun dengan satu
keistimewaan saja itu sudah mampu menempatkannya pada kedudukan yang tinggi
diantara para wanita lainnya.
Menantunya
adalah makhluk Allah yang paling utama yaitu nabi kita Muhammad SAW. Suaminya
adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Putrinya adalah istri makhluk yang paling
mulia di dunia dan di akhirat, yaitu Ash-Shiddieqah bintu Ash-Siddieq, yang membawa kesaksian suci dari sisi Allah,
Ummul Mu’minin Aisyah, wanita yang paling mendalam ilmunya di tengah ummat ini.
Adapun anak
laki-lakinya adalah penunggang kuda yang paling baik di sekolah Nubuwah dan
salah seorang sahahat Nabi SAW yang ditetapkan kebahagiaan, Abdurrahman bin Abu
Bakar yang juga salah seorang pemanah yang handal dan pemberani.
Di samping
semua itu, dialah yang pertama kali membuka lembaran hidupnya di sisi Abu bakar
untuk segera masuk Islam dan beriman kepada risalah Muhammad SAW.
Kehidupannya Semasa Jahiliyah
Di bilangan
As-Sarat di Jazirah Arab, Ummu Rumman binti Amir tumbuh dewasa lalu menikah
dengan seseorang yang bernama Abdullah bin Al-Harits bin As-Sabbarah Al-Uzdy.
Dari suaminya ini dia mempunyai anak yang bernama At-Thufail bin Abdullah. Karena
suaminya ingin menetap di Ummul Qurra’ Makkah, maka dia memboyong keluarganya
pindah kesana. Sebagaimana kebiasaan bangsa Arab pada saat itu yang saling
menjalin perjanjian persahabatan, maka dia melihat bahwa Abu Bakar sebagai
sekutu yang paling baik. Karena itulah dia membuat perjanjian persahabatan
dengannya. Maka kemudian dia menetap dengan keluarganya di Makkah hingga dia
meninggal dunia disana. Setelah sepeninggal suaminya, Ummu Rumman dan anaknya
tinggal sendirian di sana
tanpa ada yang menanggung hidupnya. Tapi kesendirian Ummu Ruman tidak
berlangsung lama, karena Abu Bakar langsung menikahi dan memuliakannya di
sisinya bersama anaknya, Ath-Thufail. Maka jadilah Ummu Rumman hidup dibawah
lindungan Abu Bakar, lalu dia melahirkan Abdurrahman dan Aisyah, yang kemudian
menjadi istri Nabi SAW.
Dalam suatu
kitab disebutkan bahwa semasa jahiliyah Abu Bakar telah menikah dengan Qutailah
bintu Abdul Uzza AI-Quraisyiyah A1-Amiriyah dan mempunyai anak Abdullah dan
Asma. Kemudian Abu Bakar menikahi Asma’ binti Umais setelah masuk Islam dan
mempunyai anak bernama Muhammad. Kemudian dia menikah lagi dengan Hahibah binti
Kharijah dan mempunyai seorang anak putri setelah dia meninggal, bernama ummu
Kultsum. Ketika Abu Bakar meninggal, dia hanya meninggakan Habibah binti
Khorijah.
Wanita yang Lebih Dahulu Masuk
Islam
Ash-Shiddieqah
bintu Ash-Shiddieq Aisyah r.a berkata “Aku tidak mengetahui kedua orang tuaku
melainkan mereka memeluk satu agama”.
Jadi keislaman
Shahabiyah Ummu Rumman termasuk lebih dahulu. Setelah Rasulullah SAW diangkat
menjadi rasul, maka Abu Bakarlah yang pertama-tama beriman kepada beliau dan
membenarkan da’wah beliau dari kaum Ielaki. Lalu dia pulang ke rumah menemui
istrinya, Ummu Rumman dan memberitahukan tentang Islam. Maka seketika itu pula
dia merasakan da’wah Islam merasuk ke dalam jiwanya yang suci. Dia beriman dan
membenarkan da’wah Rasulullah SAW. Jadi dia termasuk jajaran wanita pertama
yang beriman dan mendapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah SAW, lbnu Sa’ad
menyebutkan hal ini dengan berkata: “Ummu Rumman masuk Islam di Makkah dalam
ajaran yang pertama, ikut berbai’at dan hijrah”.
Ummu Rumman
menerima ajaran-ajaran Islam sejak dini dan melihat keagungan Islam dari diri
Rasulullah SAW. Sebab pada saat itu Rasulullah biasa mondar-mandir menemani
rekan beliau Abu Bakar Ash-Shiddieq. Tentu saja Ummu Rumman merasa sangat
gembira setiap kali menerima kunjungan yang penuh barakah ini. Dia suguhkan
apapun yang dia mampu untuk disuguhkan dalam rangka memuliakan beliau. Allah
menanamkan rasa cinta ke dalam hati shahabiyah yang suci ini, hati yang
dipenuhi iman dan kepasrahan diri, sebagaimana Allah juga menganugerahinya
semangat yang tinggi dan kesabaran yang menakjubkan dalam menghadapi segala
kesulitan dan kesusahan.
Ummu Rumman
sering tersiksa karena melihat keadaan orang-orang muslim yang mendapat siksaan
dari orang-orang musyrik. Dia melihat sendiri bagaimana Rasulullah SAW
mengajarkan pelajaran tentang kesabaran kepada para sahabat. Dia juga
menampilkan dirinya sebagai wanita ideal yang memenuhi hak bagi Islam dan
orang-orang muslim. Dia merasa gembira terhadap suaminya yang suka menolong
orang-orang yang lemah dan memerdekakan para budak muslim dengan hartanya
sendiri. Tindakannya ini mendapat dukungan yang utuh dari istrinya, meskipun hanya
sebatas perkataan yang baik.
Wanita Mukminah yang Bertakwa dan
Ibu yang Ideal
Di samping
keberadaannya sebagai wanita yang lebih dahulu masuk Islam dan sebagai ibu yang
ideal serta penuh kasih sayang, dia juga senantiasa mendidik kedua anaknya,
Abdurrabman dan Aisyah pada ketaqwaan, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia
mengasuh anaknya dengan pengasuhan yang baik. Gambaran tentang kebersihan
jiwanya dan kebaikan tindak-tanduknya tercermin dalam diri putrinya, Aisyah,
yang di kemudian hari dia menjadi wanita yang sangat besar kedudukannya dalam
Islam.
Nabi Muhammad
SAW biasa mendatangi rumah Abu Bakar pada siang dan petang hari, lalu berpesan
kepada Ummu Rumman untuk memperhatikan Aisyah, seraya bersabda, “Wahai Ummu
Rumman, berbuat baiklah terhadap Aisyah dan jagalah dia bagiku”. Dengan pesan
Rasulullah SAW ini, Aisyah mendapatkan tempat tersendiri di tengah keluarganya,
sementara mereka tidak menyadari kecuali menurut apa yang telah ditetapkan
Allah.
Ibu Mertua yang Mulia
Ummul Mu’minin
Khadijah bintu Khuwailid r.a meninggal dunia, tiga tahun sebelum hijrah. Dua
tahun kemudian barulah beliau menikahi Aisyah berdasarkan wahyu dari Allah SWT.
Rasulullah SAW mengabarkan hal ini kepada Aisyah, dengan bersabda, “Aku
bermimpi bertemu denganmu selama tiga malam, aku didatangi malaikat yang
bersama dirimu dalam sebuah sekedup yang terbuat dari sutera. Malaikat itu
berkata, “ini adalah istrimu”. Ketika aku menyingkap kain dan sutera itu
ternyata wanita itu adalah engkau. Kalau memang ini berasal dan sisi Allah, maka
biarlah itu yang akan terjadi”. (Diriwayatkan Bukhori, Muslim dan Tirmidzi).
Suatu kali
Khaulah binti Hakim menemui Rasulullah SAW dan menawarkan agar beliau bersedia
menikahi Aisyah bintu Ash-Shiddieq atau Saudah bintu Zum’ah yang sudah masuk
Islam. Beliau menyetujui tawaran itu. Di sinilah Ummu Rumman tampil sebagai
wanita yang mengemban tugas mulia dan mendapatkan kedudukan yang agung, yaitu
sebagai ibu mertua Rasulullah SAW. Dia memberitahukan kepada suaminya, Abu
Bakar tentang keinginan Rasulullah itu, bahwa Allah akan rnenganugerahkan
kebaikan dan barakah ke dalam nasabnya. Maka terjadilah ketetapan Allah, hingga
Aisyah menjadi salah seorang Ummahatu-l-Mu’minin. Tentu saja Ummu Rumman merasa
sangat bahagia dan gembira karena kemuliaan ini.
Ummu Rummah dan Peristiwa
Hijrah
Abu Bakar
Ash-Shiddieq pergi bersama Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah. Dia
tinggalkan keluarganya di Makkah, dengan harapan lain kali mereka dapat
menyusulnya ke sana.
Ummu Rumman harus memikul beratnya hidup setelah kepergian suaminya ke Madinah,
karena suaminya membawa semua harta yang dimilikinya. Tapi semua ini tidak
membuatnya gundah. Dia justru berharap agar Rasulullah bisa selamat dari
kejaran orang-orang musyrik dan penyiksaan mereka. Dia tetap sabar menghadapi
rasa takut, hingga dia mendengar kabar bahwa Rasulullah sudah tiba di Madinah
dalam keadaan selamat. Kemudian beliau mengirim utusan untuk menjemput keluarga
beliau dan juga keluarga Abu Bakar yang masih berada di Makkah.
Rombongan
orang-orang yang berhijrah ini harus menempuh perjalanan dan Makkah ke Madinah.
Dalam perjalanan itulah tampak karamah yang agung pada diri Ummu Rumman r.a,
ketika ada bahaya yang dapat mengancam keselamatan putrinya, Aisyah, namun dia
diselamatkan pertolongan Ilahi. Pasalnya onta yang dinaiki Ummu Rumman dan
putrinya Aisyah Iari lepas kendali. Maka seketika itu pula Ummu Rumman
berteriak, “Selamatkan pengantin baru dan putriku”.
Ummul Mu’minin
Aisyah menceritakan peristiwa itu, bahwa dia menuturkan saat onta yang
dinaikinya lepas kendali dan melarikan diri. Tiba-tiba aku mendengar suara,
“lepaskan tali kendalinya”, maka aku melepaskannya dan onta itupun berhenti
dengan seizin Allah, hingga Allah menyelamatkan kami.”
Rombongan yang
dipimpin oleh Ummu Rumman akhirnya tiba di Madinah, kemudian singgah di rumah
yang disediakan oleh Abu Bakar. Setelah Allah memuliakan nabi-Nya dalam Perang
Badar, maka barulah beliau melangsungkan pernikahannya dengan Aisyah pada bulan
Syawwal tahun kedua setelah hijrah. Ummu Rumman mempersiapkan Aisyah agar siap
berada di rumah Nubuwah, sehingga rumah Aisyah menjadi tempat turunnya wahyu
yang di bawa Jibril.
Ummu Rumman Dan Ujian yang
Besar
Ummu Rumman
merasa sangat gembira karena dia melihat kebaikan perlakuan menantunya,
Rasulullah SAW terhadap putrinya Aisyah. Kebahagiannya semakin melambung karena
kecintaan beliau terhadap putrinya. Sehingga hal ini membuatnya semakin
meningkatkan ketulusan dan ibadah kepada Allah, karena dia telah rnendekatkan
dirinya dengan rumah Nabawi dan karena kedudukannya yang tinggi di sisi
Rasulullah SAW, karena beliau menghormati dan memuliakannya.
Tahun demi
tahun terus berlalu, hingga akhirnya Ummu Rumman menghadapi ujian yang besar,
yang bisa menodai kesucian hidupnya hanya selama beberapa waktu yang tidak
seberapa lama. Ujian itu berupa awan yang bergulung gulung, yang mengakibatkan
keletihan dan kepenatan. Dia merasakan betapa berat hari demi hari, detik demi
detik yang harus dilewatinya. Pasalnya, putrinya Ash-shiddiqah mendapatkan
tuduhan bohong. Hampir saja Ummu Rumman bergerak sendiri untuk mencari
kebenaran isu yang sengaja disebarluaskan orang-orang munafik dan pendengki, di
bawah komando Abdullah bin Ubay bin Salul, pernimpin orang-orang munafik.
Bahkan sesaat setelah dia mendengar berita bohong yang dituduhkan terhadap
putrinya itu, dia langsung jatuh pingsan, karena apa yang didengarnya itu
terlalu berat untuk didengar. Tapi berkat pertolongan Allah, orang-orang yang
jahat itu mendapatkan balasan yang setimpal, mereka dihinakan hingga kiamat
tiba.
Ketika datang
ujian yang besar inilah Ummu Rumman tampil memainkan peranannya sebagai ibu
yang penuh kasih sayang, seorang ibu mertua yang beradab, yang mengetahui hak
dan menyadari makna kewajiban, serta seorang istri yang menjadi bagian dari
suaminya untuk sepanjang masa. Hampir saja timbul kekacauan karena berita
bohong itu, sekiranya saja tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya, sehingga
akhirnya kekacauaan itupun dapat disingkirkan.
Ummu Rumman
r.a mampu bersikap secara bijak ketika menghadapi ujian yang bisa
rnenghancurkan rumah tangga yang belum lama dibangun. Dia tidak memberitahukan
secara persis tentang berita bohong itu kepada putrinya. Tapi kehendak Allah
menetapkan bahwa Aisyah harus mendengarkannya sendiri.
Kita berikan
kesempatan kepada yang bersangkutan dengan peristiwa ini, Ash-Shiddieqah Aisyah
sendiri untuk menceritakan sendiri keadaan dirinya dan juga keadaan ibunya Ummu
Rumman. Marilah kita ikuti peristiwa ini bersama Ummul Mukminin Aisyah yang
menuturkan kepada kita, “Ketika kami dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba
Rasulullah SAW muncul dihadapan kami, beliau mengucapkan salam lalu duduk, dan
beliau tidak pemah duduk didekatku selama menyebarnya desas-desus itu. Selama
sebulan penuh tidak ada wahyu yang turun berkenaan dengan kasusku ini. Ketika
duduk itulah Rasulullah mengucapkan syahadat, kemudian bersabda “Wahai Aisyah,
sesungguhnya aku sudah mendengar keadaanmu yang begini dan begitu. Kalau memang
engkau bebas dari kesalahan, tentu Allah akan membebaskan dirimu. Dan jika
engkau melakukan dosa, maka mohonlah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosanya kemudian dia
bertaubat kepada Allah, tentu Allah menerima taubatnya”.
Setelah
Rasululiah menyelesaikan perkataannya, air mataku sudah habis sehingga aku tidak
dapat lagi merasakan air mataku walau setetespun. Lalu aku berkata kepada
bapakku, Berikan jawaban kepada Rasulullah atas nama diriku tentang apa yang
disabdakannya.
Bapakku
berkata, “tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah SAW”.
Kukatakan
kepada ibuku, “Berikan jawaban kepada Rasulullah SAW atas nama diriku tentang
apa yang disabdakannya.”
Ibuku berkata,
“Aku tidak tahu tentang apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah SAW.”
Perhatikan
baik-baik wahai pembaca yang budiman sikap yang tidak ingin menonjolkan
kepentingan diri sendiri ini. Gambarkan bagaimana keadaan shahabiyah Ummu
Rumman dihadapan Rasulullah pada saat-saat yang sensitif dan genting ini. Tapi
keputusan Allah sudah ditetapkan dan sudah terukur.
Pembebasan yang Agung dan Kegembiraan
yang Besar
Rasulullah SAW
masih berada di dekat Aisyah, Setelah sabda beliau usai, suasana menjadi diam
hingga beberapa saat. Pada saat itulah turun wahyu yang membawa kesaksian
Rabbani bagi Ash-Shiddieqah Aisyah. Maka pada saat itu pula kegembiraan
menyelimuti hati Ummu Rumman, ketika Rasulullah menyampaikan wahyu yang baru
saja turun, “Wahai Aisyah, demi Allah Azza wa Jalla, Dia telah membebaskan
dirimu.”
Semua orang
merasa senang karena kesaksian Rabbani yang penuh barakah ini. Dalam suasana yang
gembira dan rnenyenangkan pada saat itu, Ummu Rumman tidak melupakan
dasar-dasar adab dihadapan Rasulullah SAW. Maka dia memerintahkan putrinva,
Aisyah supaya bangkit dan menghampiri beliau, seraya berkata, “Hampirilah
beliau!”
Namun Aisyah
berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghampirinya dan aku tidak akan memuji
kecuali kepada Allah Azza Wa Jalla.”
Adapun ayat
yang turun pada saat itu adalah:
إن
اللذين جاءوا بالإفك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم .....
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong
itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong
itu buruk bagi kalian. Hingga sepuluh ayat berikutnya, An-Nur : 11-20.
Begitulah
akhirnya Ummul-Mu’minin keluar dari ujian yang berat ini berkat kesaksian dari
Rabbul AIamin, yang sekaligus menunjukkan kebersihan dan kebebasannya dan dosa.
Kehormatan Keluarga Bakriyah yang
Suci
Kehidupan yang
suci kembali menghiasi hati Ummu Rumman r.a., setelah diselimuti awan berita
bohong. Allah telah memuliakan rumah dan keluarga Abu Bakar Ash-Shiddieq,
menurunkan Al-Qur’an berkenaan dengan ibu kita, Aisyah, yang senantiasa dibaca
hingga hari kebangkitan. Maka mulialah keluarga yang suci ini. Yang demikian
itu merupakan balasan yang sepadan bagi orang yang masuk Islam sejak pertama,
yang mengorbankan diri dan keluarganya dalam rangka mencari keridhaan Allah dan
keridhaan Rasul-Nya. Abu Bakar selalu menjaga kesucian keluarganya lewat perkatannya
yang masyhur, “Demi Allah, tidak ada isu yang dikatakan terhadap kami semasa
Jahiliyah. Lalu bagaimana mungkin isu itu justru muncul setelah Allah
memuliakan kami dengan Islam?”. Cukuplah kemuliaan dan kehormatan bagi Abu
Bakar, karena Allah menjadikan dirinya termasuk Ulul-Fadhli.
Wanita yang Baik dan Taat
Beragama
Kehidupan Ummu
Rumman diwarnai dengan beberapa momen yang lembut dan sentuhan yang diberkahi
hingga membuat dirinya termasuk wanita yang taat dan ahli ibadah, yang layak
diteladani. Dia senantiasa berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya,
disamping tidak keluar dan ketaatan kepada suami.
Ibadahnya juga
menonjol, shalatnya benar dan lurus, berkat pengarahan suaminya, Abu Bakar
Ash-Shiddieq. Dia meriwayatkan bagaimana Abu Bakar mengajarinya shalat secara
benar, dia berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddieq pernah melihatku menyondongkan
badan dalam shalat. Maka dia langsung menegurku dengan teguran yang amat keras,
hampir-hampir membuatku membatalkan shalat”. Kemudian dia berkata, “Aku pernah
mendengar rasulullah bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian berdiri
dalam shalatnya, maka hendaklah dia menenangkan anggota-anggota tubuhnya dan
janganlah condong seperti condongnya orang Yahudi, karena menenangkan anggota
tubuh termasuk kesempurnaan shalat”.
Dalam masalah
do’a dan istighfar, Ummu Rumman bersama suaminya menampilkan sosok yang ideal
dan praktis. Ali bin Balban Al-Maqdisiy menyebutkan dalarn kitabnya yang
berjudul, Tuhfatush-Shadiq fi fadha’il Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia berkata,
"Abu Bakar dan Ummu Rumman datang kepada Rasulullah SAW”.
“Apa keperluan
kalian berdua?" tanya beliau.
“Wahai
Rasulullah, mohonlah ampunan bagi Aisyah, sedang kami menyaksikannya” kata
keduanya.
Maka beliau
berdo'a “Ya Allah, ampunilah bagi Aisyah binti Abu Bakar dengan ampunan secara
dzahir dan batin, yang tidak disusuli dengan dosa.”
Ketika
Rasulullah melihat kegembiraan terpancar pada diri mereka berdua karena do’a
itu, beliau bersabda, “Do’a ini sengaja kuberikan bagi siapapun yang beriman
dari ummatku semenjak aku diutus Allah sebagai rasul hingga hari ini”.
Rasulullah
memuliakan Ummu Rumman dan menghormatinya karena dia senantiasa mencari
keberuntungan berupa keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dia lebih banyak diamnya
jika Rasulullah sedang berbicara dengan putrinya. Pengarang As-Siyrah
Al-Halabiyah meriwayatkan bahwa Rasulullah biasa menyebut-nyebut Khadijah
dan memuliakan rekan-rekannya sesama wanita. Suatu kali Aisyah berkata kepada
beliau, “Sepertinya di dunia ini tidak ada lagi seorang wanita selain
Khadijah”.
Perkataannya
ini membuat Rasulullah marah. Tiba-tiba Ummu Rurnan berkata, "Apa yang
sedang terjadi antara engkau dengan Aisyah? Dia masih muda dan engkau adalah
orang yang paling berhak untuk memaafkannya.”
Rasulullah
memegang dagu Aisyah seraya berkata, “Bukankah engkau yang mengatakan bahwa di
muka bumi ini tidak ada lagi seorang wanita selain Khadilah? Demi Allah dia
telah beriman kepadaku ketika kaummu kufur kepadaku dan dari dia pula aku
dianugerahi anak, sementara kalian tidak dianugerahinya”.
Begitulah
sikap diam Ummu Rumman dihadapan Rasulullah. Sementara beliau tidak mengatakan
karena dorongan hawa nafsu, tapi itu merupakan wahyu yang diberikan kepada
beliau.
Selamat Tinggal Wahai Ibu
Ash-Shiddieqah
lbnu Sa’d
rnenyebutkan di dalam kitab Ath-Thabaqaat tentang kematian shahabiyah
yang mulia, Ummu Runiman seraya memujinya, dia berkata, “Ummu Rumman adalah
seorang wanita shalihah, yang meninggal pada masa Rasulullah pada bulan
Dzuihijjah tahun keenam setelah hijrah”.
Kematian Ummu
Rumman meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa Rasulullah, begitu pula dalam
jiwa putrinya dan sekaligus istri beliau, Aisyah. Tapi Allah memuliakannya
dengan kemuliaan yang agung, menjadikannya termasuk orang-orang yang mendapat
kebahagiaan, insya Allah. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan memohonkan
ampunan baginya.
Diantara inti
pengabaran Ummu Rumman, bahwa Rasulullah tidak pernah turun ke liang kubur
seorangpun kecuali lima
liang kubur, tiga wanita dan dua lelaki, yaitu liang kubur Khadijah Ummul
Mukminin di Makkah, dan empat lainnya di Madinah, salah satu diantaranya adalah
liang kubur Ummu Rumman r.a di Baqi’. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan
bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari Mu selagi
Ummu Rumman bertemu dengan-Mu dan rasul-Mu”.
Hal terakhir
dalam kehidupan Ummu Rumman adalah do’a Rasulullah. Sungguh itu merupakan
penutupan yang paling baik dan do'a yang paling baik pula.
Kabar Gembira Masuk Surga
Firman Allah:
إن
الذين آمنوا وعملوا الصالحات وأخبتوا إلى ربهم أولئك أصحاب الجنة
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih dan merendahkan diri
kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga, mereka kekal di
dalamnya” ( Hud: 23)
Shahabiyah
yang mulia, Ummu Rumman merupakan salah seorang wanita Islam yang meninggalkan
jejak tersendiri yang harum dalam sejarah. Dia termasuk para wanita yang
pentama-tama masuk Islam dan termasuk golongan wanita yang pertama-tama hijrah,
termasuk wanita ahli ibadah dan teguh dalam ketaatan yang berkorban untuk
kepentingan Islam.
Ummu Rumman
mendapatkan kabar gembira yang besar akan masuk surga, seperti yang
diriwayatkan Ibnu Sa’d dengan sanadnya, dari Al-Qasim bin Muhammad ia berkata,
Ketika jasad Ummu Rumman dimasukkan kedalam kuburnya, maka Rasulullah bersabda,
“Siapa yang suka melihat wanita dan golongan bidadari yang bermata jeli,
hendaklah dia melihat Ummu Rumman.”
Tidak dapat
diragukan bahwa hadits ini merupakan isyarat tentang kabar gembira baginya
sebagai penghuni syurga, karena bidadari yang bermata jeli hanya ada di dalam
syurga.