ADS

....

Terlihat Kalah Cantik Dibanding Wanita Lain? Seorang suami mengadukan apa yang ia rasakan kepada seora...

....

Ketika Allah menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya, "Mengapa begitu lama engkau menciptakan wanita, Ya Alllah ???.

...

Embun pagi menetes syahdu Keindahan hari mulai berpadu Ada seberkas harapan terpancar dari wajah seorang ibu Melihat gadis mungilnya bersemangat menggebu .

.....

ZUBAIDAH BINTI JA’FAR Tiada seorang wanita pun yang telah memiliki kedudukan dan pangkat, kekayaan dan kemewahan, kekuasaan dan kemampuan, derajat yang tinggi dan pengaruh yang luas, sebagaimana yang telah dimiliki oleh Zubaidah Binti Ja’far, i.

...

Rabi’ah binti Isma’il Al-Adawiyah tergolong wanita sufi yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Dia satu-satunya wanita yang telah membentuk pengajaran dan pencapaian tingkat kesufian. Dia telah mencapai tingkat makrifat tertinggi di dalam sufisme.

Wednesday, 27 January 2016

SILENT IS GOLD





Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengucapkan kata-kata yang baik, atau diam. Hal ini bermakna jika tidak tidak mampu, maka sebaiknya diam saja.
Diam sendiri memiliki banyak kelebihan. Dalam kitab Muraqi Ubudiyyah karangan seorang ulama besar, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jaawi, disebutkan ada 7 manfaat dari diam. Ketujuh manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Merupakan Ibadah tanpa harus kerja keras atau berusaha

Dalam bahasa Arabnya adalah أولها أن الصمت عبادة غير أولها أن الصمت راحة غير عناء. Diam bisa dikatakan suatu ibadah yang sangat mudah. Kita hanya perlu diam, tidak harus melakukan apapun dan tidak membutuhkan biaya.

Monday, 25 January 2016

Adab Seorang Istri Terhadap Suami




“Dunia (hidup di dunia ini) adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia ini adalah istri yang baik (sholehah).” (Shahih Muslim, Kitab 14, Bab 17, Hadits No. 1467).
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh seorang istri yang sholehah di dalam keluarga, termasuk pergaulannya terhadap suami. Beberapa hal tersebut adalah:
  1. Menjadi seorang istri yang baik adalah sedemikian penting sehingga dari titik pandang Islam, seorang istri yang baik dipandang sebagai sesuatu

Sunday, 24 January 2016

MUSUH TERBESAR DALAM HIDUP KITA

MUSUH TERBESAR DALAM HIDUP KITA ADALAH... DIRI KITA SENDIRI
Seekor ular cobra memasuki gudang tempat bekerja tukang kayu yg sdh pulang utk istirahat, sudah menjadi kebiasaan tukang kayu membiarkan sebagian peralatan kerjanya berserakan tanpa merapikannya, ketika ular masuk kedalam gudang tanpa sengaja merayap diatas gergaji.

Saturday, 23 January 2016

wafatnya Al-Habib ‘Abdul Qadir bin ‘Abdurrahman Aassegaf

Kisah wafatnya Al-Habib ‘Abdul Qadir bin ‘Abdurrahman Aassegaf (Ayahanda Habib Syech bin 'Abdul Qadir Assegaf -Solo)
Meningal di Hhari Jum'at Ketika Mengimami Sholat Jum'at di Sujud Terakir :
Shaf pertama penuh berdesak-desakan. Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf mengisyaratkan kepada Habib Najib bin Thoha Assegaf agar maju ke shaf pertama di belakang beliau.

Friday, 22 January 2016

Sifat yang harus dijauhi seorang istri.

Sifat yang harus dijauhi seorang istri.
Al - Anaanah.
Banyak keluh kesah. Selalu merasa tak cukup apapun keadaannya. Terlebih lagi bila hidup susah. Jauh dari rasa syukur.
Al-Manaanah.

Thursday, 21 January 2016

Kisah Inspiratif Louis Braille


Inilah dahsyatnya kekuatan ketekunan dan kesungguhan grin emotikon BTW tgl lahirnya sama dengan ane ya,,Mungkin ane reinkarnasinya pacman emotikon

"Kisah Inspiratif Louis Braille"

Wednesday, 20 January 2016

"ORANG SOMBONG TIDAK AKAN MEMBACA NYA"

" ramai ahli kubur yg lain sedang mengais-gais rumput"

Kisah yang diceritakan oleh seorang Hamba ALLAH tentang mimpi Seorang Wali Ditanah Perkuburan ,di dalam mimpi wali itu, wali tu ternampak roh ahli-ahli kubur sedang kais-kais rumput seperti mencari sesuatu. Tetiba beliau terlihat ada seorang roh ahli kubur yg sudah berusia sedang duduk berehat diatas kuburnya sendiri . Beliau mengambil keputusan untuk bertanyakan kepada roh orang tua tersebut.

Saturday, 16 January 2016

ZUBAIDAH BINTI JA’FAR



ZUBAIDAH BINTI JA’FAR


Tiada seorang wanita pun yang telah memiliki kedudukan dan pangkat, kekayaan dan kemewahan, kekuasaan dan kemampuan, derajat yang tinggi dan pengaruh yang luas, sebagaimana yang telah dimiliki oleh Zubaidah Binti Ja’far, istri Harun Ar-Rasyid. Dan juga ibu seorang Khalifah anaknya yang bernama Al-Amin. Dia adalah simbol wanita yang bersemangat, dan contoh teladan pada zaman kerajaan Abbasiyah. Nama aslinya Amatul Aziz binti Ja’far.
Wanita mulia ini selalu dimanjakan dengan curahan kasih sayang semenjak kecil. Kakeknya Abu Ja’far Al-Mansur dan pamannya Al-Mahdi, membesarkannya dengan penuh cinta. Kakeknya sangat mengagumi sang cucu, hingga diwujudkan dalam panggilan sang “Zubaidah” yang berarti “buih nan jernih”.
gkhj
Zubaidah adalah seorang wanita yang cerdas, bijaksana, setia dan penyayang. Pendapatnya selalu dihormati, yang menjadikannya sebagai penasehat pribadi Khalifah. Dia juga wanita yang fasih dan banyak menghafalkan syair dan gurindam. Dia juga pandai mengubah syair, dan senantiasa bersedia untuk berdebat dengan kaum lelaki dalam berbagai bidang ilmu dan seni. Disamping itu, dia juga terkenal sebagai wanita yang cantik rupawan, yang menyebabkan ia sangat dikasihi oleh Harun Ar-Rasyid serta diletakkannya di tempat yang tinggi lagi mulia.
Dia terkenal sebagai seorang

Friday, 15 January 2016

RABI’AH AL-ADAWIYAH



RABI’AH  AL-ADAWIYAH

Rabi’ah binti Isma’il Al-Adawiyah tergolong wanita sufi yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Dia satu-satunya wanita yang telah membentuk pengajaran dan pencapaian tingkat kesufian. Dia telah mencapai tingkat makrifat tertinggi di dalam sufisme.

Wednesday, 13 January 2016

AL - KHANSAA’ (Ibu Para Syahid)



AL - KHANSAA’
(Ibu Para Syahid)




Jarang sekali terjadi di mana semua sifat-sifat yang terpuji terkumpul pada satu pribadi seorang manusia, sebagaimana yang terkumpul pada Al-Khansaa’. Sifat-sifat ketinggian diri, kemurahan hati, ketangkasan, kepahlawanan, menepati janji dan ikhlas, tetap ada pada diri Al-Khansaa’ disamping keagungannya dalam syair dan keimanan, semua sifat- sifat ini terkumpul dan tercampur aduk dalam kehidupannya.

Tuesday, 12 January 2016

MARIAH AL-QIBTIYAH



MARIAH AL-QIBTIYAH

Pada tahun ketujuh hijrah, Nabi SAW telah mengikat perjanjian damai dengan kaum Quraisy yang dikenal dengan nama “Perjanjian Hudaibiyah”, kemudian bagindapun kembali ke Madinah.
Setibanya di Madinah, baginda mendapati Hatib bin Abu Balta’ah sedang menunggunya di sana. Hatib telah diutus oleh Nabi SAW ke Mesir untuk membawa suratnya kepada Al-Muqauqis, Maharaja Mesir, untuk menyerunya memeluk Islam.

Monday, 11 January 2016

UMMU KALTSUM



UMMU KALTSUM



Belum pernah terjadi pada awal Islam suatu persamaan di dalam kehidupan dua orang wanita, sebagaimana yang terjadi pada hidup Ummu Kaltsum dan Ruqoyyah, dua orang putri dari Rasulullah SAW. Terdapat persamaan dalam watak, tabi’at dan cara hidup mereka, yaitu suatu persamaan yang sungguh amat menakjubkan.

UMMI ZAR AL-GHIFARIYAH



UMMI ZAR AL-GHIFARIYAH


Ummi Zar Al-Ghifariyah dikenal orang sebagai sahabat yang mulia disamping tentang sejarah hidup suaminya. Suaminya adalah seorang sahabat yang mulia, dan teman yang sangat dicintai oleh Nabi SAW namanya Abu Zar. Dia adalah orang yang paling kuat imannya, paling tegas pemikirannya, dan paling jelas kepercayaannya, kedudukannya tetap untuk kebenaran dan hanya untuk kebenaran semata.
Ummi Zar senantiasa melazimkan diri disamping suaminya, Abu Zar. Dan dia menanggung bersama suaminya hal-hal yang biasanya sukar untuk ditanggung oleh seorang wanita. Dia pernah menempuh pelayaran yang jauh bersama suaminya, bermula dari tempat kabilahnya, Ghifar, untuk berpindah ke dalam pelukan Islam.

Sunday, 10 January 2016

HAFSAH BINTI SIRIN

HAFSAH BINTI SIRIN

Hafsah binti Sirin adalah salah seorang di antara wanita-wanita tab’iyat yang dimuliakan, dia terkenal sebagai wanita yang banyak beribadah, pandai dalam hal ilmu-ilmu hukum agama, baca A1-Qur’an dan Ilmu Hadist.

Saturday, 9 January 2016

ATIKAH BINTI YAZID BIN MU’AWIYAH



ATIKAH BINTI YAZID BIN MU’AWIYAH


Ketika Khilafah Bani Umayyah diserahkan kepada Abdul Malik bin Marwan, suatu pertempuran baru terjadi antara dia dengan dua orang kakak beradik dari Az-Zubair, yaitu Abdullah dan Mus’ab. Abdul Malik bin Marwan membuat keputusan untuk menyapu bersih Mus’ab bin Az-Zubair terlebih dahulu, sebelum saudaranya Abdullah bin Az-Zubair. Dia telah mengutus bala tentaranya setiap tahunnya untuk memerangi Mus’ab, tetapi selalu tidak berhasil, akhirnya dia memutuskan untuk memimpin tentaranya sendiri untuk membersihkan Mus’ab hingga ke akarnya.
Orang-orang yang dekat dengan Khalifah Abdul Malik telah menasehatinya supaya dia tidak keluar memimpin sendiri tentaranya ke medan perang, tetapi Abdul Malik menolak nasihat itu. Dan diantara orang-orang yang menganjurkan agar tidak keluar ialah istrinya sendiri, yaitu Atikah binti Yazid bin Mu’awiyah, Atikah khawatir bila terjadi suatu bencana yang tidak terduga atas suaminya, dia mengusulkan untuk mencari penggantinya dalam memimpin tentara itu, tetapi usahanya sia-sia, karena suaminya tidak mau mendengar usulnya itu, dia berkata kepada istrinya: “Jika aku mengerahkan sekalian penduduk Syam ke medan perang dan Mus’ab mengetahui bahwa aku tiada bersama mereka, niscaya tentara itu akan binasa keseluruhannya”.
Ketika Atikah putus asa untuk menahan kepergian Abdul Malik dia lalu menangis, dan turut menangis pula semua orang yang ada di sekelilingnya, tetapi Abdul Malik tiada memperdulikannya, dan terus menuju tentaranya yang sedang menunggu, sambil berkata:
Ketika pertempuran akan meletup, dia tiada pula menggalakkannya,
Nah itu kuda! Diatasnya loket mutiara yang menghiaskannya
Dia telah menghalang, tapi halangannya itu tiada gunanya
Maka menangislah dia, lalu menangis pula karenanya semua
Pengiringnya.
Atikah terus menunggu berita di Damsyiq, dan dia seperti duduk di atas bara, sambil mengingat hari-hari yang manis bersama Abdul Malik, dia berdo’a kepada Allah, agar Dia memanjangkan baginya hari-hari itu dan tidak rnengejutkannya dengan suatu musibah atas orang yang dicintainya itu.
Tiada berapa bulan sesudah itu, datanglah berita tentang kemenangan yang dicapai oleh Abdul Malik serta tewasnya Mus’ab bin Az-Zubair. Ketika Atikah mengetahui, bahwa tentara Bani Umayyah sedang dalam perjalanan pulang ke tanah air, dia segera menyediakan untuk suaminya segala apa yang disukai dan dicintainya.
Atikah binti Yazid bin Mu’awiyah tergolong antara wanita Bani Umayyah yang tinggi kedudukan dan martabatnya, datuknya adalah Khalifah bani Umayyah yang pertama, yaitu Mu’awiyah bin Abu Shofyan, dan ayahnya ialah khalifah yang kedua, yaitu Yazid bin Mu’awiyah, sedang dia sendiri adalah istri Khalifah Bani Umayyah, yaitu Abdul Malik bin Marwan, dan dia juga ibu daripada Khalifah Bani Umayyah yang bernama Yazid bin Abdul Malik.
Disamping keturunan dan kedudukannya yang tinggi, dia juga seorang wanita yang cantik dan rupawan, banyak dari kaum lelaki bani Umayyah yang tertarik kepadanya. Abdul Malik bin Marwan sendiri sangat mencintainya sehingga dia memikat hatinya. Al hasil tiada seorang wanita yang mendapatkan tempat di hati Abdul Malik dan kerajaanya seperti Atikah binti Yazid.
Meskipun ada cinta yang begitu luar biasa antara keduanya, namun pada suatu hari, pernah terjadi peristiwa yang menggores hati, antara Abdul Malik dengan Atikah, sehingga hampir memporak-porandakan kehidupan Abdul Malik. Dia merasa kurang senang mengapa dengan tiba-tiba Atikah mengurung dirinya dari Abdul Malik, dia coba membujuk Atikah dengan berbagai cara, namun ia enggan menemui Abdul Malik.
Suatu ketika Abdul Malik membuat suatu rencana dengan seorang lelaki dan pengawalnya, namanya Umar bin Bilal, orang ini adalah orang kepercayaan keluarga Bani Umayyah sejak dari masa Muawwiyah. Orang ini kemudian pergi ke pintu bilik Atikah pura-pura menangis dan meminta Atikah menjadi orang perantara antara dirinya dengan Abdul Malik, katanya: “Kedua anak saya itu telah berkelahi, lalu yang satu membunuh saudaranya, maka Khalifah telah memutuskan untuk membunuh yang satu lagi, jadi aku kini tidak akan mempunyai anak lagi”.
Atikah bimbang suaminya akan bertindak seperti apa yang dikatakan orang itu kepadanya, karena itu dia lupa dengan mogoknya, serta melupakan kekurang senangannya terhadap Abdul Malik, maka dengan segera dia keluar, dan berlari ke tempat dimana Abdul Malik berada, seraya berkata kepadanya:
“Aku merayu kepadamu atas nama Allah, wahai Amirul Mukminin! Demi Allah kalaulah bukan karena si Umar, tentulah aku tidak akan menemuimu di sini, aku tidak datang kemari melainkan untuk memberitahumu, bahwa salah seorang dari anak si lelaki itu menganiaya yang lain, lalu membunuhnya. Dan aku dengar kau akan membunuh yang satu lagi, padahal dia itu sebagai penggantinya, dan ayahnya sendiri telah memaafkan, anda tentu mengetahui kedudukannya pada Amirul Mukminin Yazid, dan sekarang orang itu masih berlindung di pintu bilikku sedang berdiri saja”.
Abdul Malik terus membisu seribu bahasa, sedang Atikah masih membujuk dan merayu, sehingga dia hampir mencium kakinya, Abdul Malik pun mengampuninya. Pada hari itu jugalah Abdul Malik dan Atikah telah berdamai. Semua itu dilakukan oleh Abdul Malik dengan rasa kasih sayang atas Atikah.
Berkata Abdul Malik kepada Atikah, “Kedua orang anakmu itu sudah baligh, dan kau dapat berikan kepada mereka sedikit dari warisan ayahmu, niscaya mereka akan dipandang lebih baik dari saudara saudaranya yang lain”. Maka Atikah pun meminta suaminya mengumpulkan beberapa orang saksi, setelah semua saksi telah hadir, dia lalu mengistiharahkan, bahwa dia telah mensedekahkan semua harta kekayaanya kepada fakir miskin dan suku kaum Sufyan.
Atikah pernah berkata kepada Rauh bin Zanbak untuk membersihkan perbuatannya, “Apakah kau rnenyangka aku khawatir bahwa kedua anakku itu akan menjadi miskin, sedang mereka adalah anak-anak Amirul mukminin?”.
Ketika Abdul Malik mengetahui hal tersebut, dia lalu marah kepada Atikah karena telah berkata begitu, tetapi Rauh bin Zanbak segera menengahi dengan berkata: “Sabarlah, wahai Amirul Mukminin! Demi Allah, mungkin apa yang dilakukannya kepada kedua orang anaknya itu adalah lebih baik dari hartanya”.
Namanya dikenal, di bumi Atikah di luar pintu Al-Jabiyah di Damsyiq, dia mempunyai suatu istana di atas tanah itu, dimana di situlah Khalifah Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia. Dia juga pernah meriwayatkan hadist syarif, usianya lanjut, sehingga sempat menyaksikan pembunuhan atas anaknya, yaitu Al-Walid bin Yazid.

Friday, 8 January 2016

ATIKAH BINTI KHALID



ATIKAH BINTI KHALID



Atikah binti Khalid Al-Khuzaiyah terkenal dengan nama Ummi Ma’bad. Dia dicatat dalam sejarah Islam karena kefasihannya dan kebijakannya dalam menceritakan sifat Nabi SAW, sampai ada orang yang mengatakan bahwa tiada seorangpun yang bisa menceritakan baginda Nabi SAW dengan halus dan bagus, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi Ma’bad, ini menunjukkan suatu bukti tentang kepintaran dan kecerdasan akalnya, dan juga suatu dalil bahwa wanita Arab itu ada yang cerdik dan tinggi tingkat pemikiran dan sastranya.
Jika kita kembali kepada lembaran sejarah Makkah sebelum Hijrah, kita akan dapatkan kaum musyrikin, yang diwakili oleh Abu Jahal memilih dari tiap-tiap kabilah seorang pemuda, agar mereka menyerang Muhammad dan memukulnya dengan serentak agar darahnya mengalir di tangan seluruh kabilah yang mengambil bagian itu.
Sebab itu Nabi SAW memutuskan segera berhijrah, dan baginda pun keluar bersama Abu Bakar dan bersembunyi lebih dahulu di gua Hira’ di gunung Tsur. Mereka menetap di sana selama tiga hari sebelum mereka berangkat menuju ke Madinah. Mereka kemudian mengajak dua orang lain untuk menemani mereka pergi dari gua itu ke Madinah, yaitu Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqith. Sesudah itu, kaum Quraisy mengetahui tentang perjalanan mereka, lalu mereka mengejar tanpa bisa mengikuti lagi jejak perjalanan mereka.
Kafilah nabi SAW pun mengarungi padang pasir dan gunung-gunung menempuh ribut taufan pasir dan fatamorgana Sahara yang jauh. Mereka tidak membawa makanan yang cukup.
Pada suatu hari matahari sedang tegak di tengah-tengah langit di waktu tengah hari yang terik, sedang pasir sahara dan batu-batu kerikilnya hampir meletupkan percikan panas, tiba-tiba Rasulullah melihat sebuah kemah dari jauh, tegak di atas pasir di pinggir lalu lintas perjalanan kafilah. Dengan segera rombongan nabi SAW itu menuju ke arahnya untuk mencari sedikit makanan dan berteduh dari terik panas yang membakar itu. Takdir telah menentukan, bahwa kemah yang tercampak di tengah-tengah padang pasir itu adalah kemah Ummi Ma’bad. Sebenarnya Ummi Ma’bad telah memasangkan kemahnya di situ dan duduk bersama suaminya untuk menerima tamu dan mendapat sedikit jamuan dari mereka.
Ketika rombongan nabi SAW sampai di situ, Ummi Ma’bad sedang sendirian. Kebetulan sekali suaminya baru saja keluar untuk menggembala kambingnya di lembah-lembah yang berdekatan. Dia telah meninggalkan istrinya di kemah itu untuk menyambut tamu dari para kafilah yang lalu lalang di situ.
Rombongan nabi sampai di kemahnya, dan mereka benar-benar sedang lapar sekali. Mereka mau membeli dari Ummi Ma’bad daging dan korma, akan tetapi Ummi Ma’bad tidak punya apa-apa, Ummi Ma’bad sedang dalam kesulitan pada saat itu.
Rasulullah SAW melihat ada seekor kambing yang kurus di sisi kemah, baginda nabi SAW lalu bertanya pada Ummi Ma’bad, “Apakah kambing ini ada air susunya?”.
Ummi Ma’bad, “Dia terlalu kurus, dan lemah, bagaimana ada susunya?!?!”
Ummi Ma’bad menjawab, “Demi ayah dan ibuku, jika kau fikir dia ada susu, maka peraslah!”.
Bagindapun mendekati kambing itu, lalu mengusap-usap teteknya seraya berdo’a sesuatu, kemudian baginda membaca Bismillah, maka kambing itu memancurkan air susu. Baginda meminta mangkok dan memeras memenuhi mangkok itu, dan memberikannya kepada Ummi Ma’bad, kemudian kepada sahabat-sahabatnya. Setelah mereka semuanya kenyang, barulah baginda meminumnya pula, kemudian baginda memeras lagi semangkok, sehingga penuh dan memberikannya kepada Ummi Ma’bad sebagai bekalnya. Selepas itu, rombongan nabi SAW mengucapkan terima kasih, dan selamat tinggal, lalu berangkat menuju ke arah Yatsrib, yakni Madinah.
Tidak lama sesudah itu, suami Ummi Ma’bad kembali membawa kambing-kambingnya yang kurus-kurus, karena kekurangan makanan. Ketika dia masuk ke dalam kemahnya, dilihatnya semangkok susu, dia merasa heran sekali melihat susu itu. Dari mana Ummi Ma’bad mendapatkan susu ini?. Dia memeras susu kambing yang mana?, Setahunya, tiada seekor kambingpun yang dapat mengeluarkan susu. Semuanya kurang makan.
Ummi Ma’bad melihat wajah suaminya yang terheran-heran, dia ketawa. Lalu menceritakan rombongan Quraisy yang baru berlalu, dia juga merasa heran sekali, ada orang yang sangat diberkati tangannya, dialah yang memeras susu kambing itu, dan diberikannya kami semangkok, sesudah saya dan mereka sekalian minum susu kambing itu dengan puasnya.
Abu Ma’bad atau suaminya makin heran lagi, katanya: “coba kau terangkan lagi paras orang itu, wahai Ummi Ma’bad!?!”
Dia seorang yang bersih dan cerah, mukanya sangat bercahaya, kelakuannya sangat baik, rupanya sangat cantik, matanya hitam, bulu keningnva lebat, suaranya garau, tengkuknya panjang, janggutnya lebat, warna kulitnya merah, bercelak, betisnya panjang, jika dia berdiam diri dia tenang, jika dia bercakap dia kelihatan tinggi dan cemerlang, dia adalah seorang yang amat rupawan, cerah kelihatan dari jauh, dan manis bagus kelihatan dari dekat, pendeknya dia seorang yang sempurna, dia mempunyai teman-teman yang sangat sayang kepadanya, jika dia berkata semua mendengarnya, jika dia menyuruh mereka segera akan menuruti perintahnya”, Ummi Ma’bad mensifatkan nabi SAW.
Tatkala Abu Ma’bad mendengar sifat-sifat nabi SAW, dia lalu berkata:
“Demi Allah dia itu si orang Quraisy yang disebutkan cerita-ceritanya di Mekkah, memang aku bercita-cita untuk mengikutinya, dan jika aku ada peluang untuk menurutnya, aku akan lakukan”.
Setelah Ummi Ma’bad mendengar ucapan suaminya itu, diapun segera pergi ke dalam kemah, menyiapkan barang-barangnya. Tidak berapa lama sesudah itu, Ummi Ma’bad dan Abu Ma’bad pergi ke Madinah, mereka memeluk Islam disana, serta memberikan bai’atnya kepada nabi Muhammad SAW.
Ummi Ma’bad memasuki sejarah Islam dari sebab kefasihannya, dan sangat halus caranya berbicara tentang nabi SAW yang sampai sekarang masih dihafal orang.
Ada sebuah riwayat mengatakan, bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib karramullahu-wajhah pernah ditanya, “Mengapa tiada seorangpun yang dapat berbicara tentang nabi SAW, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummi Ma’bad?”.
Jawab Ali, “Sebab kaum wanita senantiasa menceritakan seseorang dengan perasaannya, maka dia mendapati semua di dalam sifat-sifatnya”.

Thursday, 7 January 2016

UMMU RUMMAN BINTI AMIR



UMMU RUMMAN BINTI AMIR

Namanya tersebut di dalam kitab A1-Istiy’ab sebagai Ummu Rumman binti Amir bin Uwaimir bin Abdu Syams bin Attab bin Uzainah bin Subaik bin Dahman bin Al-Haris bin Al-Ghunim bin Malik bin Kinanah. lbnu Ishaq r.a menyebutkan bahwa namanya adalah Zainab, yang lain menyebutkan bahwa namanya Da’d. Tapi dia lebih dikenal dengan nama julukannya, Ummu Rumman.
Dia merupakan seorang shahabiyah mulia yang memperoleh kedudukan tinggi dalam jiwa Rasulullah SAW dan dia juga mempunyai tempat yang terhormat di antara para wanita muslimah yang menghiasi sejarah peradaban Islam, karena sepak terjangnya yang harum, aromanya menyebar sepanjang masa.
Selain daripada itu, Ummu Rumman juga seorang perawi hadits, dia telah memeluk Islam, memberikan bai’atnya kepada Rasulullah SAW dan ikut berhijrah pula. Bahkan tercatat dalam sejarah, sebagai wanita pertama yang turut berhijrah ke Madinah, dia juga dikenal sebagai sosok wanita mukminah yang banyak ibadahnya.




Ibu Orang-Orang yang Utama
Ummu Rumman mempunyai banyak keistimewaan-keistimewaan yang diberkahi sehingga membuatnya termasuk dalam jajaran para pemimpin wanita dunia. Bahkan meskipun dengan satu keistimewaan saja itu sudah mampu menempatkannya pada kedudukan yang tinggi diantara para wanita lainnya.
Menantunya adalah makhluk Allah yang paling utama yaitu nabi kita Muhammad SAW. Suaminya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Putrinya adalah istri makhluk yang paling mulia di dunia dan di akhirat, yaitu Ash-Shiddieqah bintu Ash-Siddieq,  yang membawa kesaksian suci dari sisi Allah, Ummul Mu’minin Aisyah, wanita yang paling mendalam ilmunya di tengah ummat ini.
Adapun anak laki-lakinya adalah penunggang kuda yang paling baik di sekolah Nubuwah dan salah seorang sahahat Nabi SAW yang ditetapkan kebahagiaan, Abdurrahman bin Abu Bakar yang juga salah seorang pemanah yang handal dan pemberani.
Di samping semua itu, dialah yang pertama kali membuka lembaran hidupnya di sisi Abu bakar untuk segera masuk Islam dan beriman kepada risalah Muhammad SAW.

Kehidupannya Semasa Jahiliyah
Di bilangan As-Sarat di Jazirah Arab, Ummu Rumman binti Amir tumbuh dewasa lalu menikah dengan seseorang yang bernama Abdullah bin Al-Harits bin As-Sabbarah Al-Uzdy. Dari suaminya ini dia mempunyai anak yang bernama At-Thufail bin Abdullah. Karena suaminya ingin menetap di Ummul Qurra’ Makkah, maka dia memboyong keluarganya pindah kesana. Sebagaimana kebiasaan bangsa Arab pada saat itu yang saling menjalin perjanjian persahabatan, maka dia melihat bahwa Abu Bakar sebagai sekutu yang paling baik. Karena itulah dia membuat perjanjian persahabatan dengannya. Maka kemudian dia menetap dengan keluarganya di Makkah hingga dia meninggal dunia disana. Setelah sepeninggal suaminya, Ummu Rumman dan anaknya tinggal sendirian di sana tanpa ada yang menanggung hidupnya. Tapi kesendirian Ummu Ruman tidak berlangsung lama, karena Abu Bakar langsung menikahi dan memuliakannya di sisinya bersama anaknya, Ath-Thufail. Maka jadilah Ummu Rumman hidup dibawah lindungan Abu Bakar, lalu dia melahirkan Abdurrahman dan Aisyah, yang kemudian menjadi istri Nabi SAW.
Dalam suatu kitab disebutkan bahwa semasa jahiliyah Abu Bakar telah menikah dengan Qutailah bintu Abdul Uzza AI-Quraisyiyah A1-Amiriyah dan mempunyai anak Abdullah dan Asma. Kemudian Abu Bakar menikahi Asma’ binti Umais setelah masuk Islam dan mempunyai anak bernama Muhammad. Kemudian dia menikah lagi dengan Hahibah binti Kharijah dan mempunyai seorang anak putri setelah dia meninggal, bernama ummu Kultsum. Ketika Abu Bakar meninggal, dia hanya meninggakan Habibah binti Khorijah.

Wanita yang Lebih Dahulu Masuk Islam
Ash-Shiddieqah bintu Ash-Shiddieq Aisyah r.a berkata “Aku tidak mengetahui kedua orang tuaku melainkan mereka memeluk satu agama”.
Jadi keislaman Shahabiyah Ummu Rumman termasuk lebih dahulu. Setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul, maka Abu Bakarlah yang pertama-tama beriman kepada beliau dan membenarkan da’wah beliau dari kaum Ielaki. Lalu dia pulang ke rumah menemui istrinya, Ummu Rumman dan memberitahukan tentang Islam. Maka seketika itu pula dia merasakan da’wah Islam merasuk ke dalam jiwanya yang suci. Dia beriman dan membenarkan da’wah Rasulullah SAW. Jadi dia termasuk jajaran wanita pertama yang beriman dan mendapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah SAW, lbnu Sa’ad menyebutkan hal ini dengan berkata: “Ummu Rumman masuk Islam di Makkah dalam ajaran yang pertama, ikut berbai’at dan hijrah”.
Ummu Rumman menerima ajaran-ajaran Islam sejak dini dan melihat keagungan Islam dari diri Rasulullah SAW. Sebab pada saat itu Rasulullah biasa mondar-mandir menemani rekan beliau Abu Bakar Ash-Shiddieq. Tentu saja Ummu Rumman merasa sangat gembira setiap kali menerima kunjungan yang penuh barakah ini. Dia suguhkan apapun yang dia mampu untuk disuguhkan dalam rangka memuliakan beliau. Allah menanamkan rasa cinta ke dalam hati shahabiyah yang suci ini, hati yang dipenuhi iman dan kepasrahan diri, sebagaimana Allah juga menganugerahinya semangat yang tinggi dan kesabaran yang menakjubkan dalam menghadapi segala kesulitan dan kesusahan.
Ummu Rumman sering tersiksa karena melihat keadaan orang-orang muslim yang mendapat siksaan dari orang-orang musyrik. Dia melihat sendiri bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan pelajaran tentang kesabaran kepada para sahabat. Dia juga menampilkan dirinya sebagai wanita ideal yang memenuhi hak bagi Islam dan orang-orang muslim. Dia merasa gembira terhadap suaminya yang suka menolong orang-orang yang lemah dan memerdekakan para budak muslim dengan hartanya sendiri. Tindakannya ini mendapat dukungan yang utuh dari istrinya, meskipun hanya sebatas perkataan yang baik.

Wanita Mukminah yang Bertakwa dan Ibu yang Ideal
Di samping keberadaannya sebagai wanita yang lebih dahulu masuk Islam dan sebagai ibu yang ideal serta penuh kasih sayang, dia juga senantiasa mendidik kedua anaknya, Abdurrabman dan Aisyah pada ketaqwaan, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia mengasuh anaknya dengan pengasuhan yang baik. Gambaran tentang kebersihan jiwanya dan kebaikan tindak-tanduknya tercermin dalam diri putrinya, Aisyah, yang di kemudian hari dia menjadi wanita yang sangat besar kedudukannya dalam Islam.
Nabi Muhammad SAW biasa mendatangi rumah Abu Bakar pada siang dan petang hari, lalu berpesan kepada Ummu Rumman untuk memperhatikan Aisyah, seraya bersabda, “Wahai Ummu Rumman, berbuat baiklah terhadap Aisyah dan jagalah dia bagiku”. Dengan pesan Rasulullah SAW ini, Aisyah mendapatkan tempat tersendiri di tengah keluarganya, sementara mereka tidak menyadari kecuali menurut apa yang telah ditetapkan Allah.

Ibu Mertua yang Mulia
Ummul Mu’minin Khadijah bintu Khuwailid r.a meninggal dunia, tiga tahun sebelum hijrah. Dua tahun kemudian barulah beliau menikahi Aisyah berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW mengabarkan hal ini kepada Aisyah, dengan bersabda, “Aku bermimpi bertemu denganmu selama tiga malam, aku didatangi malaikat yang bersama dirimu dalam sebuah sekedup yang terbuat dari sutera. Malaikat itu berkata, “ini adalah istrimu”. Ketika aku menyingkap kain dan sutera itu ternyata wanita itu adalah engkau. Kalau memang ini berasal dan sisi Allah, maka biarlah itu yang akan terjadi”. (Diriwayatkan Bukhori, Muslim dan Tirmidzi).
Suatu kali Khaulah binti Hakim menemui Rasulullah SAW dan menawarkan agar beliau bersedia menikahi Aisyah bintu Ash-Shiddieq atau Saudah bintu Zum’ah yang sudah masuk Islam. Beliau menyetujui tawaran itu. Di sinilah Ummu Rumman tampil sebagai wanita yang mengemban tugas mulia dan mendapatkan kedudukan yang agung, yaitu sebagai ibu mertua Rasulullah SAW. Dia memberitahukan kepada suaminya, Abu Bakar tentang keinginan Rasulullah itu, bahwa Allah akan rnenganugerahkan kebaikan dan barakah ke dalam nasabnya. Maka terjadilah ketetapan Allah, hingga Aisyah menjadi salah seorang Ummahatu-l-Mu’minin. Tentu saja Ummu Rumman merasa sangat bahagia dan gembira karena kemuliaan ini.

Ummu Rummah dan Peristiwa Hijrah
Abu Bakar Ash-Shiddieq pergi bersama Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah. Dia tinggalkan keluarganya di Makkah, dengan harapan lain kali mereka dapat menyusulnya ke sana. Ummu Rumman harus memikul beratnya hidup setelah kepergian suaminya ke Madinah, karena suaminya membawa semua harta yang dimilikinya. Tapi semua ini tidak membuatnya gundah. Dia justru berharap agar Rasulullah bisa selamat dari kejaran orang-orang musyrik dan penyiksaan mereka. Dia tetap sabar menghadapi rasa takut, hingga dia mendengar kabar bahwa Rasulullah sudah tiba di Madinah dalam keadaan selamat. Kemudian beliau mengirim utusan untuk menjemput keluarga beliau dan juga keluarga Abu Bakar yang masih berada di Makkah.
Rombongan orang-orang yang berhijrah ini harus menempuh perjalanan dan Makkah ke Madinah. Dalam perjalanan itulah tampak karamah yang agung pada diri Ummu Rumman r.a, ketika ada bahaya yang dapat mengancam keselamatan putrinya, Aisyah, namun dia diselamatkan pertolongan Ilahi. Pasalnya onta yang dinaiki Ummu Rumman dan putrinya Aisyah Iari lepas kendali. Maka seketika itu pula Ummu Rumman berteriak, “Selamatkan pengantin baru dan putriku”.
Ummul Mu’minin Aisyah menceritakan peristiwa itu, bahwa dia menuturkan saat onta yang dinaikinya lepas kendali dan melarikan diri. Tiba-tiba aku mendengar suara, “lepaskan tali kendalinya”, maka aku melepaskannya dan onta itupun berhenti dengan seizin Allah, hingga Allah menyelamatkan kami.”
Rombongan yang dipimpin oleh Ummu Rumman akhirnya tiba di Madinah, kemudian singgah di rumah yang disediakan oleh Abu Bakar. Setelah Allah memuliakan nabi-Nya dalam Perang Badar, maka barulah beliau melangsungkan pernikahannya dengan Aisyah pada bulan Syawwal tahun kedua setelah hijrah. Ummu Rumman mempersiapkan Aisyah agar siap berada di rumah Nubuwah, sehingga rumah Aisyah menjadi tempat turunnya wahyu yang di bawa Jibril.

Ummu Rumman Dan Ujian yang Besar
Ummu Rumman merasa sangat gembira karena dia melihat kebaikan perlakuan menantunya, Rasulullah SAW terhadap putrinya Aisyah. Kebahagiannya semakin melambung karena kecintaan beliau terhadap putrinya. Sehingga hal ini membuatnya semakin meningkatkan ketulusan dan ibadah kepada Allah, karena dia telah rnendekatkan dirinya dengan rumah Nabawi dan karena kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah SAW, karena beliau menghormati dan memuliakannya.
Tahun demi tahun terus berlalu, hingga akhirnya Ummu Rumman menghadapi ujian yang besar, yang bisa menodai kesucian hidupnya hanya selama beberapa waktu yang tidak seberapa lama. Ujian itu berupa awan yang bergulung gulung, yang mengakibatkan keletihan dan kepenatan. Dia merasakan betapa berat hari demi hari, detik demi detik yang harus dilewatinya. Pasalnya, putrinya Ash-shiddiqah mendapatkan tuduhan bohong. Hampir saja Ummu Rumman bergerak sendiri untuk mencari kebenaran isu yang sengaja disebarluaskan orang-orang munafik dan pendengki, di bawah komando Abdullah bin Ubay bin Salul, pernimpin orang-orang munafik. Bahkan sesaat setelah dia mendengar berita bohong yang dituduhkan terhadap putrinya itu, dia langsung jatuh pingsan, karena apa yang didengarnya itu terlalu berat untuk didengar. Tapi berkat pertolongan Allah, orang-orang yang jahat itu mendapatkan balasan yang setimpal, mereka dihinakan hingga kiamat tiba.
Ketika datang ujian yang besar inilah Ummu Rumman tampil memainkan peranannya sebagai ibu yang penuh kasih sayang, seorang ibu mertua yang beradab, yang mengetahui hak dan menyadari makna kewajiban, serta seorang istri yang menjadi bagian dari suaminya untuk sepanjang masa. Hampir saja timbul kekacauan karena berita bohong itu, sekiranya saja tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya, sehingga akhirnya kekacauaan itupun dapat disingkirkan.
Ummu Rumman r.a mampu bersikap secara bijak ketika menghadapi ujian yang bisa rnenghancurkan rumah tangga yang belum lama dibangun. Dia tidak memberitahukan secara persis tentang berita bohong itu kepada putrinya. Tapi kehendak Allah menetapkan bahwa Aisyah harus mendengarkannya sendiri.
Kita berikan kesempatan kepada yang bersangkutan dengan peristiwa ini, Ash-Shiddieqah Aisyah sendiri untuk menceritakan sendiri keadaan dirinya dan juga keadaan ibunya Ummu Rumman. Marilah kita ikuti peristiwa ini bersama Ummul Mukminin Aisyah yang menuturkan kepada kita, “Ketika kami dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Rasulullah SAW muncul dihadapan kami, beliau mengucapkan salam lalu duduk, dan beliau tidak pemah duduk didekatku selama menyebarnya desas-desus itu. Selama sebulan penuh tidak ada wahyu yang turun berkenaan dengan kasusku ini. Ketika duduk itulah Rasulullah mengucapkan syahadat, kemudian bersabda “Wahai Aisyah, sesungguhnya aku sudah mendengar keadaanmu yang begini dan begitu. Kalau memang engkau bebas dari kesalahan, tentu Allah akan membebaskan dirimu. Dan jika engkau melakukan dosa, maka mohonlah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosanya kemudian dia bertaubat kepada Allah, tentu Allah menerima taubatnya”.
Setelah Rasululiah menyelesaikan perkataannya, air mataku sudah habis sehingga aku tidak dapat lagi merasakan air mataku walau setetespun. Lalu aku berkata kepada bapakku, Berikan jawaban kepada Rasulullah atas nama diriku tentang apa yang disabdakannya.
Bapakku berkata, “tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah SAW”.
Kukatakan kepada ibuku, “Berikan jawaban kepada Rasulullah SAW atas nama diriku tentang apa yang disabdakannya.”
Ibuku berkata, “Aku tidak tahu tentang apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah SAW.”
Perhatikan baik-baik wahai pembaca yang budiman sikap yang tidak ingin menonjolkan kepentingan diri sendiri ini. Gambarkan bagaimana keadaan shahabiyah Ummu Rumman dihadapan Rasulullah pada saat-saat yang sensitif dan genting ini. Tapi keputusan Allah sudah ditetapkan dan sudah terukur.

Pembebasan yang Agung dan Kegembiraan yang Besar
Rasulullah SAW masih berada di dekat Aisyah, Setelah sabda beliau usai, suasana menjadi diam hingga beberapa saat. Pada saat itulah turun wahyu yang membawa kesaksian Rabbani bagi Ash-Shiddieqah Aisyah. Maka pada saat itu pula kegembiraan menyelimuti hati Ummu Rumman, ketika Rasulullah menyampaikan wahyu yang baru saja turun, “Wahai Aisyah, demi Allah Azza wa Jalla, Dia telah membebaskan dirimu.”
Semua orang merasa senang karena kesaksian Rabbani yang penuh barakah ini. Dalam suasana yang gembira dan rnenyenangkan pada saat itu, Ummu Rumman tidak melupakan dasar-dasar adab dihadapan Rasulullah SAW. Maka dia memerintahkan putrinva, Aisyah supaya bangkit dan menghampiri beliau, seraya berkata, “Hampirilah beliau!”
Namun Aisyah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghampirinya dan aku tidak akan memuji kecuali kepada Allah Azza Wa Jalla.”
Adapun ayat yang turun pada saat itu adalah:
إن اللذين جاءوا بالإفك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم .....
“Sesungguhnya orang-orang  yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian. Hingga sepuluh ayat berikutnya, An-Nur : 11-20.
Begitulah akhirnya Ummul-Mu’minin keluar dari ujian yang berat ini berkat kesaksian dari Rabbul AIamin, yang sekaligus menunjukkan kebersihan dan kebebasannya dan dosa.

Kehormatan Keluarga Bakriyah yang Suci
Kehidupan yang suci kembali menghiasi hati Ummu Rumman r.a., setelah diselimuti awan berita bohong. Allah telah memuliakan rumah dan keluarga Abu Bakar Ash-Shiddieq, menurunkan Al-Qur’an berkenaan dengan ibu kita, Aisyah, yang senantiasa dibaca hingga hari kebangkitan. Maka mulialah keluarga yang suci ini. Yang demikian itu merupakan balasan yang sepadan bagi orang yang masuk Islam sejak pertama, yang mengorbankan diri dan keluarganya dalam rangka mencari keridhaan Allah dan keridhaan Rasul-Nya. Abu Bakar selalu menjaga kesucian keluarganya lewat perkatannya yang masyhur, “Demi Allah, tidak ada isu yang dikatakan terhadap kami semasa Jahiliyah. Lalu bagaimana mungkin isu itu justru muncul setelah Allah memuliakan kami dengan Islam?”. Cukuplah kemuliaan dan kehormatan bagi Abu Bakar, karena Allah menjadikan dirinya termasuk Ulul-Fadhli.

Wanita yang Baik dan Taat Beragama
Kehidupan Ummu Rumman diwarnai dengan beberapa momen yang lembut dan sentuhan yang diberkahi hingga membuat dirinya termasuk wanita yang taat dan ahli ibadah, yang layak diteladani. Dia senantiasa berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya, disamping tidak keluar dan ketaatan kepada suami.
Ibadahnya juga menonjol, shalatnya benar dan lurus, berkat pengarahan suaminya, Abu Bakar Ash-Shiddieq. Dia meriwayatkan bagaimana Abu Bakar mengajarinya shalat secara benar, dia berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddieq pernah melihatku menyondongkan badan dalam shalat. Maka dia langsung menegurku dengan teguran yang amat keras, hampir-hampir membuatku membatalkan shalat”. Kemudian dia berkata, “Aku pernah mendengar rasulullah bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian berdiri dalam shalatnya, maka hendaklah dia menenangkan anggota-anggota tubuhnya dan janganlah condong seperti condongnya orang Yahudi, karena menenangkan anggota tubuh termasuk kesempurnaan shalat”.
Dalam masalah do’a dan istighfar, Ummu Rumman bersama suaminya menampilkan sosok yang ideal dan praktis. Ali bin Balban Al-Maqdisiy menyebutkan dalarn kitabnya yang berjudul, Tuhfatush-Shadiq fi fadha’il Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia berkata, "Abu Bakar dan Ummu Rumman datang kepada Rasulullah SAW”.
“Apa keperluan kalian berdua?" tanya beliau.
“Wahai Rasulullah, mohonlah ampunan bagi Aisyah, sedang kami menyaksikannya” kata keduanya.
Maka beliau berdo'a “Ya Allah, ampunilah bagi Aisyah binti Abu Bakar dengan ampunan secara dzahir dan batin, yang tidak disusuli dengan dosa.”
Ketika Rasulullah melihat kegembiraan terpancar pada diri mereka berdua karena do’a itu, beliau bersabda, “Do’a ini sengaja kuberikan bagi siapapun yang beriman dari ummatku semenjak aku diutus Allah sebagai rasul hingga hari ini”.
Rasulullah memuliakan Ummu Rumman dan menghormatinya karena dia senantiasa mencari keberuntungan berupa keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dia lebih banyak diamnya jika Rasulullah sedang berbicara dengan putrinya. Pengarang As-Siyrah Al-Halabiyah meriwayatkan bahwa Rasulullah biasa menyebut-nyebut Khadijah dan memuliakan rekan-rekannya sesama wanita. Suatu kali Aisyah berkata kepada beliau, “Sepertinya di dunia ini tidak ada lagi seorang wanita selain Khadijah”.
Perkataannya ini membuat Rasulullah marah. Tiba-tiba Ummu Rurnan berkata, "Apa yang sedang terjadi antara engkau dengan Aisyah? Dia masih muda dan engkau adalah orang yang paling berhak untuk memaafkannya.”
Rasulullah memegang dagu Aisyah seraya berkata, “Bukankah engkau yang mengatakan bahwa di muka bumi ini tidak ada lagi seorang wanita selain Khadilah? Demi Allah dia telah beriman kepadaku ketika kaummu kufur kepadaku dan dari dia pula aku dianugerahi anak, sementara kalian tidak dianugerahinya”.
Begitulah sikap diam Ummu Rumman dihadapan Rasulullah. Sementara beliau tidak mengatakan karena dorongan hawa nafsu, tapi itu merupakan wahyu yang diberikan kepada beliau.

Selamat Tinggal Wahai Ibu Ash-Shiddieqah
lbnu Sa’d rnenyebutkan di dalam kitab Ath-Thabaqaat tentang kematian shahabiyah yang mulia, Ummu Runiman seraya memujinya, dia berkata, “Ummu Rumman adalah seorang wanita shalihah, yang meninggal pada masa Rasulullah pada bulan Dzuihijjah tahun keenam setelah hijrah”.
Kematian Ummu Rumman meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa Rasulullah, begitu pula dalam jiwa putrinya dan sekaligus istri beliau, Aisyah. Tapi Allah memuliakannya dengan kemuliaan yang agung, menjadikannya termasuk orang-orang yang mendapat kebahagiaan, insya Allah. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan memohonkan ampunan baginya.
Diantara inti pengabaran Ummu Rumman, bahwa Rasulullah tidak pernah turun ke liang kubur seorangpun kecuali lima liang kubur, tiga wanita dan dua lelaki, yaitu liang kubur Khadijah Ummul Mukminin di Makkah, dan empat lainnya di Madinah, salah satu diantaranya adalah liang kubur Ummu Rumman r.a di Baqi’. Rasulullah turun ke liang kuburnya dan bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari Mu selagi Ummu Rumman bertemu dengan-Mu dan rasul-Mu”.
Hal terakhir dalam kehidupan Ummu Rumman adalah do’a Rasulullah. Sungguh itu merupakan penutupan yang paling baik dan do'a yang paling baik pula.

Kabar Gembira Masuk Surga
Firman Allah:
إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات وأخبتوا إلى ربهم أولئك أصحاب الجنة 
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya” ( Hud: 23)
Shahabiyah yang mulia, Ummu Rumman merupakan salah seorang wanita Islam yang meninggalkan jejak tersendiri yang harum dalam sejarah. Dia termasuk para wanita yang pentama-tama masuk Islam dan termasuk golongan wanita yang pertama-tama hijrah, termasuk wanita ahli ibadah dan teguh dalam ketaatan yang berkorban untuk kepentingan Islam.
Ummu Rumman mendapatkan kabar gembira yang besar akan masuk surga, seperti yang diriwayatkan Ibnu Sa’d dengan sanadnya, dari Al-Qasim bin Muhammad ia berkata, Ketika jasad Ummu Rumman dimasukkan kedalam kuburnya, maka Rasulullah bersabda, “Siapa yang suka melihat wanita dan golongan bidadari yang bermata jeli, hendaklah dia melihat Ummu Rumman.”
Tidak dapat diragukan bahwa hadits ini merupakan isyarat tentang kabar gembira baginya sebagai penghuni syurga, karena bidadari yang bermata jeli hanya ada di dalam syurga.